Penggunaan Homeopathy pada Fase Peripartal untuk Pencegahan
Mastitis Subklinik pada Sapi Perah
(USING HOMEOPATHY AT PERIPARTAL PHASE IN PREVENTING BOVINE SUBCLINICAL MASTITIS)

AW.Sanjaya, M.Sudarwanto, IWT Wibawan, S.Widodo1)

1)staf Pengajar di Fakultas Kedokteran Hewan – Institut Pertanian Bogor

ABSTRAK

Tigapuluh tiga ekor sapi perah penderita mastitis subklinis dikelompokkan dalam grup A (10 ekor), grup B (12 ekor) dan grup C (11 ekor). Grup A diobati dengan Coenzyme comp® (minggu ke-4 dan 3 a.p), Lachesis comp® dan Traumeel® (minggu ke-1 dan 2 p.p), Coenzyme comp® dan Carduus comp® (minggu ke-3 dan 4 p.p). Grup B diobati dengan Traumeel® dan Mucosa comp® (minggu ke-4 dan 3 a.p), Lachesis comp® dan Traumeel® (minggu ke-1 dan 2 p.p), Coenzyme comp® dan Carduus comp® (minggu ke-3 dan 4 p.p). Grup C adalah plasebo. Kasus mastitis subklinis bagi grup A dan C sangat bervariasi sedangkan grup B memperlihatkan kasus sebesar 33 % dan bertahan konstan sampai akhir pengamatan. Kenaikan jumlah sel somatik susu dari grup A dan B satu minggu setelah terapi terakhir selama 2 minggu (minggu ke- 5–7 p.p) memperlihatkan adanya suatu respon yang nyata terhadap terapi homeopathy. Menjelang kelahiran terjadi peningkatan haptoglobin (Hp) bagi grup B 0.857 mg/ml dan grup A juga plasebo 1.438 mg/ml serta 1.422 mg/ml. Setelah partus sampai akhir pengamatan, grup B memperlihatkan penurunan Hp mencapai 0.074 mg/ml. Kadar Hp darah grup A menurun secara perlahan, kadar terendah dicapai 0.176 mg/ml. Pengamatan produksi susu selama 5 bulan (dari bulan ke-3 sampai ke-7) dalam masa laktasi normal menunjukkan adanya peningkatan 14.5% bagi grup B dan 4.98 % bagi grup A.

Kata kunci : homeopatika, mastitis subklinis, masa peripartal

ABSTRACT
A total of 33 dairy cows suffering from subclinical mastitis were grouped into group A (10 cows), group B (12 cows) and group C (11 cows). They were treated with the combination of homeopathic drugs and placebo, applied at the 4th and 3rd week ante partum (a.p.), and continuing every week postpartum (p.p), for four times. Group A received Coenzyme comp® (in the 4th and 3rd week a.p), Lachesis comp® combined with Traumeel® (1st and 2nd week p.p) and Coenzyme comp® combined with Carduus comp® (3rd and 4th week p.p). Group B received Traumeel® + Mucosa comp® (4th and 3rd week a.p), Lachesis comp®+ Traumeel® (1st and 2nd week p.p) and Coenzyme comp®+ Carduus comp® (3rd and 4th week p.p) and group C as a placebo.The incidence of subclinical mastitis in group A and C appeared irregular. In contrast, group B showed a constant percentage (33.3%). Group A and B showed significant response to the homeopathic drugs, expressed as an increasing of the somatic cell count value. At peripartal phase, haptoglobin increased in group B 0.857 mg/ml and group A as well as placebo 1.438 mg/ml and 1.422 mg/ml. After calving, group B expressed a constant value (0.087 -0.074 mg/ml), while group A rose significantly, the lowest value was 0.176 mg/ml. The milk yield during 5 months observation at the normal lactation (the 3rd - 7th month) increased significantly, with an increasing 14.5% for group B and 4.98 % for group A respectively.

Key words : homeopathicum, subclinical mastitis, peripartum

PENDAHULUAN

Sudarwanto (1995) dan Wibawan et al. (1999) menyatakan bahwa prevalensi kejadian mastitis subklinis di Indonesia adalah 85-90%. Menurut Searcy et al. (1995) mastitis subklinis merupakan problema di peternakan sapi perah karena terjadi kerugian ekonomi yang cukup besar seperti adanya penurunan produksi susu, diperlukan biaya pengobatan bagi sapi sakit, sapi yang berulang terkena mastitis harus dikeluarkan dari peternakan lebih dini (culling), terjadinya penolakan susu akibat adanya residu obat dalam susu atau komposisi susunya yang kurang baik.
Masa peripartal yang berlangsung mulai 4 minggu sebelum dan setelah partus merupakan masa kritis bagi induk, karena kondisi fisiologis induk sangat labil. Perubahan fisiologis yang mendadak yang diakibatkan oleh peningkatan fungsi organ, termasuk hormon, metabolisme, adanya stress serta peningkatan aktifitas sel-sel reproduksi. Semua hal ini akan mempengaruhi sistem mekanisme pertahanan tubuh induk. Menurut Kandefer-Szerszen et al., (1992) penggunaan enersi yang berlebihan menjelang partus mengakibatkan terjadi suatu keseimbangan enersi negatif: Kekurangan enersi ini akan dipenuhi dari cadangan karbohidrat tubuh, protein tubuh, serta cadangan lemak akan dipakai dalam enersi partus dan pembentukan susu oleh induk sapi.
Aktifitas menjelang dan setelah partus tidak saja berpengaruh pada satu sistem, tetapi juga berbagai sistem fisiologis akan terganggu yang akibatkan terjadi gangguan yang bersifat kompleks seperti penggunaan lemak secara berlebihan memungkinkan terjadi perlemakan hati dan meningkatkan pembentukan badan keton.
Pada awal laktasi sebaiknya kondisi kesehatan induk sudah dipersiapkan, karena penggunaan enersi menjelang partus sangat tinggi. Salah satu cara menanggulangi problema kesehatan ternak yang bersifat infeksi ringan dianjurkan dengan Homeopathy. Diharapkan dengan menggunakan homeopatika dalam bentuk kombinasi, akan dapat diperoleh kerja obat bersifat luas serta efektif. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh kombinasi homeopatika yang paling efektif dan pengaruhnya dalam produksi serta kualitas susu, disamping ingin diketahui gambaran profil darah akibat pemberian homeopatika ini .

BAHAN DAN METODA

Penelitian dilakukan di Taurus Dairy Farm Cicurug, Sukabumi. Sebanyak 33 ekor sapi perah FH berada dalam masa laktasi normal (3-6 bulan) dibagi dalam tiga kelompok, grup A 10 ekor, B 12 ekor dan C 11 ekor sapi. Penelitian dilakukan dengan cara “blind methode”.
Pengamatan kesehatan dilakukan dari gambaran darah dan susu dimulai 4 minggu sebelum partus sampai 8 minggu sesudah partus. Umur sapi yang dipakai dalam penelitian adalah antara 2 - 7 tahun.

Status Kesehatan Sapi terhadap Mastitis subklinik
Dilakukan uji saring kesehatan khususnya terhadap mastitis subklinik (MSK) dengan uji IPB-1 serta penghitungan jumlah sel somatik (JSS) menurut metode Breed (Sudarwan-to dan Lukman 1993)
Uji IPB-1
Sejumlah sampel susu dan reagen IPB-1 dalam volume sama dimasukkan dalam paddel, dihomogenkan dengan cara gerakan rotasi horisontal selama 15 detik. Reaksi positip ditampilkan dengan dibentuknya koagulasi oleh suspensi (Sudarwanto, 1998). Penilaian reaksi ini dibagi dalam 4 kategori yakni negatif dimana tidak ada perubahan konsistensi atau suspensi bersifat homogen. Apabila suspensi sedikit kental/ tidak homogen dinilai positif ringan, selanjutnya bila suspensi menggumpal dinilai sebagai positif 2 dan apabila terjadi penggumpalan yang membentuk suatu massa lendir dinyatakan sebagai positif 3 atau penderita mastitis subklinis berat dan merupakan problema kandang.
Perhitungan Jumlah Sel Somatik (JSS)
Sebanyak 0.01 ml susu dibuat preparat ulas pada bidang seluas 1 cm2 kemudian diwarnai dengan methylen blue Löeffler (metode Breed). Penghitungan dilakukan di bawah mikroskop 100×10 dengan lapang pandang sebanyak 10-15 kali, hasil rataan jumlah sel somatik di kalikan faktor mikroskop menghasilkan JSS sampel susu tersebut. Sampel susu dengan JSS melebihi 400000/ml masuk kategori penderita mastitis subklinik. Sampel susu dengan uji IPB-1 negatif dan JSS di bawah 400000/ml dinyatakan sebagai hewan sehat.
Analisa Haptoglobin Darah
Serum darah sapi digunakan untuk menganalisa haptoglobin dengan metoda ELISA. Darah diambil dua kali sebelum partus dan 4 kali setelah partus dengan selang 2 minggu sekali. Darah diambil dari vena jugularis dan hal ini dilakukan setelah sapi diperah tetapi sebelum disuntik homeopatikum.
Produksi Susu
Data produksi susu diperoleh dari laporan bulanan peternakan yaitu diambil selama 5 bulan produksi laktasi normal yaitu sebelum penelitian dan selama penelitian berlangsung sampai 5 bulan. Kualitas susu diamati dua kali seminggu mulai minggu ke 3 –7 setelah partus.
Alur Kerja
Pemberian homeopatikum dilakukan secara subkutan dengan dosis 5 ml. Grup A diberi homeopatika kode A, grup B dengan kode B dan grup C kode C. Setelah selesai evaluasi dan pengumpulan data, kode homeopatika baru diketahui dari Fa. Heel.
Sapi diobati dengan homeopatika dalam bentuk kombinasi dan plasebo, pada minggu ke-4 dan 3 sebelum partus (a.p) dan setiap minggu selama 4 minggu berturut-turut setelah partus (p.p).Grup A diobati dengan Coenzyme comp®(minggu ke-4 dan 3 a.p), Lachesis comp® dan Traumeel® (minggu ke-1 dan 2 p.p), Coenzyme comp® dan Carduus comp® (minggu ke-3 dan 4 p.p). Grup B diobati dengan Traumeel® dan Mucosa comp®(minggu ke-4 dan 3 a.p), Lachesis comp® dan Traumeel® (minggu ke-1 dan 2 p.p), Coenzyme comp® dan Carduus comp® (minggu ke-3 dan 4 p.p). Grup C adalah plasebo yang mengandung NaCl fisiologis steril.
Pengambilan sampel susu pemerahan sore (pukul 14.00) dilakukan dua kali seminggu yaitu setelah partus pada minggu ke-3 sampai dengan minggu ke-8. Sedangkan sampel darah diambil di saat pemerahan selesai tetapi sebelum terapi diberikan yaitu pada minggu ke-4 dan 3 sebelum partus selanjutnya minggu ke-1, 3, 5 dan ke-7 setelah partus.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Insidensi Mastitis subklinik
Analisa kasus mastitis subklinik dilakukan dengan uji IPB-1. Gambaran kasus MSK grup A dan C sangat bervariasi frekuensinya, hal ini petunjuk adanya ketidak stabilan dari kesehatan sapi. Sebaliknya pengamatan grup B selama 5 minggu, kejadian MSK konstan yaitu sebesar 33.3%. Perbedaan perlakuan antara grup A dan B dalam penelitian ini adalah menggunakan homeopatikum Mucosa comp® dimasa ante partum. Hal ini memperlihatkan bahwa Mucosa comp® yang diberikan pada masa peripartum, memiliki efek mempersiapkan jaringan untuk kelahiran dan menyembuhkan jaringan yang sakit, disamping itu akan dirangsang fungsi kerja organ serta diperbaiki kerusakan jaringan mukosa.
Daya kerja Coenzyme comp® sebagai katalisator perantara, pemicu sel-sel intraseluler pernafasan juga berperan sebagai modulator enzim pernafasan (Internatio-nale Gesselschaft, 1998). Traumeel® bersifat meredakan proses peradangan (anti infla-masi) dan merangsang aktifitas fagosit. Secara invivo dan invitro dibuktikan bahwa Traumeel® melepaskan oksigen radikal dari granulosit netrofil yang aktif dan juga menghalangi terjadi proses peradangan (Wagner 1986). Aktifitas biologis Lachesis comp® terutama merangsang proses mitogenesis sel limfosit T maupun B.
Jumlah Sel Somatik (JSS)
Semua sapi penelitian secara berkala diamati kasus kejadian mastitis subklinik dengan menghitung jumlah sel somatik susu yang ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Sel Somatik dalam susu sapi penderita Mastitis Subklinik

Jumlah Sel Somatik dalam susu sapi penderita Mastitis Subklinik

Satu minggu setelah terapi terakhir (minggu ke-5 post partus) grup A dan B memper-lihatkan peningkatan jumlah sel somatik. Kenaikan JSS disebabkan karena adanya peningkatan lekosit dalam darah oleh suatu rangsangan fisiologis. Menurut Sinell dan Neuschulz (1965) 75% peningkatan JSS dalam susu diakibatkan efek pemberian Lachesis comp® dan Traumeel®. Lachesis comp® dikenal sebagai imunostimulansia yang merangsang mitogenesis dari limfosit dan meningkatkan aktifitas fagositosis (Internationale Gesselschaft, 1998). Grup C memperlihatkan peningkatan JSS pada akhir penelitian yaitu >400000 sel/ml.
Peningkatan sel somatik dalam susu disebabkan oleh suatu infeksi, karena 98% lekosit darah masuk kedalam susu untuk memusnahkan bakteri kausa infeksi. Disamping itu peningkatan JSS dalam susu dapat terjadi secara alamiah akibat dimulainya laktasi (Eastridge dan Hoblet 1992).
Haptoglobin (Hp)
Haptoglobin (Hp) sapi adalah suatu bentuk glikoprotein asal dari α-2 fraksi globulin serum (Knura, 2000). Haptoglobin merupakan salah satu parameter dari akut fase respon yang dibentuk saat terjadi peradangan atau infeksi. Akut fase respon adalah suatu reaksi dini dari pertahanan tubuh sebelum dibentuk kekebalan humoral (Eckersall dan Conner, 1988). Kejadian partus menyebabkan terjadi peningkatan kadar Hapto-globin darah pada semua grup pengamatan, ini merupakan parameter dari kejadian peradangan. Pengamatan pada minggu ke-1 p.p. memperlihatkan bahwa konsentrasi Hp grup B adalah 0.86 mg/ml dan grup A 1.44 mg/ml yang hampir sama besarnya dengan plasebo (1.42 mg/ml). Minggu ke-3 setelah partus, grup B mempunyai nilai Hp dalam kategori normal/sehat yakni 0.08 mg/ml sampai di akhir pengamatan, sedangkan konsentrasi Hp bagi grup A cenderung meningkat (0.51 mg/ml).
Fürll et al. (2001) menemukan kalau seminggu setelah sapi partus konsentrasi Hp meningkat menjadi 0.73 mg/ml diikuti dengan penurunan konsentrasi yang bersifat konstan sebesar 0.04 mg/ml. Hal yang sama dilaporkan oleh Uchida et al. (1993), bahwa konsentrasi Hp pada fase peripartum adalah 1.0 mg/ml. Kombinasi homeopatika yang digunakan dalam penelitian memperlihatkan kalau sapi grup B berada dalam kontrol baik, yakni kesehatan induk telah dipersiapkan menjelang kelahiran. Hal ini dinyatakan oleh konsentrasi Hp grup B yang rendah dan konstan setelah 3 minggu partus sampai akhir pengamatan. Bagi grup A dan plasebo terlihat adanya peningkatan konsentrasi Hp darah di saat partus maupun post partus (Tabel 2).

Tabel 2. Konsentrasi Haptoglobin (mg/ml) dalam plasma darah sapi dengan perlakuan pemberian homeopatika bentuk kombinasi

Konsentrasi Haptoglobin (mg/ml) dalam plasma darah sapi

Jumlah Produksi Susu
Pengaruh pemberian homeopatika terhadap produksi susu masa laktasi normal yang diamati selama 5 bulan (laktasi bulan 3 –7) sebelum dan 5 bulan setelah terapi homeopathy diamati. Sapi-sapi yang menerima perlakuan homeopathy memperlihatkan peningkatan dari produksi susu bagi grup A sebesar 4.98 % dan grup B 14.5%(Tabel 3).
Produksi susu grup B memperlihatkan adanya kenaikan produksi susu yang bersifat relatif konstan dan hal ini sejalan dengan rendahnya insidensi kasus MSK pada grup B (33.3%) selama penelitian. Perbedaan penggunaan homeopatika grup A dan B adalah pada aplikasi minggu ke- 4 dan 3 sebelum partus (a.p) yaitu dengan pemberian Mucosa comp® dan Traumeel® untuk grup B. Kombinasi homeopatika Mucosa comp®. dan Traumeel® mempunyai efek mempersiapkan dan memperbaiki kerusakan mukosa sel epitel saluran reproduksi saat berlangsung partus dan sel epitel ambing. Kerusakan jaringan merupakan sumber masuknya infeksi sedangkan infeksi pada kelenjar ambing adalah salah satu penyebab turunnya produksi susu. Menurut Sudarwanto (1999) ada hubungan antara kesehatan ambing dengan jumlah produksi susu serta kualitas susu.

Tabel 3. Pengamatan produksi susu laktasi normal bulan ke-3 sampai ke-7 sebelum dan sesudah penggunaan homeopatika bentuk kombinasi

Pengamatan produksi susu laktasi normal

Masa kritis kejadian mastitis subklinik adalah di masa peripartal, yakni 3 minggu sebelum partus sampai 8 minggu setelah partus. Perubahan fisiologis induk sapi semasa fase peripartal nyata sebagai pemicu kejadian dari mastitis subklinik. Semasa terjadi ketidak seimbangan fisiologis tubuh (akibat gangguan metabolisme pada masa kritis), bila diberi homeopatika akan diperbaiki fungsi sel-sel organ tubuh. Homeopathy tidak hanya mengeliminasi simptom penyakit tetapi juga mempengaruhi kerja sel dan mengatur kondisi homeostatik individu (Schwartz et al., 1998). Diharapkan penggunaan bentuk kombinasi homeopatika memberi potensi sinergis yang memiliki efek kerja spektrum luas.
Mekanisme kerja dan farmakokinetika pada tahap molekul dari bahan homeopatika yang digunakan secara kombinasi, sampai sekarang belum jelas. Terapi homeopathy harus diterima sebagai suatu pengobatan bersifat intergratif.
Penggunaan homeopatika dalam kontrol mastitis subklinik sangat berguna, sebab prinsip homeopathy adalah makin cepat obat mencapai organ sakit, kemungkinan persembuhan makin besar (Dorenkamp, 2000). Umumnya pada kasus mastitis subklinik sebagian besar perubahan terjadi di bagian permukaan mukosa sel epitel kelenjar ambing, sedangkan Mucosa comp ® dan Traumeel® memiliki daya persembuhan khusus di sel mukosa. Hal inilah yang menjelaskan mengapa penggunaan kombinasi Mucosa comp® dan Traumeel® memiliki efek nyata dalam menekan kasus mastitis subklinik.

KESIMPULAN
Kombinasi Mucosa comp® Traumeel®, Lachesis comp® Coenzyme comp® dan Carduus comp® bagi sapi grup B mempunyai kemampuan lebih baik dalam menekan insidensi MSK, juga dalam peningkatan produksi susu dibandingkan sapi grup A.
Kontrol MSK terbaik dilakukan pada masa peripartal sebagai periode kritis dimana terjadi keseimbangan enersi negatif.
Terapi homeopathy yang dilakukan secara kombinasi, bermanfaat karena ada kecenderungan untuk saling berinteraksi antar obat yang dipergunakan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikan pada PT Taurus Dairy Farm, Cicurug Sukabumi, yang memperkenankan kami menggunakan sapi FH laktasi normal untuk penelitian dan Firma HEEL Baden-Baden Germany atas bantuan obatan Homeopatika.

PUSTAKA
Dorenkamp B 2000 Zur homöopathischen Behandlung von Rindermastitiden. Groß-tier-praxis 6:26–34

Eastridge ML, Hoblet KH. 1992. Somatic cells in milk. http://www.inform.umd.edu EdRes/TopiAgrEnv/ndd/milking/ somaticcells.html [June 2000]

Eckersall PD, Conner J. 1988. Bovine and canine acute phase proteins. Vet.Res.Com 12:169-178

Fürll M, Müller D, Wilken H, Gruys E, Krügger M. 2001. Haptoglobin and CRP in healthy cows with varying milk yield during early lactation. 2nd European Colloquium Animal Acute Phase Proteins. May 11-13th 2001 pp 11-12. Uni Bonn.

Internationale Gessellschaft für Biologische Medizin e.V. 1998. Ordinatio Antihomo- toxica et Materia Medica. 6.Auflage. Baden-Baden

Kandefer-Szerszen M, Filar J, Szuster-Ciesielska A, Rzeski W. 1992. Suppresion of interferon response of bovine leukocytes during clinical and subclinical ketosis in lactating cows. Deutsch tierärztl Wochenschr 99 : 440-443.

Knura-Dreszczka S.2000. Bewertung von Haptoglobin als Parameter zur Einschätzung des Gesundheitsstatus von Mastschweinen [dissertation] Hannover. UniBonn.

Schwartz GER, Russek LG. 1998. The plausibility of homeopathy: the systemic memory mechanism. Integrative Med 2: 53-59

Searcy R., O. Reyes, G. Guajardo. 1995. Control of Subclinical bovine mastitis . British Homeopathic Journal. April 1995 vol. 84 : 67-70.

Sinell HJ, Neuschulz J. 1965. Zum vorkom-men von Leukozyten in der Milch von gesunden Kühen. Milchwirtsch 20 : 344-351.

Sudarwanto M. 1995. Mastitis pada Sapi Perah. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 7-8 Nov 1995.

———————1998. Pereaksi IPB-1 sebagai Pereaksi Alternatif untuk Mendeteksi Mastitis Subklinis. Media Veteriner 5(1) : 1-5

———————-1999. Usaha peningkatan produksi susu melalui program pengendalian mastitis subklinik [Orasi Ilmiah Guru Besar tetap Ilmu Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH-IPB], Inst Pertanian Bogor. Bogor:

Uchida E, Katoh H, Takahashi K. 1993. Appearance of haptoglobin in serum from cows at parturition. J Vet Med Sci 55 : 893-894.

Wagner H. 1986. Die Beeinflussung der Phagozytose fähigkeit von Granulozyten durch homöopathischer Arzneipräparate in vitro test und kontrolierte Einfachblind studien. Arzneim Forsch Res 36:1421-1425.

Wibawan IWT, Harlina E, Sudarwanto M, Zarkasie K. 1999. Preparasi vaksin polivalen terhadap mastitis subklinik sebagai pendekatan baru dalam penanggulangan mastitis pada sapi perah [laporan Hibah Bersaing VII DIKTI-DIKNAS]