Penerapan Teknik Inseminasi Buatan
Dalam Upaya Meningkatkan Populasi Ternak Babi

APPLICATION OF ARTIFICIAL INSEMINATION
IN AN EFFORT TO INCREASE PIG POPULATION

I DEWA KETUT HARYA PUTRA
Laboratorium Fisiologi, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana
Jalan PB Sudirman, Denpasar, 80232.

ABSTRAK
Inseminasi buatan pada babi dipandang menguntungkan karena mampu melipatgandakan keturunan pejantan secara cepat. Semen yang diambil dari pejantan bisa untuk membuahi 20 ekor babi betina. Di samping itu, inseminasi buatan akan menekan pengeluaran biaya untuk pemeliharaan pejantan, meniadakan masalah perkawinan bila ukuran pejantan dan betina sangat jauh, dan memecahkan masalah kekurangan pejantan. Namun, kekurangan inseminasi buatan adalah persentase melahirkan anak yang hanya 50 %, dan derajat fertiltas yang rendah bila semen untuk IB disimpan lebih dari 72 jam; diperlukan saat perkawinan dan teknik inseminasi buatan yang tepat.
Penampungan semen bisa dilakukan dengan vagina buatan atau metode tangan. Konsentrasi spermatozoa babi bisa mencapai 100 sampai 150 juta spermatozoa/ ml semen. Semen diencerkan 1 : 4 atau 1 : 5 pada suhu 37 o C dengan formula pengencer terdiri dari 30% kuning telur, dan 70% larutan 42,6 gram dektrose, 21 gram natrium bikarbonat dalam 1000 ml akuades. Setelah itu, semen disimpan pada suhu 12o sampai 20o C.
Seorang inseminator harus paham tentang puncak berahi babi agar inseminasi buatan berhasil. Waktu inseminasi buatan yang tepat adalah 28 jam setelah mulai berahi. Umumnya inseminasi buatan dilakukan 12 jam setelah reaksi “diam berdiri” dan inseminasi buatan kedua 12 sampai 16 jam kemudian. Bila hanya melakukan sekali inseminasi, inseminasi semen dilakukan 24 sampai 32 jam setelah timbul reaksi “diam berdiri”.
Teknik inseminasi buatan hendaknya meniru semirip mungkin perkawinan alami. Saat babi betina di inseminasi buatan perlu dirangsang secara seksual dan kehadiran pejantan. Kateter inseminasi buatan didorong masuk lewat vagina dan sampai ke mulut serviks lalu diputar sehingga bertaut erat pada servik. Botol yang mengandung semen encer 100 sampai 150 ml ditautkan pada ujung kateter dan semen mengalir masuk ke uterus karena gaya gravitasi. Saat pemasukan semen selama lima sampai sepuluh menit perangsangan seksual terus dilakukan, begitu pula beberapa saat setelah semua semen masuk.

Kata kunci : Inseminasi buatan; babi betina, babi jantan, semen, spermatozoa.

ABSTRACT
Artificial insemination (AI) of pig has an advantage as it can rapidly multiply the offspring of boar. Semen collected from one boar can be used to fertilize up to 20 sows. Beside that, artificial insemination will reduce the maintenance cost of boar, eliminate mating problem, if the boars and sows are very different in size. AI can also eliminate the problem of boar shortages. However, AI has some disadvantages as its birth rate is only about 50%, the conception rate is very low if the semen is kept more that 72 hours, moreover needs it a proper time and technique of insemination.
The collection of semen can be done using artificial vagina or by hand method. The concentration of spermatozoa can be as high as 100 – 150 spermatozoa per ml semen. The semen is diluted 1 : 4 or 1 : 5 at 37o C in diluent consisting of 30% egg yolk, 30 % solution of 42.6 g dextrose, 21 g natrium bicarbonate in 1000 ml aquadest. The mixture of semen is strored at 12 – 30 o C. An artificial insemination of pig needs an inseminator who knows the time of peak estrus in sow. The best time for insemination in pig is 28 hours after the onset of estrus. Generally, first AI is carried out 12 hours after “standing” reaction and repeated 12 – 16 hours thereafter. If only one AI is conducted, the time for insemination is 24 – 32 hours after the appearance of the “standing” reaction.
The AI technique should resemble the natural mating as much as possible. At the time of AI, the sow needs to be sexually stimulated and presenting a boar. The AI catheter is inserted via vagina to reach the mounth of cervix. A bottle containing 100 – 150 ml of diluted semen is attached to the catheter so that the semen will flow directly to uterus. During this period, the sexual stimulation of sows needs to be done continuously.

Key words : Artificial insemination; sow; boar; semen; spermatozoa.
PENDAHULUAN

Inseminasi buatan (IB) pada hewan peliharaan telah dilakukan dari sejak dahulu kala, pada tahun 1780, Lazarro Spallanzani dari Italia telah berhasil melakukan IB pada anjing. Dewasa ini, teknik pengembangbiakan hewan ini telah begitu populer penerapannya pada sapi dan telah dilaksanakan secara berhasil di berbagai negara, termasuk Indonesia. Inseminasi buatan pada sapi pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun enampuluhan, dan atas usaha Direktorat Bina Produksi, Dirjen Peternakan, Departemen Pertanian, IB pada sapi telah diperkenalkan di 13 propinsi, yaitu : Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan (Toelihere, 1979).
Inseminasi buatan pada babi pertama kali diterapkan secara praktis oleh bangsa Jepang pada tahun 1948. Akan tetapi, IB pada babi baru populer di berbagai negara sekitar awal tahun enampuluhan. Nampaknya penerapan IB pada babi itu ada kaitannya dengan kualitas babi yang dipelihara. Di Australia misalnya, walaupun teknik tersebut telah diperkenalkan pada peternak babi di sana sudah lebih dari 20 tahun, penerapannya tidak pernah berhasil secara baik. Teknik tersebut baru banyak diterapkan secara praktis setelah Australia mendatangkan babi pejantan dari Kanada dan Irlandia Utara pada tahun 1981 dan mendatangkan semen beku dari Kanada setahun kemudian. Kini, Australia bahkan telah mampu mengekspor semen beku ke beberapa negara, seperti Fiji, Papua New Guinea, Malaysia, dan Filipina (McIntosh, 1990).
Akhir-akhir ini, usaha pemeliharaan babi di Indonesia, khususnya di daerah Bali, berkembang secara pesat dan melibatkan pemeliharaan babi unggul, seperti persilangan Large White dengan Landrace dan babi bantuan presiden (banpres). Pemeliharan jenis babi unggul ini mungkin dapat merangsang minat peternak untuk menerapkan teknik IB pada babi guna membantu perkembangan usaha pemeliharaan babi. Lagi pula, adanya sarana angkutan udara yang sangat baik akan sangat memudahkan usaha pemasukan semen babi dari negara lain, misalnya Australia, bila terdapat keinginan untuk meningkatkan mutu genetik dari babi yang telah ada di daerah Bali ini. Impor semen tentu saja lebih murah biayanya serta lebih gampang prosedur pelaksanaannya daripada mendatangkan pejantan seutuhnya dari negara lain.

MANFAAT INSEMINASI BUATAN PADA BABI

Walaupun dari segi ekonomi arti pentingnya tidak sebesar seperti pada penerapan inseminasi buatan untuk ternak sapi, beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari pelaksanaan program IB pada babi adalah sebagai berikut ini.
Pelipatgandaan secara cepat keturunan dari pejantan yang mempunyai sifat genetis unggul. Melalui penambahan bahan pengencer, semen yang diambil dari seekor pejantan unggul dapat dipakai untuk membuahi 20 ekor betina atau lebih. Dengan IB, dimungkinkan pula penyebarluasan secara cepat jenis babi unggul yang baru diperkenalkan di suatu daerah. Hal ini bahkan bisa dilakukan tanpa mendatangkan pejantan hidup, melainkan cukup dengan mengimpor semennya saja. Dengan demikian, IB merupakan teknik pengembangbiakan yang murah biayanya, bila ingin meningkatkan mutu ternak yang telah ada. Di samping itu, penerapannya relatif aman dari segi penularan penyakit, khususnya bila ingin meningkatkan mutu babi pada peternakan yang secara ketat melakukan pencegahan penularan penyakit.
Penerapan IB dapat mengurangi pengeluaran biaya kandang, makanan, dan lain-lain sehubungan dengan pemeliharaan pejantan. Asalkan program IB bisa terlaksana dengan baik di suatu peternakan babi, pengurangan jumlah pejantan yang dipelihara akan bisa menekan keseluruhan biaya operasional peternakan.
Inseminasi buatan dapat dipakai untuk memecahkan problem perkawinan antara pejantan dan betina yang ukuran tubuhnya sangat berbeda. Dengan demikian, melalui IB seekor pejantan dapat dimanfaatkan selama mungkin untuk mengawini induk.
Inseminasi buatan bisa memecahkan problem kekurangan pejantan di suatu peternakan bila karena suatu hal terjadi kematian pejantan, pejantan sakit, atau tidak bisa berfungsi mengawini betina. Namun, di samping berbagai keuntungan tersebut, terdapat juga kelemahan dari program IB pada babi seperti berikut ini.
Persentase melahirkan anak (farrowing rate) dari induk babi yang diinseminasi dengan semen beku akan lebih rendah dibandingkan dengan induk yang kawin secara alami. Dengan IB, seringkali diperoleh angka melahirkan anak sebesar 50%. Akan tetapi, bila yang dipakai adalah semen segar atau semen yang disimpan kurang dari 72 jam, hasilnya bisa mendekati atau hampir sama dengan yang melalui perkawinan alami (McIntosh, 1989).
Derajat fertilitas ternak akan rendah atau hasil pelaksanaan IB kurang memuaskan bila memakai semen beku yang telah disimpan lebih dari 72 jam, dan saat inseminasi semen, yang kurang tepat atau teknik pelaksanaan IB itu tidak baik.

PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN PADA BABI

Penampungan dan Pengolahan Semen
Penampungan semen babi dapat dilakukan dengan vagina buatan atau dengan memakai “metode tangan” yang mudah dilaksanakan dan tanpa memerlukan peralatan khusus. Pemakaian elektroejakulator, yang sering digunakan untuk menampung semen sapi dan domba, tidak begitu memuaskan bila dipakai pada babi (Toelihere, 1979). Penampungan semen dengan “metode tangan” tersebut sangat berpeluang untuk diterapkan pada situasi peternakan babi di Indonesia ini, karena alasan seperti di atas itu. Uraian secara rinci dari teknik penampungan semen babi dengan “metode tangan” tersebut telah disampaikan dalam kesempatan lain (Putra, 1992a), sehingga tidak diulas kembali di sini.
Pengolahan semen meliputi anatara lain penyaringannya memakai kain kasa dan selanjutnya membuang bagian yang seperti gel (gelatinuous fraction) dari semen. Bila diperlukan, semen tersebut kemudian diencerkan. Pengencerannya didasarkan pada jumlah spermatozoa yang diperlukan untuk mencapai angka konsepsi yang tinggi. Konsentrasi spermatozoa dalam semen babi dapat mencapai 100 sampai 150 juta/ml semen. Kalau semen tersebut diencerkan, maka semen encer tersebut hendaknya mengandung paling sedikit 30 sampai 40 juta spermatozoa/ml semen. Semen babi biasanya diencerkan empat sampai lima kali, dengan memakai bahan pengencer pada suhu 370C segera setelah penampungan. Semen yang sudah diencerkan selanjutnya didinginkan secara perlahan sampai mencapai suhu 120 sampai 200C. Suhu ini merupakan suhu penyimpanan optimum untuk semen babi. Beberapa formula pengencer semen babi telah diperkenalkan, salah satunya adalah pengencer yang terdiri dari 30% kuning telur dan 70% larutan 42,6 gram dekstrosa dan 21 gram natrium bikarbonat dalam 1000 ml aquadestilata (Hall dan First, 1964 dikutip oleh Toelihere, 1979). Dewasa ini pengencer semen juga diperdagangkan sebagaimana halnya dengan perdagangan semen.

Penentuan Saat Babi Betina Berahi
Kemampuan untuk mengenali apakah seekor babi betina sedang dalam keadaan berahi puncak perlu dimiliki oleh seorang inseminator agar pelaksanaan IB bisa berhasil dengan baik. Babi betina mempunyai masa berahi dan mau dikawini pejantan selama 50 sampai 60 jam. Akantetapi periode waktu babi betina itu benar-benar fertil hanyalah selama 24 sampai 36 jam. Tahapan periode berahi pada babi adalah sebagai berikut.
Penyampaian tanda-tanda awal berahi (pada babi yang dikandangkan berkelompok) antara lain : Vulva membengkak dan berwarna merah (terutama pada babi dara), menunggangi babi lainnya, dan keluarnya sedikit mukus dari vagina. Kadang-kadang, induk babi mengeluarkan suara (honking), kehilangan nafsu makan, dan kelihatan gelisah.
Babi betina selanjutnya dikatakan memasuki awal berahi bila mereka mau menerima rangsangan seksual dari babi jantan. Pada tahap ini, vulvanya masih berwarna merah dan membengkak dan makin sering mengeluarkan mukus. Pada saat itu, hanya pejantan saja yang bisa merangsang mereka agar memberi reaksi “diam berdiri”, sedangkan penekanan punggungnya oleh inseminator tidak menimbulkan reaksi tersebut. Apabila dilakukan inseminasi pada saat itu, biasanya hasilnya tidak memuaskan. Jadi, inseminasi sebaiknya ditangguhkan sampai babi betina tersebut mencapai fertilitas puncak.
Kurang lebih 24 jam sejak mulainya awal berahi, babi betina akan mencapai fertilitas puncak. Pada saat itu, baik rangsangan pejantan atau penekanan punggung oleh peternak atau inseminator akan menimbulkan reaksi “diam berdiri” yang kuat. Reaksi kuat tersebut biasanya mulai timbul 12 jam setelah awal berahi. Vulvanya kelihatan sangat membengkak dan berwarna merah dan banyak mengeluarkan mukus yang dapat berfungsi sebagai pelicin dalam proses perkawinan alami atau inseminasi. Pada saat inilah inseminasi dilakukan.

Saat Inseminasi
Inseminasi dilakukan dengan memperhatikan saat terjadinya ovulasi pada hewan betina. Pada babi, ovulasi berlangsung 40 jam (36 sampai 50 jam) dari sejak timbulnya berahi (Nalbandov, 1976). Spermatozoa dalam semen segar atau yang didinginkan memerlukan waktu dua sampai tiga jam untuk proses kapasitasi dalam oviduk resipien sebelum mereka mampu membuahi sel telur, sedangkan spermatozoa dalam semen beku tidak memerlukan proses tersebut.
Spermatozoa bisa dijumpai pada oviduk 24 jam atau lebih setelah perkawinan alami. Daya hidup spermatozoa dalam oviduk setelah dicairkan kembali hanya delapan sampai sepuluh jam. Bahkan, sel telur mempunyai daya hidup dalam oviduk yang lebih singkat, cuma selama enam jam. Dengan demikian, agar mendapatkan fertilisasi tinggi, sel telur harus dibuahi dalam beberapa jam setelah ovulasi. Bila fertilitas terlambat berlangsungnya, biasanya embrio yang terbentuk akan gampang mati.
Inseminasi dengan memakai semen segar atau yang didinginkan harus dilakukan 12 jam sebelum ovulasi, agar terjadi fertilisasi optimum. Karena ovulasi terjadi 40 jam dari sejak timbulnya berahi, waktu inseminasi yang paling baik adalah 28 jam (sehari) setelah mulai berahi. Akan tetapi, karena penetapan secara pasti saat mulainya berahi sulit dilaksanakan dalam situasi peternakan, inseminasi sebaiknya dilakukan dua kali dengan tenggang waktu 12 sampai 16 jam.
Berikut ini disampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan inseminasi semen pada babi betina.
Periksalah babi betina dua kali sehari, apakah mereka telah menunjukkan reaksi “diam berdiri” bila punggungnya ditekan. Reaksi yang lebih baik terjadi bila babi betina itu melihat, mendengar, mencium bau, dan disentuh oleh babi jantan dewasa.
Bila saatnya telah tiba, lakukan inseminasi dua kali. Inseminasi pertama dilakukan 12 jam setelah reaksi “diam berdiri” timbul dan inseminasi kedua dilakukan 12 sampai 16 jam kemudian. Patokan yang lebih gampang untuk diingat adalah sebagai berikut ini :
· Bila reaksi “diam berdiri” timbul pada pagi hari, lakukan inseminasi pertama pada sore hari yang sama, sedangkan inseminasi kedua pada pagi hari berikutnya.
· Bila reaksi tersebut kelihatan pada sore hari, lakukan inseminasi pertama pada pagi esok harinya, dan inseminasi kedua pada sore hari di hari yang sama.
· Bila inseminasi dilakukan hanya sekali, kerjakanlah hal itu 24 sampai 32 jam setelah timbulnya reaksi “diam berdiri”. Jadi, lakukanlah inseminasi dengan mengikuti patokan pelaksanaan inseminasi kedua seperti di atas. Misalnya, reaksi diam berdiri tampak pada pagi hari, inseminasi dilakukan pada pagi hari berikutnya.

Teknik Inseminasi
Teknik inseminasi hendaknya meniru semirip mungkin proses perkawinan alami. Sebelum pemasukan kateter (Melrose AI catheter), bersihkan vulva dan daerah sekitarnya dengan kain basah yang bersih. Hal ini akan dapat mengurangi kemungkinan masuknya materi yang dapat menyebabkan infeksi, di samping juga bisa memberi rangsangan seksual bagi babi betina tersebut. Selanjutnya, babi betina tersebut dirangsang dengan jalan menekan-nekan punggungnya, menekan bagian perutnya dengan lutut, serta mengurut-urut vulva dan puting susunya. Perangsangan ini hendaknya dilakukan dengan keberadaan seekor pejantan, yang dapat menimbulkan reaksi mau kawin (diam berdiri) pada babi betina tersebut.
Pemasukan kateter. Ujung kateter dilumasi dengan menambahkan sedikit semen. Bibir vulva dibuka dan secara hati-hati masukkan kateter ke dalam vagina dengan mengarah ke atas (dorsal) untuk mencegah ujung kateter masuk ke kantong kencing. Bilamana hal tersebut terjadi, urin akan mengalir keluar melalui kateter. Karena urin dapat mengganggu daya hidup spermatozoa, sebaiknya kateter yang dicemari oleh urin itu diganti atau dibersihkan. Kateter secara hati-hati didorong melewati vagina sampai mencapai mulut serviks, yang ditandai dengan adanya rasa hambatan. Selanjutnya, kateter diputar dengan arah berlawanan dengan arah jarum jam sampai tergenggam erat pada serviks.
Menghubungkan kateter dengan botol yang mengandung semen. Masukkan mulut botol ke dalam ujung kateter dan angkat botol tersebut sehingga berada di atas punggung babi. Semprotkan sedikit semen agar udara yang terdapat dalam kateter tidak menghalangi pemasukan semen. Karena daya gravitasi bumi, semen selanjutnya akan mengalir sendiri masuk ke dalam uterus. Masuknya semen juga karena adanya kontraksi uterus. Agar kontraksi uterus terus berlangsung, selama pemasukan semen, babi betina itu hendaknya terus diberi rangsangan seksual.
Apabila semen tidak mengalir secara bebas, itu mungkin disebabkan oleh lubang ujung kateter tersumbat oleh lipatan pada serviks. Untuk mengatasinya, tarik atau putar sedikit kateter tersebut. Babi betina mungkin tidak cukup terangsang, dan ini bisa terjadi akibat perlakuan kasar inseminator padanya. Akibatnya, terjadi gangguan dalam sekresi hormon oksitosin dengan disekresikannya hormon adrenalin. Hormon oksitosin dapat merangsang kontraksi uterus sedangkan adrenalin menghambat kontraksi. Untuk mengatasi hambatan ini, dekatkan seekor pejantan dan berikan rangsangan seksual seperti yang telah disampaikan di depan. Sekali-sekali lakukan pemutaran kateter. Apabila terjadi penyumbatan walaupun botol telah dipencet keras-keras, cabut dan periksa botol dan kateter. Penyumbatan tersebut dapat disebabkan oleh bagian gel dari semen, lubang botol yang terlalu kecil, dll.

Inseminasi
Apabila betina telah terangsang dengan baik, pelaksanaan inseminasi itu sendiri memakan waktu lima sampai sepuluh menit. Jika kateter tidak cukup jauh masuk ke dalam serviks atau inseminatornya kurang terampil kerjanya, semen dapat mengalir keluar. Untuk itu lepaskan botol dan perbaiki posisi kateter. Semen encer sebanyak 100 sampai 150 ml dimasukkan dalam sekali inseminasi.
Setelah seluruh semen masuk ke dalam uterus, terus lakukan perangsangan seksual selama beberapa menit. Hal ini akan menyebabkan uterus terus aktif berkontraksi dan mendorong spermatozoa masuk ke oviduk, tempat terjadinya fertilisasi. Selama perangsangan tersebut, kateter tetap dibiarkan dalam posisinya. Pada saat pengeluaran kateter, ujung bebasnya (yang melekat dengan botol) dijaga agar lebih tinggi dari vulva untuk mencegah pengaliran keluar semen. Akhirnya, setelah seluruh kegiatan inseminasi selesai dilakukan, usahakan agar babi betina tersebut tidak ada yang mengganggu (dalam keadaan tenang).

Perawatan peralatan IB
Karena semen babi merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri, semua peralatan IB harus dijaga agar tetap bersih. Segera setelah selesai dipakai, rendamlah peralatan IB dalam air dingin sehingga semen atau materi lainnya selanjutnya mudah dibersihkan. Hindari penggunaan sabun atau deterjen lainnya karena itu dapat berpengaruh buruk terhadap spermatozoa.
Bersihkan dan rebus peralatan IB tersebut dengan memakai aquades selama 10 sampai 20 menit. Pemakaian air keran tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan tertinggalnya mineral pada kateter, yang pada giliran berikutnya dapat mempengaruhi daya hidup spermatozoa. Akhirnya, semua peralatan yang telah bersih itu disimpan dalam almari atau dibungkus dengan kantong plastik.

PENUTUP

Ditinjau dari segi teknik pelaksanaannya, inseminasi buatan pada babi merupakan teknik reproduksi yang tidak sulit dilaksanakan, bahkan oleh peternak babi dengan kondisi yang ada di daerah Bali ini. Peralatannya relatif murah harganya.
Arti penting dari IB pada babi tersebut terletak pada kemampuannya mempercepat penyebarluasan keturunan dari pejantan yang memiliki sifat genetis unggul, atau dalam hal meningkatkan mutu ternak babi yang telah ada melalui impor semen babi unggul jenis lain dari luar negeri tanpa harus mendatangkan hewan hidupnya. Sebenarnya untuk tujuan peningkatan mutu tersebut, hasil yang lebih baik dapat dicapai melalui pemasukan embrio dengan memanfaatkan teknologi transfer embrio (Putra, 1992b). Akan tetapi, teknologi ini terlalu mahal untuk diterapkan secara luas, khususnya bagi negara-negara berkembang. Selain untuk tujuan di atas, IB juga dapat membantu memecahkan problem pemanfaatan pejantan dan menekan biaya operasional peternakan babi.
Adanya minat yang besar untuk memelihara babi jenis unggul (misalnya Large White disilangkan dengan Landrace, babi banpres) di kalangan petani peternak ataupun pengusahaannya secara komersial di daerah Bali, hal ini cepat atau lambat akan dapat menimbulkan minat untuk menerapkan teknik IB pada babi guna membantu pengembangan usaha pemeliharaan babi tersebut. Lebih-lebih adanya sarana angkutan udara yang sangat baik akan sangat memungkinkan usaha peningkatan mutu ternak babi yang telah ada, dengan jalan memasukkan semen babi unggul jenis lain, misalnya yang berasal dari Australia. Akhirnya, keberhasilan penerapan teknik reproduksi pada hewan ternak ini akan sangat tergantung kepada kesediaan peternak itu sendiri untuk memanfaatkannya.

DAFTAR PUSTAKA

Cameron, R.D.A., M. Durack, R. Fogarty,D.K.H. Putra, and J. McVeigh. (1989). Practical experience with commercial embryo transfer in pigs. Aust. Vet. J. 66: 314-318.
McIntosh, G.B. (1989). Pig AI : the technique. Farm Note, Queensland Department of Primary Industry. AGDEX 440/47.
McIntosh, G.B. (1990). The role of AI in the pig industry. Queensland Agric. J. 115: 130-146.
Nalbandov, A.V. (1976). Reproductive Physiology of Mammals and Birds. 3rd Ed. W.H.Freeman and Co., San Francisco.
Putra, D.K.H. (1992a). Boar semen collection: A note on the “gloved-hand” method and its successful application during determination of daily sperm output. Bull.FKHP Unud. 118: 136 - 140
Putra, D.K.H. (1992b). Embryo transfer program in the pig: A detail report on its procedure. Bull.FKHP Unud. 118 : 146 - 155
Toelihere, M.R. (1979). Inseminasi buatan pada Ternak. Penerbit Angkasa Bandung.