PEMBIUSAN MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis)
DENGAN CAMPURAN KETAMIN DAN XYLAZINE

The Anaesthetization of Long Tailed Macaque (Macaca fascicularis) by Injecting The Combination of Ketamine and Xylazine

I Nyoman Suartha1, I Nengah Wandia2, I Gusti Agung Arta Putra2,
I Gede Soma2 , dan I Gusti Ngurah Sudisma3

1.Laboratorium Penyakit Dalam Veteriner,
3. Laboratorium Bedah Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Denpasar
2. Pusat Kajian Primata, Lembaga Penelitian Universitas Udayana Denpasar

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kombinasi ketamine dan xylazine terhadap perubahan klinik pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Campuran ketamine (50 mg/ekor) dan xylazine (10 mg/ekor) disuntikkan secara intramuskular dengan alat tulup pada lima monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan dan lima monyet ekor panjang betina. Monyet mulai terbius ketamine xylazine rata-rata 6,20 ± 3,42 menit pada jantan dan 8, 00 ± 5,05 menit pada betina setelah diinjeksikan. Lama terbius rata-rata pada jantan 85,00 ± 10,08 menit dan betina 71,20 ± 28,4 menit. Selama Pengamatan temperatur tubuh, detak jantung dan frekuensi respirasi tidak berbeda nyata antar jenis kelamin. Temperatur tubuh dan frekuensi respirasi nyata mengalami penurunan dan detak jantung pada menit 30 pengamatan menurun kemudian naik pada akhir pengamatan. Penggunaan ketamine-xylazine sebagai obat bius pada monyet ekor panjangmemberikan relaksasi otot yang baik, mulai terbius dalam waktu relatif singkat dan terbius lebih dari satu jam.

J Vet 2001 2(1) : 1 - 7

Kata kunci : Ketamine; xylazine, Monyet ekor panjang; tulup; pembiusan .

ABSTRACT
Ketamine combined with xylazine has been injected intramuscularly into long tailed macaque (Macaca fascicular) lived in Alas Kedaton. In this study 5 male and 5 female macaques were used. Each macaque was injected with 50 mg Ketamine and 10 mg xylazine. The average on set of action this combined anaesthetic treatment were 6.20 ± 3.42 minute and 8,00 ± 5,05 minute respectively for male and female macaque, whereas the average duration of action were 85,00 ± 10,08 minute and 71,20 ± 28,40 minute respectively for male and female macaque. The average on set of action and duration of action of the combined anaesthetic in male macaques were not significantly defference (P> 0.05) to those in female macaques. No significant difference were also found in body temperature, heart and respiratory rates between male and female macaques. However the heart and respiratory rates were significantly declime during the treatment. Such decrease were observed in midle of anaesthesia and increasing again at the end of anaesthesia.

J Vet 2001 2(1) : 1 - 7
Key Word : Ketamine; xylazine; Macaca fascicularis; blow-pipe; anaesthesia.

PENDAHULUAN
Satwa primata banyak dimanfaatkan untuk hewan coba karena secara anatomi maupun fisiologi mempunyai kemiripan dengan manusia, dibandingkan hewan coba lain, sehingga untuk pengujian suatu obat atau bahan biologis akan mendapatkan gambaran yang mirip apabila digunakan pada manusia (Sajuthi, et al., 1997),
Di Pulau Bali satwa primata dimanfaatkan untuk obyek pariwisata seperti di kawasan wisata Sangeh, Alas Kedaton, Ubud, dan Uluwatu. Pemanfaatan sebagai obyek wisata menyebabkan satwa primata sering berkontak dengan manusia sehingga penyebaran penyakit yang bersifat zoonosis dari monyetl akan mudah terjadi (Hall dan Clarke, 1983).
Untuk menghindari hal tersebut maka kesehatannya perlu diperiksa secara rutin. Untuk memudahkan pemeriksaan, monyet harus direstrain atau dibius supaya tidak membahayakan pemeriksa (Sajuthi, et al. 1997). Penggunaan obat bius dan sedatif untuk restrain telah banyak dilakukan pada hewan terutama yang giras dan sulit dikendalikan (Blackshaw dan Allan, 1988).
Ketamine yang dikombinasikan dengan premedikasi xylazine kerap digunakan pada anjing dan kucing (Benson et al., 1985), burung unta (Gandini et al., 1986), babi (Breese dan Dodman, 1984). Kombinasi penggunaan obat tersebut memberikan keuntungan seperti mudah diberikan baik secara intra musKullar atau intra vena (Benson et al., 1988), waktu rata-rata induksi dan recoverinya cepat, relaksasi otot dan hewan terbius dengan baik (Breese dan Dodman, 1984). Pada kucing kombinasi xylazine dengan ketamine memberikan hasil pembiusan yang lebih baik dibandingkan kombinasi ketamine dengan premedikasi chlorpromazine maupun diazepam (Batan, et al., 1997). Pada sapi memiliki masa kerja lebih lama dibandingkan idazoxan (Thompson et al., 1989). Berdasarkan hal tersebut tulisan ini bermaksud untuk menguraikan mengenai waktu mulai terbius, lama terbius dan perubahan klinik seperti suhu tubuh, frekuensi respirasi dan detak jantung pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan dan betina yang dibius dengan kombinasi xylazine dengan ketamine.
MATERI DAN METODE
Hewan Coba
Penelitian ini menggunakan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dewasa jantan dan betina, penghuni Alas Kedaton, Desa Kukuh Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Umur hewan diduga dari jumlah gigi yang telah tumbuh, disamping umur itu umur sebelumnya diperkirakan dari ukuran tubuhnya.

Metode:
Monyet yang akan dibius, dipilih yang memiliki ukuran tubuh agak besar (diperkirakan dewasa). Monyet dibius dengan bantuan alat tulup (blow-pipe) dengan ketamine sebanyak 0,5 ml (50 mg/ekor) dicampur dengan premedikasi xylazine sebanyak 0,5 ml (10 mg/ekor) (Hall dan Clarke, 1983), sasaran lokasi pembiusan adalah otot yang tebal di daerah paha. Saat monyet kena tulup dicatat dengan stopwatch sampai monyet tertidur untuk mengetahui waktu induksi obat. Lama monyet terbius dicatat mulai monyet tertidur sampai sadar yang ditandai dengan pulihnya refleks pedal atau monyet mulai bisa berjalan (Gandini et al., 1986). Temperatur tubuh diukur melalui temteratur rektal menggunakan termometer digital, detak jantung diukur dengan stetoskop dan frekuensi respirasi diukur melalui pergerakan dinding torak (Kulll et al., 2000). Pengukuran dilakukan mulai monyet tertidur ( menit ke 0) dan diulang setiap 30 menit.

Analisis Data
Data dari mulai terbius dan lama terbius dianalisis dengan menggunakan t-Student dan data temperatur tubuh, detak jantung dan frekuensi respirasi dianalisis dengan analisis sidik ragam dari rancangan acak kelompok pola faktorial. Apabila hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan uji berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan ketamine sebagai obat bius merupakan pilihan utama untuk satwa liar yang giras dan sulit direstrain, karena aplikasinya dapat secara intramuskular. Spuit yang berisi obat dapat dilontarkan dengan bantuan pistol, senapan, busur dan tulup. Berdasarkan hasil pengamatan kami, injeksi kombinasi ketamine-xylazine pada monyet ekor panjang (M. fascicularis) mulai bekerja rata-rata adalah 6,20 ± 3,42 menit seelah injeksi pada monyet jantan dan 8,00 ± 5,05 menit pada betina, tetapi secara statistika hal ini tidak berbeda nyata. Hall dan Clarke, 1983 melaporkan ketamine pengaruhnya mulai terlihat 5 sampai 10 menit pada non-human primate .
Lama monyet jantan terbius rata-rata 85,00 ± 10,08 menit dan monyet betina 71,20 ± 28,40 menit, dan secara statistika juga tidak berbeda nyata. Hasil ini lebih lama dibandingkan yang dilaporkan oleh Hall dan Clarke, 1983 yaitu lama terbius 30 sampai 60 menit pada non-human primate . Pada saat mulai sadar pada monyet jantan teramati duduk pada tempat mereka ditidurkan, sedangkan pada monyet betina langsung lari menjauh, hal ini mungkin berhubungan dengan sifat monyet jantan yang berperan sebagai pelindung terhadap kelompoknya apabila ada serangan dari musuh. Kombinasi obat ini memberikan relaksasi otot yang baik pada minyet ekor panjang. Lama kerja ketamine dipengaruhi secara hormonal, pada saat hewan birahi obat tidak dapat bekerja secara optimal, sehingga perlu diberikan halotan 0,5 % sampai 1 % secara inhalasi apabila dilakukan pemeriksaan lebih lama (Hall dan Clarke, 1983). Hal ini dapat sebagai penyebab lebih pendeknya kerja obat pada monyet ekor panjang betina. Rata-rata temperatur tubuh, detak jantung dan frekuensi respirasi dapat diamati pada Tabel 1.
Temperatur tubuh, detak jantung dan frekuensi respirasi tidak berbeda nyata antara jenis kelamin.
Temperatur tubuh nyata lebih tinggi dan frekuensi respirasi nyata lebih cepat pada pengamatan menit ke 0 dibandingkan menit ke 60 , sedangkan pada pengamatan menit ke 30 tidak berbeda nyata. Detak jantung tidak nyata berbeda antar waktu pengamatan.
Ketamine merupakan analgesik kuat, bekerja pada sistem saraf pusat melalui saraf simpatomimetik dan parasimpatolitik dengan efek transquiliser (Hellyer, 1996). Ketamine merangsang proses metabolisme dan kerja kardiovaskuler, juga meningkatkan salivasi (Haskins et al 1985;Hellyer, 1996) meningkatkan suhu tubuh, detak jantung, dan tekanan arteri (Haskins et al 1985).
Pada pengamatan didapatkan bahwa temperatur tubuh baik jantan maupun betina pada pengamatan menit ke 0 lebih tinggi dibandingkan pada pengamatan menit ke 30 (tidak berbeda nyata ) dan menit ke 60 (berbeda nyata, P> 0,5). Hal ini dapat disebabkan karena pengaruh ketamine pada saat mulai terbius dan akibat aktivitas dari monyet yang lincah sebelum ditulup. Setelah menit ke 60 terbius hewan mulai tenang dan obat sudah dimetabolisme sehingga suhu tubuh hewan menjadi turun. Pada tikus ketamine dilaporkan menyebabkan hypotermia (Komulainen dan Olson, 1991). Pada anjing suhu tubuh juga mengalami penurunan tetapi tidak berubah secara nyata (Kull et al 2000).
Detak jantung menurun pada pengamatan menit ke 30 dan kembali meningkat pada pengamatan menit ke 60 baik pada jantan maupun betina, tetapi secara statistika hasil ini tidak berbeda nyata. Ketamin berpengaruh terhadap penurunan aktivitas simpatetik, depresi baroreseptor dan penurunan tonus vagal menyebabkan pe ningkatan detak jantung (Haskin et al 1985).
Tabel 1. Rata-rata Temperatur Tubuh, Detak Jantung dan Frekuensi Respirasi Monyet
Ekor Panjang (M. fascicularis) yang Dibius dengan Ketamine-Xylazine.

Parameter sex Menit ke 0 Menit ke 30 Menit ke 60
Temperatur tubuh (0 Celsius) ♂ 39,08 ± 0,30 38,66 ± 0,39 38,12 ± 0,46
♀ 39,04 ± 0,69 38,38 ± 0,95 37,58 ± 1,37
Detak Jantung (per menit) ♂ 106,60 ± 5,81 85,60 ± 12,84 94,40 ± 0,81
♀ 100,00 ± 13,56 92,00 ± 18,71 103,20 ± 15,40
Frekuensi Respirasi (per menit) ♂ 37,60 ± 4,42 36,00 ± 3,47 31,60 ± 4,09
♀ 44,00 ± 5,17 37,60 ± 2,19 35,60 ± 3,58

Di lain pihak, xylazine meningkatkan reflek baroreseptor karotid dan aktivitas tonus vagal yang akan berpengaruh terhadap penurunan detak jantung (Rand, et al., 1996). Penurunan detak jantung pada pengamatan menit ke 30 karena pengaruh dari xylazine (sebagai premedikasi) diberikan secara bersamaan dengan ketamine, karena interval pemberian antara xylazine dan ketamine akan berpengaruh terhadap perubahan klinis pada hewan (Kull, et al., 2000). Pada anjing dilaporkan detak jantung dan tekanan darah arterial menurun (Kull et al 2000).
Frekuensi respirasi baik jantan maupun betina mengalami penurunan, dan penurunannya secara nyata teramati pada menit ke 0 dengan pengamatan menit ke 60. Ketamine menyebabkan depresi respiratori dengan cara depresi inful saraf ke neuron medular respirasi (Hellyer, 1996). Xylazine akan mengimbangi efek depresi respirasi karena ketamine (Kulll et al 2000), efek ini dipengaruhi oleh perangsangan regio kortical, subkortical dan retikuler dengan perangsangan langsung ke neuron medular respirasi dan aktivasi tak langsung kemoreseptor perifer (Kelawala dan Parsania 1992). Penurunan frekuensi respirasi juga dilaporkan pada anjing (Hellyer, 1996), tikus (Komulainen dan Olson, 1991), tetapi pada babi dilaporkan respirasi cendrung meningkat (Breese dan Dodman, 1984).
KESIMPULAN
Penggunaan ketamin-xylazine sebagai obat bius aman digunakan pada monyet ekor panjang , memberikan relaksasi otot yang baik, mulai terbius dalam waktu relatif singkat, dengan terbius selama lebih dari satu jam sehingga memberikan waktu yang cukup untuk melakukan pemeriksaan kesehatan.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pengelola obyek wisata alas kedaton atas ijin yang diberikan untuk pengambilan sampel,

DAFTAR PUSTAKA
Batan, I W., S. K. Widyastuti., I. N. Suartha., I.G.M.K. Erawan., I.K. Suatha., P. Wirat. 1997. Perubahan Klinik Pada Kucing Selama Pembiusan Ketamine Dengan Premedikasi Chlorpromazine, Diazepam, dan Xylazine. Laporan Penelitian. Dibiayai dari Dana OPF Universitas Udayana Denpasar.
Benson, G. J., J. C. Thurmon., W. J. Tranquilli., C. W. Smith. 1985. Cardiopulmonary Effects of An Intravenous Infusion of Quaifenesin, Ketamine, and Xylazine In Dogs. Am. J. Vet. Res. Vol. 46 (9) : 1896 – 1898.
Blackshaw, J. K., and D. J. Allan. 1988. Drugs In Behavioural Modification Programs And Strategies For Dogs and Cats. Aust. Vet. Pract. 18 (4) : 166 – 169.
Breese, C. E., and N. H. Dodman . 1984. Xylazine Ketamine Oxymorphone : An Injectable Anesthetic Combination In Swine. Javma. 184 (2) : 182 – 183.
Gandini,G. G. M., R. H. Keffen., R. E. J. Barrough., H. Fleedes. 1986. An Annaesthetic Combination of Ketamine, Xylazine, and Alphaxalone-alphadolone in Oestriches (Struthiocamelus). Vet. Rec. 118 : 729 –730.
Hall, L. W., K. W. Clarke. 1983. Veterinary Annaesthesia, Eight ed. Bailliere Tindall. London.
Haskins, S. C., T. B. Farver, J. D. Patz. 1985. Ketamine In Dogs. Am. J. Vet. Res. 46 (9) : 1855 – 1860
Hellyer, P. W. 1996. General Anesthesia for Dog and Cats. Vet Med. 91 : 314 –325.
Kelawala, N. H., R.R. Parsania .1992. Preliminary Studies on Propofol, Ketamine, and Propofol-Ketamine Anaesthesia in Diazepam Premedicated Goats (Capra hircus) Physiological Profile. Ind. Vet. J. 69 (8) : 725 – 729.
Komulainen, A., and M. E. Olson. 1991. Antagonism of Ketamine-Xylazine Anesthesia in Rats by Administration of Yohimbin, Tolazoline, or 4-Aminopyridine. Am. J. Vet. Res. 52 (4) : 585 – 587.
Kulll, M., Y. Koc., F. Alkan., Z. Ogurtan. 2000. The Effects of Xylazine-Ketamine and Diazepam-Ketamine on Arterial Blood Pressure and Blood Gases in Dogs. J. Vet. Res. 4 (2) : 124 – 132.
Rand, J. S., W. T.Reynolds, J. Priest. 1996. Echocardiographic Evalua-tion of The Effects of Medetomidine and Xylazine in Dogs. Aust. Vet. J.73 : 41 – 44.
Sajuthi, D., T. L. Yusuf., I. Mansjoer, R. P. A. Lelana., I. H. Suparto. 1997. Kursus Singkat Penanganan Satwa Primata Sebagai Hewan Laboratorium. Bali 21 April- 26 April 1997. Denpasar.
Steel, R. G. D., J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik Alih Bahasa Ir Bambang Sumantri. Ed kedua . PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Thompson, J. R., W. H. Hsu., K. W. Kersting. 1989. Antagonistic Effect of Idazoxan on Xylazine Induced central Nervous System Depression and Bradycardia in Calves. Am. J. Vet. Res. 50 (5) : 734 – 735.