Thu 15 Feb 2007
Produksi Imunoglobulin Y Spesifik Antitetanus Pada Ayam
Posted by admin under Jvet Vol 7(1) 2006Produksi Imunoglobulin Y Spesifik Antitetanus Pada Ayam
(PRODUCE SPECIFIC IMMUNOGLOBULIN Y (IG Y) ANTITETANUS IN CHICKEN)
.
I NYOMAN SUARTHA1, I WAYAN TEGUH WIBAWAN2,
IMAN BAYU PRAKOSO DARMONO2
1)Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Denpasar;
2)Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogor
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk memproduksi Immunoglobulin Y (Ig Y) dalam kuning telur yang spesifik terhadap Toksoid Tetanus. Lima ekor ayam petelur komersial berumur 20 minggu digunakan dalam studi ini. Ayam tersebut diinjeksi secara intramuskular dengan dosis konsentrasi bertingkat (15, 100, 200, 300 Lf). Satu minggu setelah vaksinasi, keberadaan dari antibodi pada serum diperiksa dengan metode immunodifussion. Antibodi yang spesifik terhadap toksoid tetanus dalam serum terdeteksi seminggu setelah vaksinasi terakhir sedangkan antibodi yang spesifik terhadap toksoid tetanus dalam kuning telur terdeteksi setelah dua minggu. Selain dengan immunodifusi, ELISA juga dipakai untuk mendeteksi antibodi di dalam serum dan kuning telur. Hasil penelitian menunjukan reaksi spesifik antara IgY dengan toksoid tetanus dengan rataan total pada serum sebesar 12.568 ± 5,537 IU dan pada kuning telur 32,289 ± 13,220 IU. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ayam berpotensi untuk dipakai sebagai sumber antibodi anti-tetanus.
Kata-kata kunci : Immunoglobulin Y (Ig Y), Toksoid Tetanus, Immunodiffusion, ELISA.
ABSTRACT
A study on the production of Y immunoglobulin (IgY) specific to tetanus toxin was carried in the yolk of chicken eggs. Five 20 week-old hens of commercial layers were injected seven times intraperitoneally with various concentration (15, 100, 200, and 300 lf) of tetanus toxoid at one week interval. One week following the immunization, the antibody against tetanus toxoid were examined by immunodiffusion technique. Antibody specific to tetanus toxoid was detected in serum one week after the last vaccination. In egg yolk, antibody specific to tetanus toxoid was detected two week after the last injection. The antibody in serum and in the yolk was also examined by ELISA. There was a close relation between the mean titer of antibody specific to tetanus toxoid detected in serum (12.568 ± 5,537 IU ) and that detected in yolk (32,289 ± 13,220 IU). In conclusion, chicken egg yolk is a potential mean for the production of anti-tetanus serum in the future.
Key Words : Immunoglobulin Y (IgY), Tetanus Toxoid, Immunodiffusion, ELISA.
PENDAHULUAN
Kekhawatiran akan kejadian tetanus pada manusia masih mendapat perhatian yang serius, khususnya pada saat terjadi proses perlukaan. Hal yang sama juga terjadi pada kesehatan hewan. Terutama pada kawasan kebun binatang atau kawasan wisata dengan obyek binatang. Penggunaan kandang yang sempit, daya dukung kawasan yang terbatas akan mempermudah kejadian luka (Suartha et al. 2002). Hal yang sama juga sangat rentan dialami oleh praktisi kesehatan hewan di lapangan, terutama yang bertugas di wilayah terpencil, serta daerah pasca bencana seperti Aceh (Soeharsono, 2005).
Produksi ATS saat ini umumnya dilakukan pada kuda, yakni dengan menyuntikkan toksoid tetanus pada kuda yang terpilih. Prosedur produksi antibodi tersebut menyebabkan cekaman. Cekaman terjadi (1) saat melakukan imunisasi pada hewan dan (2) saat pengambilan darah untuk preparasi antibodi (Svendsen et al. 1995). Masalah yang sering muncul pada produksi ATS pada kuda adalah : 1) Penyuntikan toksoid yang berulang dan terus menerus menyebabkan respon pembentukan antibodi spesifik terhadap toksoid kurang baik. Titer antibodinya sering rendah dan tidak konsisten. 2) Penyuntikan toksoid yang terus menerus menyebabkan terjadinya amiloidosis pada kuda-kuda yang digunakan. Hal ini menyebabkan penderitaan kronis pada kuda yang digunakan. Endapan amiloid sering dijumpai pada organ limpa, limfoglandula dan organ limfoid lainnya. 3) Produksi ATS pada kuda sangat mahal.
Penggunaan ayam untuk produksi antibodi (IgY) diharapkan dapat mengurangi resiko itu dan digunakan sebagai sumber antitetanus karena ayam merupakan sumber produksi antibodi (Ig Y) yang sangat baik. Sehingga ayam selain sebagai sumber protein hewani juga sebagai pabrik produksi antibodi ( van Regenmortel, 1993; Lach, et al., 1986). Biaya produksi imunoglobulin pada ayam sangat murah (Warr dan Higgins 1993; Makvandi dan Fiuzi 2002).
Pemanfaatan Ig Y untuk pengobatan dan pencegahan penyakit telah banyak dilaporkan seperti terhadap penyakit Marek (Kermani-Arab et al. 2001), penyakit influenza (Bogoyavlensky et al. 1999), salmonelosis (Lee et al. 2002; Babu et al. 2003). Bovine rotavirus (Kuroki et al., 1993). Helicobacter pylori (Shin et al. 2004). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan ayam membentuk kekebalan terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman clostridium tetani penyebab penyakit tetanus.
METODE PENELITIAN
Produksi IgY pada ayam
Produksi Ig Y menggunakan 5 ekor ayam betina dewasa (jenis Isa brown) siap bertelur yang dipelihara dalam kandang batterai dan diberi makanan komersial standar dan air minum secara ad libitum. Hewan coba diimunisasi dengan toksoid tetanus (produksi PT Biofarma Bandung) dengan dosis bertingkat (Tabel 1) (Guidolin et al. 1998; Matos et al. 2002) masing-masing secara intra muskular. Seminggu sebelum dan setelah penyuntikan toksoid, semua hewan coba diambil darahnya melalui vena daerah sayap menggunakan spuite. Darah dalam spuite diinkubasikan dalam suhu 370 C atau suhu kamar selama 1 jam kemudian diinkubasikan dalam suhu 40 C selama 24 jam. Serum dipisahkan, kemudian dilakukan deteksi antibodi spesifik terhadap toksoid dan titernya .
Minggu ke -
Dosis Toksoid Tetanus (LF)/ ekor Ayam
1
2
3
4
5
1*
15
15
15
15
15
2*
15
15
15
15
15
3*
15
15
15
15
15
4*
15
15
15
15
15
5**
I00
100
100
100
100
6***
200
200
200
200
200
7***
300
300
300
300
300
Keterangan :
LF : Limit Flocculation
*imunisasi setiap minggu selama 3 hari berturut – turut tanpa adjuvan
** toksoid dicampur dengan Freund’s adjunvan komplit
*** toksoid dicampur dengan Freund’s adjuvan inkomplit
Uji Imunodifusi
Uji ini disebut uji AGP (agar gel presipitation). Medium dibuat dari campuran 0,4 g agarose (Serva, Jerman), 1,2 g polietilin glikol 6000 (Merck, Jerman), 20 ml aqudes dan 20 ml PBS dengan pH 7,2 (Merck). Campuran tersebut ditangas pada air mendidih sampai jernih. Dengan menggunakan pipet 10 ml, agar cair tersebut dituang di atas petridis atau cetakannya dan dibiarkan sampai mengeras. Setelah mengeras dibuat lubang-lubang untuk tempat antigen dan antiserum dengan menggunakan alat gel puncher. Ke dalam lubang-lubang tersebut diisikan antigen (lubang tengah) dan antiserum dilubang sekitarnya. Sediaan kemudian diletakkan di tempat yang lembab, kemudian diamati terjadinya presipitasi setelah disimpan selama 24 jam. Adanya garis presipitasi menunjukkan antara antiserum dan antigen tersebut terjadi reaksi homolog (Wibawan et al., 2003).
Teknik ELISA
Teknik Double antigen enzyme linked immunosorbent assay (DAELISA) digunakan untuk mengetahui aktivitas IgY, terutama untuk mengetahui antibodi yang aktif dari keseluruhan fraksi IgY dan menghitung konsentrasi antibodi. Prinsip dari DAELISA adalah satu lengan antibodi berikatan dengan antigen yang dipakai melapisi mikrotiter sedangkan satu lengan lain dari antibodi yang masih bebas berikatan dengan antigen yang telah dilabel biotin. Jumlah antibodi yang mampu berikatan dengan antigen yang dilabel biotin direaksikan dengan enzim conjugate streptavidin dan warna yang timbul dari substrat diukur dengan ELISA reader. Secara lebih detail teknik DAELISA adalah sebagai berikut:
Polisterin Mikrotiter plate (NUNC-IMMUNOSORP maxisorb; Nunc Denmark code no 439454) dilapisi dengan 100 uL antigen toksoid tetanus. Konsentrasi larutan yang diinginkan adalah 0,1 Lf/ml dalam 0,1 M NaHCO3, pH 9,5. Plate kemudian diinkubasikan selama 1 jam pada suhu 37oC dan digoyang-goyangkan atau selama 24 jam pada suhu 4oC. Plate kemudian dicuci sebanyak tiga kali dengan 0,15 M NaCl, 0,02 M NaHPO4, 0,05 % Tween 80, pH 7,2 (PBS-T) yang khusus digunakan sebagai larutan pencuci dalam ELISA. Plate kemudian diblok dengan 125 uL Bovine serum albumin 0,5% dalam 0,1 M NaHCO3, pH 7,2 selama 1 jam pada suhu 37oC diatas Shaker. Pemblokan dilakukan untuk mencegah antibodi berikatan dengan tempat yang berada diluar tempat ikatan. Kemudian plate dicuci sebanyak tiga kali dengan PBS-T dan 100 uL sampel dan antitetanus serum referen (0,5 IU/ml) yang telah dilarutkan dalam PBS-T pH 7,2 berisi 0,5% BSA dan 0,05% Tween 80 ditambahkan ke setiap lubang sampai lubang 11 dari plate yang dibuat duplikat atau triplikat. Lubang no 12 diisi buffer sebagai blanko. Plate diinkubasikan selama dua jam dalam suhu ruangan di atas shaker, setelah itu dicuci lagi sebanyak tiga kali dengan PBS-T. Selanjutnya 100 uL toksoid tetanus dilabel biotin (pengenceran 1/1000) dimasukkan ke dalam lubang plate dan diinkubasikan selama satu jam pada suhu ruangan di atas shaker, kemudian ditambahkan 100 uL HRP-streptavidin (Gibco cat. No 19534-015) (pengenceran 1/3000). Plate diinkubasikan selama satu jam pada suhu ruangan. Tambahkan substrat TMB (tetramethylbenzidine, Sigma T2885) dalam etanol peroksidase. Reaksi itu dihentikan setelah 10 menit, dengan menambahkan 100 uL 2M H2SO4 dan plate dibaca dengan spectraMax panjang gelombang 450nm (Kristiansen et al. 1997; Azhari et al., 1999).
Analisis Data
Data hasil penelitian yang diperoleh di analisis secara statistik menggunakan program SPSS 10 for windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi IgY pada ayam
Semua ayam yang digunakan tidak mengadung titer antibodi terhadap tetanus, hal ini buktikan dengan reaksi negatif (tidak terbentuk garis presipitasi) dalam uji Immunodiffusion (Gambar 1). Antibodi pada serum mulai terdeteksi seminggu setelah penyuntikan terakhir dari toksoid (minggu ke dan antibodi mulai tidak terdeteksi pada beberapa ayam setelah minggu ke 12 (Tabel 2). Sedangkan antitetanus pada telur mulai dikoleksi dan terdeteksi minggu kedua setelah penyuntikan toksoid terakhir.
Pada Tabel 2. terlihat bahwa respon antibodi terhadap toksoid tetanus pemunculannya sangat lambat dan perlu imunisasi secara berulang dan menggunakan adjuvan. Imunisasi secara intravena tanpa menggunakan adjuvan pemunculan titer terhadap toksoid pada serum lebih lambat dan perlu konsentrasi antigen lebih besar (Suartha et al., 2004). Beberapa peneliti melaporkan penggunaan antigen bakteri utuh dicampur dengan adjuvan mampu menimbulkan titer yang tinggi pada ayam dan dan titer tetap tinggi pada serum sampai enam bulan (Carlander 2002). Rawendra (2005) melaporkan penggunaan agen bakteri utuh EPEC galur K11 yang disuntikan secara intra vena tanpa adjuvan, titer antibodi pada serum ayam masih terdeteksi sampai minggu ke delapan. Penggunan antigen bakteri utuh tanpa adjuvan yang disuntikkan secara intra vena juga mampu merangsangsang respon imun yang baik pada kelinci (Suartha et al., 2000). Peranan adjuvan dalam hal ini sangat penting untuk mempertahankan konsentrasi antigen tetap konstan untuk merangsang respon antibodi terutama dalam penggunaan antigen metabolit. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Behn et al. (1996). Sedangkan Chang et al. (1999) melaporkan bahwa imunisasi secara intra muskular mampu meningkatkan antibodi 10 kali lebih tinggi dibandingkan imunisasi secara subcutan.
Tabel 2. Hasil Uji Imunodifusi IgY pada Serum dan Telur Ayam
Minggu ke
Serum
Telur
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
0*
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1**
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2**
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3**
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4**
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5**
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6**
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
7**
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
8**
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
9
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
10
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
11
-
+
-
+
+
+
+
+
+
+
12
-
-
-
+
+
-
+
-
+
+
Keterangan
* kontrol negatif (ayam belum divaksinasi)
** Belum Dilakukan Koleksi Telur
+ Terdapat garis Presipitasi pada AGPT
Tidak Terdapat Garis Presipitasi pada AGPT
Adjuvan berfungsi sebagai molekul protein pembawa antigen untuk membentuk komplek lebih besar sehingga menjadi lebih imunogenik. Adjuvan juga memperlambat pelepasan dan degradasi antigen (efek depot) sehingga memberikan waktu yang cukup pada sistem imun untuk merespon antigen. Pelepasan sejumlah kecil antigen secara konstan memberikan kesempatan sistem imun merespon antigen menjadi lebih lama. Penggunaan adjuvan juga dapat merangsang makrofag melalui aktivasi dan meningkatkan proses pagositosis dengan cara mempengaruhi limfosit untuk melepaskan monokin (Behn et al. 1996). Lambatnya pemunculan antibodi pada serum terhadap toksoid karena toksoid merupakan metabolit sehingga cepat dipecah oleh enzim dalam tubuh (Emsley et al. 2000), sehingga konsentrasi antigennya menjadi rendah dan tidak cukup mampu untuk merangsang respon antibodi secara maksimal (Roitt 2003).
Gambar 1. Hasil uji imunodifusi IgY Ayam. (1) serum , (2) telur, (3) toksoid
Tetanus. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya garis presipitasi antara
toksoid tetanus (3) dengan sampel (1; 2)
Hasil positif pada telur terdeteksi seminggu setelah hasil positif dari serum, hal ini terjadi karena diperlukan waktu dari sirkulasi sampai menuju dan terakumulasi pada telur. Carlander (2002) melaporkan antibodi terdeteksi tiga sampai empat hari pada telur setelah pemunculan antibodi pada serum, sedangkan Davis dan Revees (2002) melaporkan setelah lima sampai tujuh hari. Keberadaan antibodi dalam kuning telur disiapkan untuk memberikan kekebalan maternal pada anak ayam setelah menetas. Proses transfer antibodi pada telur terdiri atas dua tahap. Pertama, IgY ditransfer dari serum menuju kuning telur dengan proses yang analog dengan proses transfer antibodi (IgY) pada fetus melalui plasenta pada mamalia. Kedua, transfer antibodi (IgY) dari kantung embrio kepada embrio yang sedang berkembang. Konsentrasi IgY dalam kuning telur konstan selama proses pematangan oosit pada telur yaitu sekitar 10 – 20 mg/ml (Carlander, 2002).
Hasil uji AGPT dikonfirmasi untuk mengetahui titernya dengan metode Double Antigen ELISA. Rataan total kadar Ig Y pada serum darah yaitu 12.568 ± 5,537 IU dan pada kuning telur 32,289 ± 13,220 IU, secara statistik menunjukan titer kuning telur berbeda nyata lebih besar daripada serum (p
SIMPULAN
Produksi IgY antitetanus pada ayam memerlukan bantuan adjuvan untuk dicampur dengan toksoid dan terbentuknya Imunoglobulin yang spesifik terhadap toxoid tetanus pada telur menunjukkan bahwa ayam memiliki peluang sebagai sumber produksi ATS.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, atas bantuan biaya penelitian melalui Proyek Penelitian Hibah Bersaing XII dengan Surat Perjanjian kontrak No : 028/P4T/DPPM/PHBXII/III/2004 Tanggal 1 Maret 2004
DAFTAR PUSTAKA
Azhari, A., N.D. Thinh, J. Vandenberg.1999. Optimization and Interlaboratory Comparison of Two Double Antigen Immunoassays for The Determination of Diphtheria Anti-toxin in Animal Sera. RIVM.
Babu, U., M. Scott, M. J. Myres, M. Okamura, D. Gaines, H. F. Yancy, H. Lillehoj, R. A. Heckert, R. B. Raybourne. 2003. Effects of live attenuated and killed salmonella vaccine on t-lymphocyte mediated immunity in laying hens. Vet. Immun. And Immunopathol. 91:39-44.
Behn, I., U. Hommel, M. Oertel, S. Hauschild. 1996. Kinetics of IgY formation after immunisation of hens with different protein antigens. ALTEX 13: 18-21.
Bogoyavlensky, A. P., V. E. Bersin,V. P. Tolmachva. 1999. Immunogenicity of influenza glycoprotein with different forms of supramolecular organization in hens. Balt. J. Lab. Anim. Sci. 4:99-105.
Bruggemann, H., S. Baumer, W. F. Fricke, A. Wiezer, H. Liesegang, I. Decker, C. Herzberg, R. M. Arias, R. Merkl, A. Henne, G. Gottschalk. 2003. the genome sequence of Clostridium tetani, the causative agent of tetanus disease. PNAS. 100(3):1316-1321.
Carlander, D. 2002. Avian IgY antibody. Invitro and invivo. Dissertation. Acta Universitatis Upsaliensis. Upsala
Chang, H.M., R. F. Ou-Yang, Y. T. Chen, C. C. Chen. 1999. Productivity and some properties of immunoglobulin specific against streptococcus mutans serotype c in chicken egg yolk (IgY). J. Agric. Food Chem. 47: 61-66.
Davis. C. R. Reeves. 2002. High value opportunities from the chicken egg. A report for the rural industries research and development corporation. RIRDC Pub.
Guildolin, R., M. A. Stephano, J. F. Morais, E. H. Sakaguti, S. M. A. Prado, F. Fratelli, M. D. C. Vancetto, H. G. Higashi. 1998. Production of an effective anti-ibothrops- tetanus mixed hyperimmune serum of equine origin. J. Venom. Anim. Toxins. 4(1):252-260.
Kermani-Arab, V., T. Moll, B. R. Cho, W. C. Davis, Y.S. Lu. 2001. Effects of Ig Y antibodi on the development of marek’s. disease. Avian Dis 20: 32 – 41.
Kristiansen, M., H. Aggebeck, I. Heron. 1997. Improved ELISA for determination of anti-diphtheria and/or anti-tetanus antitoxin antibodies in sera. APMIS 105: 843-853.
Kuroki, M., Y. Ikemori, H. Yokohama, R. C. Peralta, F. C. Icatlo Jr., and Y. Kodama. 1993. Passive protection against bovine rotavirus-induced diarrhea in murine model by specific immunoglobulins from chicken egg yolk. Vet. Microbiology. 37: 135-146.
Lee, E. N., H. H. Sunwoo, K. Menninen, J. S. Sim. 2002. In vitro studies of chicken egg yolk antibody (IgY) against Salmonella enteritidis and Salmonella typhimurium. Poult Sci. 81(5):632-641.
Losch, U., I. Schranner, R. Wanke, and L. Jurgen. 1986. The chicken egg, an antibodi source. Journal of Veterinary Medicine. B33: 609 – 619.
Makvandi, M., R. Fiuzi. 2002. Purification of anti-HbsAg from egg yolks of immunized hens and its application for detection of HbsAg. Arch Iranian Med. 5 (2) : 91 – 93.
Matos, D. C. S., R. Marcovistz, P. H. Cabello, R. A. Georgini, D. Sakauchi, L. L. da Silva. 2002. Immunogenicity test of tetanus component in adsorbed vaccines by toxin binding inhibition test. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro. 97(6): 909-913.
Rawendra, R. 2005. Imunoglobulin Y (IgY) water soluble fraction (WSF) kuning telur kering beku antienteropatogenic Escherichia coli (EPEC). Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Regenmortel, M. H. V. 1993. Eggs as protein and antibodi factory. Dalam proceedings of the European symposium on the quality of poultry meat. Tours , France INRA . pp 257 -263..
Roitt, I. M. 2003. Imunologi.Essential immunology. Alih bahasa Dr Alida Harahap, SpPK, PhD.; Dr Liliana Kurniawan, MSc, DTMH, APU.; DR. Dr Samsuridjal Djauzi, SpPD.; Prof. Dr. Siti Boedina Kresno, SpPK.; Prof. DR. Dr. Yoes Prijatna Dachlan, MSc. Edisi 8.Cetakan I. Widya Medika. Jakarta.
Schade, R., A. Hlinak. 1996. Egg yolk antibodies, state of the art and future prospects. ALTEX. 13(5):5-9.
Shin, J. H, I. H. Roe, H. G. Kim. 2004. Production of anti-Helicobacter pylori urease-specific immunoglobulin in egg yolk using an antigenic epitope of H. pylori urease. J Med Microbiol. 53 : 31-34.
Soeharsono. 5 Pebruari 2005. Tetanus serang manusia dan hewan. mewaspadai korban-korban pascatsunami. Kompas : 50 (kolom 1- 5).
Suartha, I. N., I. H. Utama, B. P. Priyosoeryanto, I. W. T. Wibawan.2000. Pembuatan Antibodi Anti-Idiotipe Sebagai Dasar untuk Pembuatan Vaksin terhadap Streptokokus. Media Veteriner. 7 (3): 1 - 4
Suartha, I.N., N L Watiniasih, A. Fuentes. 2002. Kesembuhan luka monyet ekor panjang di obyek wisata wanarawana Padang Tegal Ubud. J. Vet. 3(2) : 50-54.
Suartha, I.N., I.W.T. Wibawan, I.W. Batan. 2004. Studi Tentang Penggunaan Telur Unggas Sebagai “Pabrik Bahan Biologis†Produksi Antibodi Spesifik untuk Imunoterapi dan Imunodiagnostik. Laporan penelitian hibah bersaing XII perguruan tinggi tahun anggaran 2004
Svendsen, L., A. Crowley, L.H. Ostergaard, G. Stodulski, J. Hau. 1995. Develop ment and comparison of purification strategies for chicken antibodies from egg yolk. Lab. Anim. Sci. 45:89–93.
Warr, G. W., D. A. Higgins. 1993. Duck Immunoglobulins : Structure, functions
and melecular genetics. Avian Pathol 22 : 211- 236.
Wibawan, I W. T., T. Djannatun dan L. S. Halimah. 2003. Pengujian teknik koaglutinasi tidak langsung untuk deteksi penyakit unggas. Hibah Bersaing XI 2003 – 2004