Wed 6 Apr 2005
TRADISI HIDANGAN OLAHAN ASAL BULUS (Trionyx cartilagineus) DAN ANALISIS NILAI GIZINYA
Posted by admin under Jvet Vol 1(1) 2000TRADISI HIDANGAN OLAHAN ASAL BULUS (Trionyx cartilagineus)
DAN ANALISIS NILAI GIZINYA
TRADITION AND SOCIAL CULTURES OF MEAL AND NUTRITIVE VALUES OF FOODSTUFFS ORIGINATED FROM FRESH WATER TURTLE
(TRIONYX CARTILAGINEUS)
IDA BAGUS ARKA
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, FKH UNUD
Kajian Makanan Tradisional, Lemlit UNUD
Jl. PB Sudirman, Lantai 2 Auditorium, Denpasar
Telpun 62-361-231201, 62-361-226169
E-mail : [email protected]
http://www.xxxhome.com/ibarka
ABSTRAK
Penelitian dilaksanakan Juli – Nopember 2000 meliputi survai dan pengujian laboratorik, bertujuan untuk mengadakan inventarisasi nilai gizi serta pelestarian tradisi dan sosial budaya olahan pangan asal bulus (T. cartilagineus). Survai dilaksanakan di Kotamadya Denpasar terhadap 30 KK responden terdiri dari masing-masing 10 KK di setiap kecamatan dari tiga kecamatan yang ada, ditentukan secara purposive random sampling, mencatat identitas responden, eksistensi konsumsi olahan asal bulus, frekuensi konsumsi, jenis olahan, preferensi citarasa dibandingkan dengan olahan penyu laut, peranan olahan untuk upacara adat/agama.
Pengujian laboratorik menganalisis nilai gizi daging, jaringan lemak, kerapas, darah, empedu dan telur bulus meliputi kadar air, protein, lemak, karbohidrat, abu, energi, Ca, P, Fe dan Zn.
Hasil survai mendapatkan bahwa seluruh responden (100%) pernah mengkonsumsi olahan asal bulus, dengan frekuensi sering (83,33%), jarang (16,67%), jenis olahan semuanya tradisional, berupa lawar, sate dan serapah (100%), preferensi citarasa memilih bulus (86,67%) dibandingkan dengan penyu laut (13,33%), serta diketahui terdapat peranan olahan bulus untuk upacara adat/agama (16,67%) dan selebihnya tak mengetahuinya (83,33%).
Hasil analisis laboratorik per 100 g daging, jaringan lemak, kerapas, darah, empedu dan telur berturut-turut mengandung kadar air : 35,63 – 80,04 g, protein :6,69 – 13,41 g, lemak : 5,44 – 42,57 g, karbohidrat :0,02 – 14,43 g, abu : 0,68 – 3,38 g, energi : 104,40 – 467,61 kalori, Ca : 2,86 – 12,24 mg, P : 65,42 – 520,77 mg, Fe :11,02 – 114 mg dan pH : 5,99 – 8,24.
Disimpulkan bahwa tradisi dan sosial budaya olahan asal bulus masih berlangsung terus secara turun temurun, serta tetap sangat diminati masyarakat khususnya di Kotamadya Denpasar, yang pada gilirannya dapat menyokong peningkatan nilai gizi konsumen berupa protein hewani, energi , mineral Ca, P, Fe dan Zn.
Kata-kata kunci : Tradisi dan Sosial Budaya, Olahan asal Bulus, Nilai Gizi Bahan.
ABSTRACT
Research composed of surveys and laboratoric analysis had been done from July – November 2000, with the aims of inventarizing the nutritional contents and the preservation of the traditions and social cultures of food preparation originating from fresh water turtle (Trionyx cartilagineus). Surveys for the traditions and social cultures were carried out on 30 households in Denpasar Regency which consisted of 10 households from each of the three existing Kecamatans in the region by purposive random sampling to record the respondents’ identities, the existencies of meal originated from fresh water turtle, the consumption frequencies, the sorts of preparations, the flavour preferences of the meal compared to the sea turtle meal preparation and the contribution of the meal preparations for cultures/religious ceremonies. Laboratoric analyses were carried out to record the nutritional contents of meat, fat tissue, caravas, blood, bile and egg which include for water, protein, fat, carbohydrate, ash, energy, Ca, P, Fe, Zn and pH.
Results of the surveys showed that all of the respondents (100%) have been used to consumed fresh water turtle meal preparations, with frequently (83.33%) and rarely (16.67%) type of frequencies, sorts of meals all were tradional in the form of lawar, satay and serapah (100%), flavour preferences more to fresh water turtle (86.67%) compared to sea turtle originated meals (13.33%), knowledge alerts of the preparation for cultural/religious ceremonies known (16.67), and mostly not known (83.33%).
Laboratoric analyses showed every 100 g of meat, fat tissue, caravas, blood, bile and egg contained water : 35.63 – 80.04 g, protein : 6.69 – 13.41 g, fat : 5.44 – 42.57 g, carbohydrate : 0.02 – 14.43 g, ash : 0.68 – 3.38 g, energy : 104.40 –467.61 calories, Ca : 2.86 - 12.24 mg, P : 65.42 - 520.77 mg, Fe : 11.02 – 114.90 mg, Zn : 2.67 - 13.43 mg and pH : 5.99 – 8.24.
In conclusions, traditions and social cultures of the meal preparations originated from fresh water turtles still well exist by generations and very much favoured by the community which positively supports the enchancements of the nutritive values for the consumers in the form of animal protein, energy, minerals Ca, P, Fe and Zn.
Keywords : Traditions and Social Cultures, Meal Preparations, Fresh Water Turtle, Nutritive Values.
PENDAHULUAN
Budaya dan tradisi masyarakat di suatu daerah dijiwai oleh adat, agama dan kepercayaan penduduk sepanjang kehidupan sejarahnya. Olahan makanan tradisional yang berfungsi sebagai hidangan dan sesajen dalam kehidupan masyarakat perlu dilestarikan karena dapat memenuhi kebutuhan ragawi dan kebutuhan kejiwaan (Suparmo, 1998). Termasuk ke dalam jenis olahan makanan tradisional ini yang sangat populer di daerah Bali antara lain adalah lawar dan sate (Sirtha, 1998).
Khusus untuk olahan yang bahan bakunya dari bulus(Trionyx cartilagineus) berupa lawar, sate, serapah, gorengan, pepes, tum dan gulai mulai digalakkan sebagai pengganti penyu laut (Chelonia mydas) yang oleh PP No. 27/1999 dilarang penangkapan dan penyembelihannya (Kusumayuda, 1999, Budi, 1999, Yudi, 2000 , Arka , 2000). Bulus atau disebut juga bulus atau labi-labi (fresh water turtle) merupakan bangsa penyu yang hidup di air tawar. Karena kehidupan bulus ini di daratan, maka aspek budi daya, reproduksi dan penanganan penyakitnya jauh lebih mudah dibandingkan dengan penyu laut (Arka, 2000). Di beberapa tempat yaitu Banjarmasin, Jember dan Penarungan (Bali) bulus ini telah mulai dibudi dayakan (Soewarno, 1996, Hermawa, 1997, STTAP, 1998).
Tradisi olahan bahan bersumber dari penyu ini bagi masyarakat Bali, tampaknya sulit untuk dihapus, karena telah berlangsung turun temurun, dan terdapat pendukung dan penggemar yang fanatik. Bahan olahan tersebut sebagai bahan pangan berperan disamping memberikan kepuasan batin konsumennya, juga menyumbang nilai gizi yang bermutu tinggi berupa protein hewani, energi, mineral dan vitamin. Disamping itu sekelompok etnis tertentu terutama warga Tionghoa, percaya bahwa empedu, darah dan daging bulus berkhasiat obat serta minyaknya dapat dipergunakan sebagai bahan kosmetika (Budi, 1999).
Secara ilmiah belum ada data yang mencatat bagaimanakah karakteristik tradisi dan sosial budaya olahan pangan asal bulus tersebut, bagaimanakah nilai gizi daging, lemak, darah, empedu, kerapas serta telornya. Laporan berikut mengungkapkan hasil kajian yang telah dilaksanakan meliputi karakteristik tradisi dan sosial budaya olahan dan kandungan nilai gizi dari bahan pangan asal bulus tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk dokumentasi, melestarikan dan mengembangkan tradisi sosial budaya olahan dan hidangan asal bulus sebagai alternatif pengganti penyu hijau yang kini dilarang untuk ditangkap serta pencatatan nilai gizi bahan baku pangan berasal dari bulus tersebut.
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan kejelasan akan kontribusi peningkatan nilai gizi olahan asal bulus bagi masyarakat konsumen.
MATERI DAN METODE
A. Tempat dan Waktu
Penelitian lapangan dengan mengadakan survai aspek tradisi dan sosial budaya olahan pangan asal empas di Kotamadya Denpasar secara purposive random sampling dengan responden sebanyak 30 KK, terdiri dari masing-masing 10 KK di setiap Kecamatan dari 3 Kecamatan yang ada. Penelitian laboratorik dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Kampus Jl.Sudirman, Denpasar. Analisis Nilai Gizi bahan pangan asal bulus dilakukan di Laboratorium Gizi Program Studi Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Analisis kandungan mineral dilakukan di Laboratorium Analitik, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran.
Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan mulai 1 Juli 2000 - 30 Nopember 2000.
B. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Kajian aspek tradisi dan sosial budaya olahan pangan asal bulus dengan mengadakan survai di tiga Kecamatan Kotamadya Denpasar, yaitu Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan Denpasar Barat dan Kecamatan Denpasar Selatan dengan sampel berupa responden yang terdiri dari masing-masing 10 KK di setiap Kecamatan yang ditentukan secara purposive random sampling, mempergunakan seperangkat kuesioner yang dikonstruksi untuk mengumpulkan data identitas responden, eksistnsi konsumsi olahan pangan asal bulus, frekuensi kosumsi, jenis-jenis olahan asal bulus yang dikonsumsi, preferensi citarasa olahan bulus dibandingkan dengan olahan penyu hijau serta peranan olahan untuk upacara adat/agama.
Materi penelitian laboratorik berupa daging, lemak, kerapas, darah,empedu dan telur bulus masing-masing dari tiga sampel diuji kandungan kadar air, protein, lemak, abu, energi, mineral Ca, P, Fe serta Zn, dan tingkat keasamannya (pH) . Uji laboratorik mempergunakan standar laboratorium ilmu pangan (Hart dan Fisher, 1971, Apriyantono dkk., !989).
C. Peralatan dan Bahan
Peralatan :
Forced draft oven, neraca analitik, pH meter, alat Kjeldahl, alat Soxhlet,
Spektrofotometer, Atomic Absorption Spectrophotometer, oven furnace, tabung reaksi.
Bahan :
Akuades, buffer pH 4 dan 7, larutan-larutan standar uji spektrofotometer untuk mineral Ca, P, Fe dan Zn.
D. Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil survai di kompilasi secara deskriptif, kuantitatif dan kualitatif. Data laboratorik dari keseluruhan parameter nilai gizi masing-masing dari tiga ulangan dibuat tabulasi dan dicari rata-rata hitungnya, (Steel dan Torrie, 1989).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil survai lapangan aspek tradisi dan sosial budaya olahan pangan asal bulus dan analisis nilai gizi daging, jaringan lemak kerapas, darah, empedu dan telur bulus disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Dari hasil survai diketahui bahwa seluruh responden ternyata mengolah bahan pangan asal bulus menjadi hidangan tradisional, yaitu lawar, sate dan serapah. Dalam olahan lawar maka bahan yang dominan adalah daging, diikuti oleh kerapas, lemak dan darah. Daging kerapas dan darah sebagai penyedia protein hewani, mineral , sedangkan lemak sebagai pemasok energi.
Dalam olahan sate yang dominan adalah daging yang dicampur dengan santan dan parutan kelapa. Sedangkan dalam olahan serapah dipergunakan saluran usus dan jeroan. Kegemaran masyarakat mengolah dan mengkonsumsi lawar, sate dan serapah, yang sangat berperan terhadap masukan gizi protein hewani dan energi yang dibutuhkan dalam mewujudkan gizi yang seimbang (balanced ration) bagi proses metabolisme tubuh yang sehat.. Olahan ini juga memasok kebutuhan mineral-mineral .
Hasil sensus penduduk tahun 2000 mencatat bahwa Kotamadya Denpasar dihuni oleh 522.785 orang yang terdiri dari 258.084 orang wanita dan 264.701 laki-laki (Purnama, 2000). Bila per KK dengan asumsi 5 orang maka Kotamadya Denpasar terdiri dari 104.537 KK. Topografi Kotamadya Denpasar merupakan daerah aliran sungai, dan merupakan habitat hidupnya bulus. Sehingga bulus merupakan salah satu sumber bahan lauk bagi masyarakat, dengan keunggulan kontribusi nilai gizinya.
Tabel 1 Tradisi dan Sosial Budaya Olahan Pangan asal Bulus (Trionyx cartilagineus)
untuk Hidangan dan Upacara Adat / Agama di Kotamadya Denpasar
Responden Eksistensikonsumsi olahan asal bulus(KK) FrekuensiKonsumsi (*)(KK) Jenis olahan yang dikonsumsi (**)(KK) Preferensi citarasa olahan bulus dan penyu laut(KK) Peranan olahan untuk upacara adat/agama(KK)
Wilayah KK Umur (th) Pernah Tidak Jarang Sering Tradi-sional Lain-Lain Bulus Penyu laut Tahu Tidak tahu
DenpasarTimur 10 23 - 38 10 0 2 8 10 0 8 2 1 9
DenpasarBarat 10 20 - 38 10 0 2 8 10 0 9 1 4 6
DenpasarSelatan 10 22 - 65 10 0 1 9 10 0 9 1 0 10
Jumlah 30 20 – 65 30 0 5 25 30 0 26 4 5 25
100 % 0% 16,67 % 83,33% 100 % 0% 86,67 % 13,33 % 16,67% 83,33 %
Keterangan :
*Olahan tradisional adalah : lawar, sate dan serapah.
** Frekuensi konsumsi jarang adalah : 1 –2 kali dalam 6 bulan
Frekuensi knsumsi sering adalah : 1 –2 kali dalam 1 bulan.
Tabel 2 Nilai Gizi Bahan Pangan Asal Bulus (Trionyx cartilagineus) per 100 g
BahanParameter Daging Lemak Kerapas Darah Empedu Telur
Air (g) 75,41 35,63 72,40 80,04 78,36 75,24
Protein (g) 11,24 6,69 11,54 10,95 8,29 13,41
Lemak (g) 9,65 42,57 9,06 5,44 6,30 7,95
Karbohidrat (g) 2,25 14,43 5,81 2,91 5,15 0,02
Abu (g) 1,46 0,68 1,19 0,66 1,90 3,38
Energi (kalori) 140,81 467,61 150,94 104,40 110,46 125,27
Ca (mg) 12,24 2,86 4,58 5,96 9,04 6,82
P (mg) 520,77 78,43 65,42 405,80 264,63 161,47
Fe (mg) 30,68 12,41 19,37 114,90 28,04 11,02
Zn (mg) 13,43 3,84 4,12 5,31 8,45 2,67
pH 5,99 6,88 8,01 7,23 8,24 6,34
Hasil analisis nilai gizi 6 jenis bahan pangan asal bulus ternyata per 100 g mempunyai kadar air antara 35,63 g – 80,04 g, terendah pada lemak dan tertinggi pada darah. Kadar protein berkisar antara 6,69 g – 13,41 g, terendah pada lemak dan tertinggi pada telur. Kadar lemak berkisar antara 5,44 g – 42,57 g, terendah pada darah dan tertinggi pada lemak. Kadar karbohidrat berkisar antara 0,02 g – 14,43 g, terendah pada telur dan tertinggi pada lemak. Kadar abu berkisar antara 0,66 g – 3,38 g, terendah pada darah dan tertinggi pada telur. Nilai energi berkisar antara 104,40 kalori – 467,61 kalori, terendah pada darah dan tertinggi pada lemak. Mineral Ca berkisar antara 2,86 mg – 12,24 mg, terendah pada lemak dan tertinggi pada daging. Mineral P berkisar antara 65,42 mg – 520,77 mg, terendah pada lemak dan tertinggi pada daging. Mineral Fe antara 11,41 mg – 114,90 mg, terendah pada telur dan tertinggi pada darah. Mineral Zn berkisar antara 2,67 mg – 13,43 mg, terendah pada telur dan tertinggi pada daging. Tingkat keasaman berkisar antara pH 5,99 – 8,24, terendah pada daging dan tertinggi pada empedu.
Kebutuhan orang dewasa per kapita per hari menurut standar gizi untuk protein (nabati dan hewani) adalah 55 g, energi 2300 kalori, P, Ca, Fe, Zn 30 mg. Dari kisaran nilai gizi bahan pangan asal bulus ini, ternyata merupakan sumber protein hewani yang cukup tinggi, sumber energi dan sumber mineral Ca, P, Fe dan Zn yang meyakinkan bagi konsumen. Kebutuhan protein diharapkan minimal 25% dipenuhi dari protein hewani. Mineral Ca dan P dibutuhkan untuk pembentukan tulang, mineral Fe untuk pembentukan butir-butir darah merah dan mineral Zn dibutuhkan dalam metabolisme kulit dan untuk pembentukan hormon testosteron dan prostaglandin ([email protected]., 2000).
KESIMPULAN
Tradisi dan sosial budaya olahan pangan asal bulus berupa lawar, sate dan serapah berlangsung secara turun temurun serta masih tetap lestari dan sangat digemari oleh masyarakat, khususnya di Kotamadya Denpasar, yang pada gilirannya dapat menyokong peningkatan nilai gizi konsumen berupa protein hewani, energi, mineral Ca, P, Fe dan Zn.
SARAN
Perlu penelitian lebih lanjut menganalisis nilai gizi jeroan bulus, kandungan zat bioaktif berkhasiat obat daging, jaringan lemak, darah, kerapas dan empedu bulus serta penyuluhan serta percontohan pembudidayaan bulus kepada masyarakat yang prospektif.
DAFTAR PUSTAKA
Anon., (1981). Daftar Komposisi Bahan Ma-
kanan. Direktorat Gizi, Depkes RI,
Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Apriyanto, A., D. Fardiaz, Ni L. Puspitasari,
Sedanawati dan S. Budiyanto (1989). Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi,IPB, Bogor.
Arka, I. B. (1984). Pengaruh Penggemukan
terhadap Kualitas Daging dan Karkas
pada Sapi Bali. Disertasi Universitas
Padjadjaran, Bandung.
Arka, I. B. (1999). Pelestarian Penyu. Bali
Post, No. 23, tahun ke 52, Denpasar.
Arka, I. B. (2000). Kajian Sosial Budaya,
Mutu, Kesehatan dan Organoleptik
Produk Olahan Penyu Darat (Bulus)
sebagai Pengganti Penyu Hijau
(Chelonia mydas) CHN III Depdik-
nas, Jakarta.
Aryanta, W.R. (1998). Aspek Teknologi Ma-
kanan Tradisional Bali. Prosid. Seminar Makanan Tradisonal Bali, PKMT Unud, hal. E6 - 7, Denpasar.
Budi (1999). Pers. Comm.
Dwi (1998). Lebih Jauh tentang Penyu.Suara Satwa, No. 31, tahun XIII. hal. 9 - 10, FKH Unud, Denpasar.
Gracey, J.F. (1981). Meat Hygiene. Bailliere
Tindall, London.
Hart, F. L. dan Fisher, H. J. (1971). Modern
Food Analysis. Springer - Verlag,
New York.
Kusumayuda, A.A.G. (1999). Benarkah
Pelestarian Penyu Hijau Timbulkan
Dilema. Prima,No.42, Th.I,Minggu I
Agustus, hal. 14, Denpasar.
Meyer, L. H. (1969). Food Chemistry. Van Nos
trand Reinhold Co., Melbourne.
Nio, O. K. (1992). Daftar Analisis Bahan Makan
an. Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Purnama, H. (2000). Hasil Sensus 2000, Pertum
buhan Penduduk Denpasar Paling Ting-
gi. Bali Post, 14 Oktober 2000, hal. 7,
Denpasar.
Ressang, A. A. (1983). Patologi Khusus Veteri
ner. IFAD Denpasar.
Sirtha, I N. (1998). Aspek Budaya Makanan Tradisional dalam Menunjang Program Pariwisata di Bali. Prosid.Seminar Makanan Tradisonal Bali, hal.C 1 -11., Denpasar.
Steel, R.G.D. dan Torrie, J.H. (1989). Prinsip
dan Prosedur Statistik. Suatu Pende-
katan Biometrik. Gramedia, Jakarta.
Suparmo (1998). Pengembangan Aspek Sosial dan Budaya Makanan Tradisi-
onal. Prosid. Seminar MakanaTradi
sional Bali, hal.1 - 7, Denpasar.
Suter, IK., IW. Arga, IN K. Putra., I N S.
Antara, A.A.M. S,Jelantik, M. Harta
wan dan IK. Setiawan, (1999). Inven
tarisasi 50 Jenis Makanan dan Mi-
numan Daerah. Laporan Penelitian
Pusat Kajian Makanan Tradisional
Madya, Universitas Udayana, Den
pasar, hal. 23 - 25, 38 - 39, 54 - 55.
[email protected] (3-15-2000).
Natural Arthritis Cures.
Suryawan, I G.Y (2000). Olahan Bulus di
Kota Madya Denpasar. FKH UNUD,
Denpasar.
April 17th, 2005 at 9:38 pm
Redaksi Jurnal Veteriner FKH UNUD,
Selamat atas keberhasilan Jurnal membuat Website, sehingga artsip terbitan dapat disimpan dalam arsip cyber dan bisa diakses dari penjuru dunia. Cuma tolong teknis penampilan, judul ada dua yang berlainan,tata letak isi kurang serasi, tabel berantakan. Olah karena itu alangkah lebih baik bila dapat dibuat lebih pas lagi.
Terima kasih
IBA
October 11th, 2005 at 10:32 pm
good idea..11
bisa ga ditunjukan kuesionernya?
November 19th, 2005 at 1:26 pm
saya ingin tahu nilai gizi daging hewan yg biasa disembelih pada saat ibadah qurban seperti daging kambing
December 1st, 2005 at 8:07 pm
Bisa minta tolong ga?
Aku minta daftar kadar/kandungan protein dalam cumi-cumi donk!
Kalo bisa secepatnya ya!
Terima kasih….
January 28th, 2006 at 5:22 pm
bisa minta tlg ga? saya butuh informasi tentang cara penentuan kadar Ca dan P denagn metode AAS, cuma saya ingin tahu bagaimana cara baca kurva, terus kenapa satuannya µg/g,dan kenapa panjang gelombang untuk P lebih besar daripada untuk Ca? kalo bisa secepatnya. terima kasih banyak…
January 31st, 2006 at 2:39 am
Mohon Tahapan dalam penggemukan sapi
April 2nd, 2007 at 1:58 pm
Saya mohon bantuannya untuk penjelasan hubungan antara kekurangan mineral Zn (Zinc) da lam tubuh dengan penyakit TB
Terimakasih… secepetnye yaa..
Sukses untuk jurnal Website’nya …