Tue 29 Nov 2005
Respon Fagositosis Leukosit Pada Mencit Yang Mengalami Sepsis Akibat Diinfeksi Oleh Streptococcus Equi Subsp.Zooepidemicus Secara Eksperimental
Posted by iwanhu under Jvet Vol 6(2) 2005( PHAGOCYTIC RESPONSE IN SEPTIC MICE EXPERIMENTALLY CAUSED BY STREPTOCOCCUS EQUI SUBSP. ZOOEPIDEMICUS INFECTION )
IWAN H.UTAMA1, FACHRIYAN H. PASARIBU2, I WAYAN T. WIBAWAN2, ENDHIE D. SETIAWAN3, DAN AIDA L.T. ROMPIS1
1Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Bali; E-mail : [email protected]., 2Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.,
3Balai Penelitian Veteriner, Bogor
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh sepsis pada mencit yang diakibatkan oleh Streptococcus equi subsp. zooepidemicus terhadap respon fagositosis leukositnya. Sebanyak sepuluh ekor mencit masing-masing diinokulasi oleh 0,1 ml suspensi isolat Streptococcus equi subsp. zooepidemicus berkapsul (lima ekor) dan tidak berkapsul (lima ekor) dengan dosis 108 sel / 0,1 ml secara subkutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri berkapsul menyebabkan timbulnya gejala klinis berupa bulu berdiri, lesu dan kepincangan lebih cepat dari bakteri tidak berkapsul. Kedua jenis bakteri tidak menyebabkan perbedaan pada aktivitas fagositosis (P>0,05) leukosit polimorf dan monosit mencit. Sedangkan kapasitas fagositosis leukosit memperlihatkan peningkatan yang nyata, (P
Kata kunci : Respon fagositosis leukosit, Streptococcus equi subsp. zooepidemicus
ABSTRACT
This research was conducted to study the phagocytic response of leucocytes in septic mice caused by Streptococcus equi subsp. zooepidemicus. Ten mice were divided into two groups. One were inoculated with 0,1 ml encapsulated bacteria and other with 0,1 ml unencapsulated ones. All inoculation route were subcutaneous. Results showed the encapsulated bacteria caused clinical symptoms such as lameness, fatigue, faster than unencapsulated ones. Both encapsulated and unencapsulated bacteria caused no significant differences in phagocytic activity of polimorphonuclear leucocytes and monocytes (P>0.05). But the phagocytic capacity of both leucocytes were increased significantly after 21 hours post inoculation with encapsulated bacteria (P
Key words : Leucocyte phagocytic response; Streptococcus equi subsp.
zooepidemicus
PENDAHULUAN
Mekanisme infeksi patogen pada mahluk hidup (teristimewa hewan dan manusia) merupakan masalah yang menarik untuk dikaji, karena mekanisme ini melibatkan jaringan komunikasi molekuler dalam mahluk hidup (Lehninger, 1990). Streptococcus zooepidemicus (sekarang Streptococcus equi Subsp. zooepidemicus menurut Farrow dan Collins, 1984; Jorm et al. 1994) merupakan salah satu bakteri patogen yang selama ini diketahui menyerang kuda (Moore dan Byrans, 1969; Norcross, 1969). Beberapa pengamatan lanjut menunjukkan bahwa bakteri ini juga menyerang manusia (Barnham et al. 1987; Barnham et al., 1989), bahkan menyerang babi dan kera (Dharma, 1994; Dartini et al., 1994; Utama et al., 1999).
Penelitian ini bertujuan mengamati respon fagositosis dari leukosit mencit yang diinfeksi secara eksperimental oleh Streptococcus equi Subsp. zooepidemicus isolat asal babi dan kera.
MATERI DAN METODA
Penelitian ini menggunakan isolat bakteri yang didapat dari kasus klinis pada babi di lapangan. Semua isolat telah diuji dan dikarakterisasi sebagai Streptococcus equi subsp. zooepidemicus grup C menurut Lancefield (Utama et al., 1999). Semua isolat dibiakkan pada media agar darah domba 5% dan media cair Todd Hewitt (Difco, USA) selama 18 jam pada suhu 37oC. Ekspresi fenotip isolat diamati berdasarkan kekeruhan supernatan media cair yang ditumbuhinya. Kekeruhan ini berkaitan dengan keberadaan kapsul pada permukaan sel bakteri (Utama, 1998; Wibawan dan Laemmler, 1990; Wibawan dan Laemmler, 1994). Dari hasill pengamatan tersebut, dipilih dua tipe isolat yang berkapsul (asal babi) dan tidak berkapsul (asal kera).
Suspensi media cair kemudian dicuci dengan menggunakan larutan garam setimbang fosfat (PBS) 0,14 M dingin sebanyak dua kali pencucian (Utama, et al., 1999). Isolat yang telah dicuci kemudian disuspensikan kembali dalam larutan PBS 0.14M dan diukur konsentrasinya hingga mencapai 109 sel / ml (Wibawan dan Laemmler, 1992). Sebanyak 0,1 ml suspensi ini kemudian diinokulasi kepada lima ekor mencit (galur Balb-C) dengan rute subkutis (Vecht et al., 1992), dan perubahan klinis yang tampak diamati serta dicatat. Pengambilan contoh darah dilakukan saat 1, 2, 6, 21 jam pasca inokulasi dan saat hewan sekarat / sudah mati (36 sampai 56 jam) pasca inokulasi dengan cara memotong sedikit ujung ekor mencit yang kemudian dibuat sediaan ulas darah dan diwarnai dengan pewarna Giemsa (Coles, 1980). Evaluasi terhadap virulensi bakteri dilakukan dengan cara menilai :
Kapasitas fagositosis didefinisikan sebagai jumlah bakteri yang ditelan oleh 50 sel PMN atau monosit yang memperlihatkan adanya bakteri di sitoplasmanya (Wibawan dan Laemmler, 1994). Analisis data dilakukan dengan uji t Student menurut Sokall dan Rohlf (1991). Sedangkan Aktivitas fagositosis didefinisikan sebagai : Jumlah leukosit polimorf (PMN) atau monosit yang menelan bakteri per 100 sel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mencit yang diinokulasi oleh Streptococcus equi subsp. zooepidemicus berkapsul mulai memperlihatkan gejala klinis berupa kelesuan mulai 21 jam pasca inokulasi. Gejala klinis semakin jelas memasuki 36 jam pasca inokulasi berupa bulu berdiri, hipersensitif terhadap sentuhan dan hewan mulai berjalan tidak stabil. Gejala ini merupakan salah satu gejala demam dan sepsis, terbukti dari dijumpainya bakteri pada sediaan ulas darah tepi (Gambar 1). Adanya ketidakstabilan berjalan disebabkan oleh arthritis dan meningitis (Utama. Data belum dipublikasi). Gejala klinis semakin menghebat memasuki hari ke tiga (56 jam pasca inokulasi) dimana hewan praktis sudah tidak bisa berjalan lagi.
Gambar 1. Keadaan sepsis akibat infeksi Streptococcus equi subsp. zooepidemicus pada mencit. Perhatikan adanya monosit yang aktif (bervakuolisasi) dan terdapat pseudopodia untuk mengnatisipasi keberadaan bakteri dan toksinnya dalam darah (sepsis). Pewarnaan Giemsa, pembesaran 1000x.
Sedangkan hewan yang diinokulasi bakteri tidak berkapsul memperlihatkan gejala klinis lebih dari 56 jam pascainfeksi (sekitar 120 – 210 jam) dan mati setelah lebih dari 2 minggu pasca inokulasi.
Berbeda nyata (P
Gambar 2. Kapasitas fagositosis Streptococcus equi subsp. zooepidemicus oleh leukosit polimorf dan monosit mencit. Perhatikan perbedaan nyata yang tampak antara 21 jam pasca inokulasi dan sesudah hewan mati.
Dari sediaan ulas darah tampak bahwa kapasitas fagositosis leukosit polimorf dan monosit meningkat saat 21 jam pasca inokulasi dan menurun saat hewan sekarat / sudah mati, yaitu 36 sampai 56 jam pasca inokulasi (Gambar 2).
Tampaknya gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi eksperimental Streptococcus equi subsp. zooepidemicus pada mencit praktis hampir sama dengan yang ditimbulkan pada kera yang diinfeksi secara eksperimental (Indriastati, 1996) dan juga pada babi yang terinfeksi secara alami (Dharma, 1994; Dartini et al., 1994). Hal ini mengarah pada kesimpulan bahwa bakteri tersebut mungkin mampu menimbulkan gejala serupa pada hewan lain. Selain itu, mencit juga berpeluang dijadikan hewan model untuk infeksi eksperimental Streptococcus equi subsp. zooepidemicus dengan berbagai tujuan seperti kajian patogenesis, termasuk pengembangan vaksin. Semua ini tentunya masih perlu pembuktian lebih lanjut.
Infeksi Streptococcus equi subsp. zooepidemicus pada mencit tidak menyebabkan perubahan aktivitas leukosit polimorf dan monosit terhadap bakteri tersebut (P>0,05). Hal ini berarti komponen seluler atau ekstraseluler bakteri tersebut tidak menyebabkan peningkatan atau penurunan agresifitas leukosit dan monosit. Ini merupakan salah satu mekanisme yang banyak dimiliki oleh patogen seperti parasit dan bakteri agar keberadaannya dalam tubuh inang sesedikit mungkin memancing aktivitas pertahanan inang tersebut (Mims, 1982; Hastowo. Informasi lisan). Meskipun demikian, kemampuan leukosit dan monosit dalam menelan bakteri (kapasitas fagositosis) ini tampak meningkat, terutama saat 21 jam pasca inokulasi. Tampaknya tidak ada korelasi antara aktivitas dan kapaasitas fagositosis dalam penelitian ini. Hal ini perlu mendapat perhatian bahwa Streptococcus equi subsp. zooepidemicus tidak menggertak aktivitas lekosit untuk menelannya.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa Streptococcus equi subsp. zooepidemicus tahan berada dalam leukosit dan monosit. Jadi bakteri ini memiliki sifat antifagositik (Causey et al., 1995; Utama et al., 2000). Chanter et al (1993) melaporkan juga fenomena serupa yang dimiliki oleh Streptococcus suis dalam kemampuannya menimbulkan meningitis pada babi. Tampaknya mekanisme ketahanan tersebut menjadikan leukosit dan monosit sebagai pembawa Streptococcus equi subsp. zooepidemicus agar dapat menyebar ke organ lain seperti limfonodus, limpa dan hati (Wibawan, 2003. Informasi lisan)
Tampaknya ini merupakan sistem pertahanan non spesifik yang mampu dilakukan inang terhadap serangan Streptococcus equi subsp. zooepidemicus. Meskipun demikian, sistem tersebut tidak banyak menolong, karena semua mencit yang diinfeksi mati setelah 36 sampai 56 jam pasca inokulasi.
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan terjadi peningkatan kapasitas fagositosis leukosit selama 21 jam pascainfeksi oleh bakteri tidak berkapsul serta penurunan kapasitas fagositosis leukosit oleh bakteri berkapsul. Proses ini terjadi hingga hewan sekarat atau mati.
PUSTAKA
Barnham, M., A. Ljungren dan M Mc. Intyre. 1987. Human infection with Streptococcus zooepidemicus (Lancefield group C) : Three case reports. Epid. Inf. 98 : 183-190.
_________., J. Kerby, R. S. Chandler, dan M. R. Millar. 1989. Group C streptococci in human infection : A study of 308 isolates with clinical correlations. Epid. Inf. 102 : 379-390.
Causey, R. C., D. L. Paccamonti dan W. J. Todd. 1995. Antiphagocytic properties of uterine isolates of Streptococcus zooepidemicus and mechanism of killing in freshly obtained blood of horses. Am. J. Vet. Res. 56 : 325-328.
Chanter, N., P. W. Jones dan T. J. L. Alexander. 1993. Meningitis in pigs caused by Streptococcus suis : A speculative review. Vet. Microbiol. 36 : 39-55.
Coles, E. H. 1980. Veterinary clinical pathology. 3rd Ed. W. B. Saunders, Co. U.S.A.
Dartini, N. L., Suharsono, I G. A. Ekaputra, N. Dibia, D. M. N. Dharma dan K. E Supartika. 1994. Karakterisasi Streptococcus sp. yang diisolasi dari letupan penyakit pada babi dan kera di Propinsi Bali. Makalah untuk Kongres XII dan Konferensi Ilmiah VI Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia di Surabaya.
Darma, D. M. N. 1994. Wabah streptokokosis pada babi dan kera di Bali. Bul. Informasi Laboratorium Veteriner balai Penyidikan Penyakit Hewan Wilayah VI Bali 1/2 : 1-2.
Farrow, J. A. E., dan M. D. Collins. 1984. Taxonomic studies on streptococcus of serological group C, G and I and possibly related taxa. Syst. Appl. Microbiol. 5 : 483-493.
Indrisatati, S. A. 1996. Aspek zoonosis Streptococcus equi subsp. zooepidemicus asal wabah penyakit babi. THESIS Magister Sains Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jorm, L. R., D. N. Love dan G. N. Bailey. 1994. Genetic structure of populations of beta hemolytic Lancefield group C streptococci from horses and their association of disease. Res. Vet. Sci. 57 : 292-299.
Mims, C. A. 1982. The pathogenesis of infectious disease. 3rd Ed. Academic Press, London.
Moore, B. O. dan J. T. Byrans. 1969. Antigenic classification of group C animal streptococci. J. Am. Vet. Med. Assoc. 155 : 416-421.
Norcross, N. L. 1969. Comments on antigenicity of the group C streptococci. J. Am. Vet. Med. Assoc. 155 : 414-415.
Sokall, R. R. dan F. J. Rohlf. 1991. Pengantar biostatistika edisi ke 2. (Terj. Dr. Ir. Nasrullah). Gajah Mada University Press.
Utama, I. H., I W. T. Wibawan, F. H. Pasaribu dan A. L. T. Rompis. 1999. Studi Respon Imunologis terhadap Streptococcus equi subsp. zooepidemicus sebagai landasan pencegahan wabah streptokokosis pada babi. Laporan Penelitian Hibah Bersaing VI/1-2/ 1997-1999.
Utama, I. H., A. Girindra, F. H. Pasaribu, I W. T. Wibawan, E. D. Setiawan dan G. Ashadi. 2000. Respon fagositosis leukosit polimorf babi (in vitro) terhadap Streptococcus equi subsp. zooepidemicus. J. Vet. 1 : 1-6.
Vecht, U., H. J. Wisselink, J. E. Dijk dan H. E. Smith. 1992. Virulence of Streptococcus suis type 2 strains in newborn germ free pigs depends on phenotype. Infect. Immun. 60 : 550-556.
Wibawan , I W. T. dan Ch. Laemmler. 1990. Properties of group B streptococci with protein surface antigens X and R. J. Clin. Microbiol. 28 : 2834-2836.
____________________________. 1992. Relationship between group B streptococcal serotypes and Cell surface hydrophobicity. J. Vet. Med. B-39 : 376-382.
____________________________. 1994. Relation between encapsulation and various properties of Streptococcus suis. J. Vet. Med. B-41 : 453-459.