Hubungan Konsentrasi Ion Kalium dengan Jumlah Bakteri
dan Sel Somatik dalam Susu Serta Skor California
Mastitis Test pada Domba

(RELATIONSHIP BETWEEN MILK POTASSIUM ION CONCENTRATION AND BACTERIAL CELL COUNT, SOMATIC CELL COUNT AND CALIFORNIA MASTITIS TEST SCORE IN LACTATING EWES)

ADRIANI 1) DAN W. MANALU 2)
1)Fakultas Peternakan, Universitas Jambi , Kampus Pinang Masak Km 15. Mandalo Darat - Jambi. Telp. 0741-52907 dan 2) Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor

ABSTRAK
Tiga puluh dua ekor domba laktasi telah diamati selama 12 minggu laktasi untuk melihat hubungan antara konsentrasi ion kalium dalam susu dengan jumlah bakteri dan sel somatik (SCC) serta skor california mastitis test (CMT) dalam upaya pencarian suatu metode alternatif untuk mendeteksi mastitis subklinis secara cepat. Sampel susu diambil sekali seminggu pada pemerahan pagi hari selama 12 minggu laktasi. Parameter yang diukur adalah konsentrasi ion kalium, jumlah bakteri dan jumlah sel somatik (SCC) dan california mastitis test (CMT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan jumlah bakteri dan sel somatik dalam susu sangat erat kaitannya dengan konsentrasi ion kalium dalam susu (P

Kata kunci : Ion kalium, jumlah sel somatik (SCC), jumlah bakteri, california mastitis test domba laktasi

ABSTRACT
Thirty two lactating ewes were observed for 12 weeks to study the relationship between the concentration of milk potassium ion and the total bacterial count, somatic cell count and the scores of Californian mastitis test (CMT) in an effort to design an alternative method of detecting subclinical mastitis. Milk samples were collected weekly in the morning and tested for 12 weeks during lactation period. Parameters used in the study were the concentration of milk potassium ion, total bacterial cell count, somatic cell count, and CMT scores. The result showed that the increase in bacterial cell count and somatic cell count was closely related with the increase in the concentration of milk potassium ion (

Keywords: Potassium ion, somatic cell count, bacterial cell count, california mastitis test, lactating ewes

PENDAHULUAN
Mastitis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak menimbulkan kerugian pada usaha ternak perah. Di Amerika kerugian akibat mastitis mencapai 2 milyar dolar per tahun (Hurley dan Morin, 2004), sementara di Indonesia penurunan produksi susu bisa sampai 25% (Departemen Pertanian, 1984). Tingkat mastitis subklinis di Bogor berkisar antara 80 dan 87% (Ananto, 1994). Pengobatan mastitis klinis secara tuntas masih sulit dilakukan, dan biaya pengobatannya juga relatif mahal. Pada sapi perah, mastitis sudah sangat sering diteliti, dan beberapa metode standar untuk mendeteksi penyakit tersebut tersedia. Banyak metode yang umum digunakan untuk mendeteksi mastitis seperti perhitungan jumlah sel somatik (somatic cell count, SCC), california mastitis test (CMT) (Peris et al., 1990; Gonzalo et al.,1992; Gonzalez-Rodriquez, 1996; Fthenakis, 1996; Swartz, 2004)
Mastitis terbagi dua yaitu mastitis klinis dan subklinis (Schalm et al., 1971; Fthenakis, 1995), Mastitis klinis mudah terdeteksi karena terjadi perubahan pada ambing dan susu yang dihasilkan, sementara pada mastitis subklinis tidak terdapat perubahan pada ambing, namun apabila dilakukan pemeriksaan air susu baru bisa diketahui adanya mastitis subklinis. Mastitis subklinis akan lebih mudah diobati dibandingkan dengan mastitis klinis. Agar mastitis subklinis bisa diketahui lebih awal, dilakukan pencarian metode alternatif selain metode-metode yang sudah ada.
Konsentrasi ion kalium dalam susu dapat dijadikan sebagai indikasi untuk mendeteksi kejadian mastitis subklinis lebih awal, karena kandungan ion kalium intraseluler lebih tinggi (140 - 157 meq/l) dibandingkan dengan ekstraseluler (5 - 14 meq/l) (Frandson, 1986; Ganong, 1989). Jika sel epitel ambing mengalami kerusakan baik akibat infeksi maupun akibat luka, sel tersebut akan pecah dan ion kalium yang tadinya berada di dalam sel akan masuk ke lumen kelenjar susu dan bercampur dengan air susu. Masuknya ion kalium dari sel yang pecah ke dalam susu akan meningkatkan konsentrasi ion kalium dalam susu.
Penelitian ini dirancang untuk mencari hubungan antara konsentrasi ion kalium dalam susu dengan jumlah sel somatik, jumlah bakteri dan california mastitis test sebagai upaya untuk mengembangkan suatu metode alternatif yang lebih peka untuk mendeteksi mastitis subklinis pada ternak laktasi, dengan menggunakan domba sebagai hewan model.

MATERI DAN METODE
Sebanyak 32 ekor domba Priangan laktasi telah diamati selama 3 bulan laktasi. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan dilakukan sekali seminggu pada pemerahan pagi hari. Sebelum pemerahan, domba percobaan diinjeksi terlebih dahulu dengan 0.3 IU oksitosin secara intramuskuler untuk memastikan bahwa semua susu yang ada di dalam kelenjar ambing dapat dipanen. Setelah penyuntikan, ambing dibersihkan dengan kain lap basah yang telah dicelupkan ke dalam larutan antiseptik untuk mencegah agar susu tidak tercemar oleh mikroba yang berasal dari sekitar puting dan ambing.
Pengambilan sampel susu dilakukan sekali seminggu. Untuk uji mastitis dengan CMT, pengujian langsung dilakukan di kandang pada saat akan memulai pemerahan. Kemudian sebanyak 10 ml sampel susu diambil dari total susu yang diperah dari setiap ekor domba untuk digunakan dalam analisis SCC, jumlah bakteri dan konsentrasi ion kalium. Sampel susu tersebut dimasukkan ke dalam tabung steril yang telah diberi label untuk identifikasi. Tabung yang berisi sampel itu dimasukkan ke dalam termos berisi es untuk mencegah perkembangbiakan mikroorganisme sebelum analisis sampel.
Kalium susu ditentukan dengan menggunakan atomic absorption spectrophotometry (AAS, Varian Type, AA30). Sepuluh mililiter susu disentrifus dengan kecepatan 1000 rpm selama 30 menit untuk memisahkan skim dan krim susu. Sebanyak 2 ml skim susu diambil kemudian ditambahkan dengan 2 ml TCA 24%. Campuran itu disentrifus lagi pada kecepatan 1000 rpm selama 30 menit untuk memisahkan protein susu. Supernatan yang diperoleh diencerkan 400 x dengan air bebas mineral (ion) dan diukur dengan menggunakan AAS pada panjang gelombang 766.5 nm.
Jumlah sel somatik dan jumlah bakteri susu masing-masing dihitung dengan menggunakan metode Breed dan Prescott (Schalm et al., 1971) yaitu 0,01 ml susu diletakkan di atas gelas objek yang sudah bebas lemak dan diberi tanda pengenal. Gelas objek diletakkan di atas cetakan bujur sangkar 1 x 1 cm2 dengan menggunakan sebuah ose siku. Contoh susu tadi disebarkan sesuai dengan bidang 1 x 1 cm2. Kemudian dikeringkan di udara 10 – 15 menit dan difiksasi di atas api, kemudian preparat tersebut dicelupkan ke dalam alkohol ether (ana) selama 5 menit untuk membuang lemak susu dan diwarnai dengan larutan methylen blue loeffler selama 3 menit. Secara hati-hati preparat yang telah diwarnai tersebut dibilas dengan air. Preparat itu kemudian dicelupkan ke dalam alkohol 96% untuk membersihkan bahan pulasan yang tidak terikat, kemudian dikeringkan di udara atau dengan kertas penghisap untuk selanjutnya dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 x (objektif) dengan menggunakan minyak imersi.
California mastitis test ditentukan dengan cara mereaksikan 2 ml susu dengan 2 ml reagen CMT yang mengandung arylsulfonate di dalam paddel. Kemudian campuran tersebut digoyang-goyang membentuk lingkaran horizontal selama 10 detik. Reaksi ini ditandai dengan ada tidaknya perubahan pada kekentalan susu, kemudian ditentukan berdasarkan skoring CMT yaitu (-) tidak ada pengendapan pada susu, (+) terdapat sedikit pengendapan pada susu, (++) terdapat pengendapan yang jelas namun jel belum terbentuk, (+++) campuran menebal dan mulai terbentuk jel, serta (++++) jel yang terbentuk menyebabkan permukaan menjadi cembung. Untuk memudahkan perhitungan statistik maka lambang-lambang tersebut diberi nilai masing-masing, untuk lambang (-) nilainya 1, (+) nilainya 2, (++) nilainya 3, (+++) nilainya 4 dan (++++) nilainya 5 untuk tiap puting susu.
Hubungan antara konsentrasi ion kalium dalam susu dengan jumlah sel somatik, jumlah bakteri dan CMT diuji dengan menggunakan regresi linier sederhana (Steel dan Torrie, 1993)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi ion kalium dalam susu meningkat dengan peningkatan jumlah sel somatik (SCC) dalam susu (P

Gambar 1. Hubungan antara konsentrasi ion kalium dan jumlah sel somatik (SCC) dalam susu domba

Dari seluruh pengamatan dalam sampel susu diperoleh kisaran konsentrasi ion kalium dari 211.2 sampai 789.5 ppm (dengan rataan 472.5  128.2 ppm). Sementara kisaran SCC adalah 24.3 sampai 364.5 x 103 sel/ml (dengan rataan 105.7  59.1 x 103 sel/ml). Jumlah dan persen peningkatan SCC pada berbagai interval konsentrasi ion kalium dalam susu disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Sel Somatik (SCC) dan Peningkatan SCC pada Berbagai Interval Konsentrasi Ion Kalium dalam Susu Domba

Interval ion kalium (ppm) SCC (x 103 sel/ml) Peningkatan SCC (%)

201 – 300 75.6 10.3
301 – 400 93.3 12.1
401 – 500 102.1 13.6
501 – 600 112.3 15.6
601 – 700 167.4 22.9
701 – 800 186.7 25.5

Pada Tabel 1 terlihat bahwa derajat perubahan konsentrasi ion kalium dalam susu lebih luas dibandingkan dengan peningkatan jumlah sel somatik. Peningkatan SCC per interval peningkatan konsentrasi ion kalium yang sama meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi ion kalium. Peningkatan konsentrasi ion kalium sebesar 50% diikuti dengan peningkatan jumlah SCC sebesar 10.3 sampai 25.5% (masing-masing dari interval konsentrasi ion kalium 201-301 dan 701-800 ppm). Dengan demikian konsentrasi ion kalium dalam susu lebih sensitif untuk mendeteksi mastitis terutama mastitis subklinis.
Peningkatan ion kalium dalam susu sejalan dengan kerusakan sel-sel sekretoris kelenjar ambing baik karena infeksi maupun akibat penuaan sel. Konsentrasi ion kalium intraseluler (140 - 157 meq/l) lebih tinggi dibandingkan dengan ekstraseluler (5- 14 meq/l) (Frandson, 1986; Ganong, 1989). Jika bakteri menginfeksi kelenjar ambing, sel leukosit akan bergerak masuk ke lumen susu dengan cara merusak sel sekretoris kelenjar ambing (Collier, 1985; Nickerson, 1999; Akers, 2002), sehingga ion kalium yang tadinya ada di dalam sel akan keluar bergabung bersama susu di lumen yang mengakibatkan peningkatan konsentrasi ion kalium susu.
Penelitian Morgante et al. (1986) mengatakan bahwa pada domba yang tidak terinfeksi rataan SCC adalah 56.7  45.2 x 103 sel/ml, sedangkan pada domba yang terinfeksi rataaan SCC adalah 259.2  112.2 x 103 sel/ml. Jika mengacu pada penelitian ini, kisaran konsentrasi ion kalium pada domba yang tidak terinfeksi adalah 201 sampai 500 ppm, dan domba yang berada antara tidak terinfeksi dan terinfeksi adalah 501 sampai 600 ppm, sementara untuk domba yang terinfeksi kisaran konsentrasi ion kalium dalam susu adalah 601 sampai 800 ppm. Dari data ini kelihatan bahwa kisaran konsentrasi ion kalium dalam susu domba yang tidak terinfeksi lebih luas dibandingkan dengan pada domba yang terinfeksi yang memberikan ketelitian yang lebih tinggi dalam mendeteksi keadaan mastitis subklinis maupun klinis.
Konsentrasi ion kalium meningkat dengan peningkatan jumlah bakteri dalam susu (P Tabel 2. Jumlah Bakteri Susu dan Peningkatan Bakteri pada Berbagai Interval Konsentrasi Ion Kalium dalam Susu Domba

Interval ion kalium (ppm) Jumlah bakteri (x 103 sel/ml) Peningkatan jumlah bakteri (%)

201 – 300 506.7 6.7
301 – 400 825.2 10.9
401 – 500 909.1 11.9
501 – 600 1152.9 15.2
601 – 700 1997.3 26.3
701 – 800 2202.0 28.9

Pada Tabel 2 terlihat bahwa derajat perubahan konsentrasi ion kalium dalam susu lebih luas dibandingkan dengan peningkatan jumlah bakteri. Peningkatan jumlah bakteri per interval peningkatan konsentrasi ion kalium yang sama meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi ion kalium dalam susu. Peningkatan konsentrasi ion kalium sebesar 50% diikuti dengan peningkatan jumlah bakteri sebesar 6.7 sampai 28.9% (masing-masing dari interval konsentrasi ion kalium 201-301 dan 701-800 ppm). Dengan demikian, konsentrasi ion kalium dalam susu lebih sensitif untuk mendeteksi keadaan mastitis terutama mastitis subklinis bila dilihat dari jumlah bakteri dalam susu.

Gambar 2. Hubungan antara konsentrasi ion kalium dan jumlah bakteri dalam susu domba

Konsentrasi ion kalium dalam susu meningkat sesuai dengan peningkatan keparahan mastitis menurut california mastitis test dengan persamaan Y = - 1.8 +0.0082 X, r = 0.41 (Gambar 3). Peningkatan CMT sejalan dengan peningkatan jumlah sel yang terdapat di dalam susu. CMT merupakan reaksi antara reagen yang mengandung arylsulfonate dengan DNA yang membentuk masa gel (Schalm et al., 1971; Fthenakis, 1995). Jika mengacu pada penelitian Morgante et al. (1996) maka kandungan ion kalium dalam susu di atas 601 ppm sudah termasuk ke dalam ambing yang terinfeksi dengan nilai CMT ++/+. Peningkatan konsentrasi ion kalium yang tertinggi terjadi pada saat CMT ++/+++ dan +++/++ yaitu pada saat kedua puting sudah positif dua atau lebih (Tabel 3). Dari data ini kelihatan bahwa konsentrasi ion kalium dalam susu juga sangat erat kaitannya dengan CMT.

Gambar 3. Hubungan antara konsentrasi ion kalium dalam susu domba dan skor california mastitis test

Peningkatan CMT dari ++/+ menjadi ++/++ diikuti dengan peningkatan konsentrasi ion kalium yang tinggi (dari 574.7 menjadi 622.7 ppm). Peningkatan CMT berikutnya disertai dengan peningkatan ion kalium dalam susu yang secara konstan tinggi. Hasil ini sekali lagi menunjukkan bahwa konsentrasi ion kalium dalam susu sangat sensitif untuk mendeteksi mastitis baik yang subklinis maupun yang klinis berdasarkan CMT. Dalam penelitian ini tidak ditemukan kasus mastitis dengan skor +++/+++, ++++/+++ dan ++++/++++, sehingga data konsentrasi ion kalium dalam susu untuk kasus tersebut tidak ada.
Tabel 3. Skor CMT dan Rataan Konsentrasi Ion Kalium serta Peningkatannya dalam Susu Domba

Skor CMT Rataan konsentrasi ion kalium (ppm) Peningkatan ion kalium (%)

-/- (1) 401.96 12.2
+/- (2) 503.72 15.4
+/+ (3) 542.16 16.5
++/+ (4) 574.16 17.5
++/++ (5) 622.69 19.0
+++/++ (6) 637.65 19.4

* Angka dalam kurung adalah skor yang digunakan untuk analisis regresi

SIMPULAN
Konsentreasi ion kalium dalam susu dapat dijadikan salah satu metode untuk mendeteksi mastitis subklinis dan klinis secara lebih awal dengan ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan dengan SCC, jumlah bakteri dan CMT. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan penggunaan deteksi konsentrasi ion kalium dalam susu untuk mendeteksi mastitis dengan cara yang lebih praktis di lapangan.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini sebagian didanai oleh TMPD dan Proyek RUT III. Untuk itu diucapkan terima kasih banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Akers, R.M. 2002. Lactation and the Mammary Gland. Iowa State University Press/ Ames.
Ananto, D. 1994. Prevalensi Mastitis Subklinis Beberapa Kecamatan di Kabupaten Dati II Bogor dengan Menggunakan Pereaksi IPB I dan Breed. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Collier, R.J. 1985. Nutritional, metabolic, and environmental aspects of lactation. Dalam B.L. Larson. Lactation. Iowa State University Press/ Ames. pp: 80-128.
Departemen Pertanian. 1984. Alas karet untuk sapi perah. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 6 (1): 1-3.
Frandson, R.D. 1986. Anatomy and Physiology of Farm Animals. 4th ed. Lea and Febiger. Philadelphia.
Fthenakis, G.C., 1995. California mastitis test and whiteside test in diagnosis of subclinical mastitis of dairy ewes. Small Rumin. Res. 16:271-276.
Fthenakis, G.C. 1996. Somatic cell counts in milk of Welsh-Mountain, Dorset-Horn and Chaos ewes throughout lactation. Small Rumin. Res. 20:155-162.
Ganong, W.F. 1989. Review of Medical Physiology. Appleton & Large. San Francisco.
Gonzalez-Rodrigues, M.C. and P. Carmenes. 1996. Evaluation of the california mastitis test as a discriminate method to detect subclinical mastitis in ewes. Small Rumin. Res. 21:245-250.
Gonzalo, C., J.A. Baro, J.A. Carriedo and F.S. Frimitivo. 1992. Use of the fossomatic method to determine somatic cell counts in sheep milk. J. Dairy Sci. 76:115-119.
Hurley, W.L and D.E. Morin. 2004. Lactation Biology. http.//elasses.acos.uiuc. edu/AnSci.308/Mastitisa.html. ( 12 Maret, 2004).
Morgante, R., S. Ranucci, M. Pauselle, C. Casoli and E. Duranti. 1996. Total and differential cell count in milk of primiparous Comisana ewes without clinical signs of mastitis. Small Rumin. Res. 21:245-250.
Nickerson, S.C. 1999. Host resistance mechanisms to mastitis. Dalam H.H.V. Horn and C.J. Wilcox. Large Dairy Herd Management. American Dairy Science Association. Sovay. pp: 464-474.
Peris, C., P. Molina, N. Fernandez, M. Rodriques and A. Torres. 1990. Variation in somatic cell count, California mastitis test, and electrical conductivity among various fractions of ewes milk. J. Dairy Sci. 74:1553-1560.
Schalm, O.W., E.J. Carrol and N.C. Jain. 1971. Bovine Mastitis. Lea and Febiger. Philadelphia.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia. Jakarta.
Swartz, H.A. 2004. Mastitis in the ewes, State Sheep. Goat and Small Livestock Specialist. http://www/case-agwarld.com/cAw.Lumast.html. (12 Maret 2004)