Wed 6 Apr 2005
RESPON FAGOSITOSIS LEUKOSIT POLIMORF BABI (IN VITRO) TERHADAP Streptococcus equi subsp. zooepidemicus
Posted by iwanhu under Jvet Vol 1(1) 2000RESPON FAGOSITOSIS LEUKOSIT POLIMORF BABI (IN VITRO) TERHADAP Streptococcus equi subsp. zooepidemicus
PHAGOCYTIC RESPONSE OF SWINE POLYMORPH LEUCOCYTES (IN VITRO) TO Streptococcus equi subsp. zooepidemicus
Iwan Harjono Utama1, Aisjah Girindra2, Fachriyan Hasmi Pasaribu3, I Wayan Teguh Wibawan3, Endhie D. Setiawan4, Gatut Ashadi3 dan Aida Louise. Tenden. Rompis1
1. Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Bali; E-mail : [email protected]
2. Jurusan Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Alam Institut Pertanian Bogor
3. Laboratorium Patologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
4. Balai Penelitian Veteriner, Bogor
ABSTRAK
Penelitian mengenai respon fagositosis lekosit polimorf babi (in vitro) dilakukan untuk melihat daya pertahanan hewan tersebut terhadap infeksi oleh Streptococcus equi subsp. zooepidemicus yang termasuk streptokokus grup C (SGC) menurut Lancefield. Percobaan dilakukan menggunakan bakteri berkapsul dan tidak berkapsul, dengan membandingkan antara bakteri yang tidak diopsonisasi dengan yang diopsonisasi menggunakan serum babi yang sehat secara klinis.
Data yang dihasilkan menunjukkan proses opsonisasi kedua jenis bakteri tidak berpengaruh terhadap aktivitas fagositosis leukosit babi(P>0,05). Sedangkan kapasitas fagositosis bakteri tidak berkapsul yang teropsonisasi meningkat jika dibandingkan dengan bakteri yang sama tetapi tidak diopsonisasi (P
Kata Kunci : Streptococcus equi subsp. Zooepidemicus; fagositosis
ABSTRACT
This research was conducted to observe the phagocytic response of swine polymorph leucocytes (in vitro) to Streptococcus equi subsp. zooepidemicus (Lancefield’s group C streptococci). This experiment used encapsulated and nonencapsulated bacteria which were nonopsonized and opsonized with serum from clinically normal pigs. Results showed phagocytic activity was not influenced by opsonization (P>0,05), but opsonization caused phagocytic capacity of nonencapsulated bacteria higher compared with non opsonized ones (P
Key Words : Streptococcus equi subsp. Zooepidemicus; Phagocytic respon
___________________________________
Makalah ini pernah disajikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia 27-28 Juni 2000, Denpasar-Bali.
PENDAHULUAN
Strategi infeksi oleh bakteri dan respon pertahanan inang yang diinfeksinya nya merupakan fenomena menarik yang banyak dikaji pada akhir abad 20 ini. Berbagai kajian menunjukkan bahwa permukaan sel bakteri masih memiliki andil besar dalam mekanisme infeksinya (Mims, 1982).
Infeksi oleh Streptococcus equi subsp. zooepidemicus pada babi dan kera pertama kali terjadi di pulau Bali, bahkan di Indonesia pada tahun 1994 (Dharma, 1994; Dibia et al., 1994; Utama et al., 1999). Bakteri ini termasuk streptokokus grup C (SGC) berdasarkan klasifikasinya menurut Lancefield (Barnham, Thornton and Lange, 1983; Farrow dan Collins, 1984) dan merupakan bakteri Gram positif dengan komponen permukaan selnya sebagai salah satu komponen yang bertanggung jawab terhadap patogenesis infeksi di samping produk-produk ekstraseluler yang dihasilkannya (Utama, 1998).
Karena babi merupakan hewan yang peka, maka penelitian ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh S. equi subsp. zooepidemicus terhadap populasi leukosit babi yang dalam hal ini adalah respon fagositosisnya. Hal ini disebabkan fenomena tersebut merupakan salah satu cerminan daya tahan sistim pertahanannya. Diharapkan data yang dihasilkan dapat memberi informasi mengenai tingkat keganasannya pada babi.
METODA PENELITIAN
Uji ini menggunakan isolat bakteri yang diambil dari kasus klinik dan subklinik di lapangan. Sebagai sumber sel polimorf / PMN diambil darah babi (dengan antikoagulan dinatrium sitrat 3,8% dalam akuades dengan keperluan sebanyak 1 ml untuk 9 ml darah) dari Rumah Potong Hewan Kotamadya Bogor. Prosedur isolasi PMN sebagai berikut (Wibawan dan Laemmler, 1994). :
Ke dalam tabung reaksi steril diisi 5 ml larutan ficoll (Pharmacia, Sweden) dingin, kemudian secara perlahan-lahan ke dalam tabung tersebut diisi 5 ml darah babi sehingga terbentuk 2 lapisan. Campuran disentrifus (1500 g, 15 menit), kemudian supernatan dibuang. Endapan yang terdiri dari eritrosit dan PMN ditambahkan larutan NH4Cl 0,87% (pH 7,2) dingin sambil dikocok kuat hingga terjadi hemolisis sempurna. Suspensi disentrifus dan dicuci beberapa kali hingga endapan PMN terbebas dari eritrosit. Endapan PMN disuspensikan dalam 1 ml larutan Minimal Essential Medium (MEM). Uji viabilitas (daya hidup) sel PMN menggunakan larutan biru tripan 0,4% dalam larutan NaCl 0,81% dan 0,06 % Na2HPO4 steril (Sigma-USA), sedangkan perhitungan lekosit menggunakan hemositometer. Suspensi lekosit disimpan pada suhu dingin untuk percobaan selanjutnya.
Penentuan jumlah sel bakteri untuk uji fagositosis dilakukan secara spektrofotometrik (l = 620 nm, transmisi 10%), ini setara dengan 109 sel per ml. Suspensi bakteri dicampur dengan suspensi lekosit dengan perbandingan 1000 : 1 (Wibawan dan Laemmler, 1994), kemudian campuran diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Penentuan parameter fagositosis ialah aktivitas dan kapasitas fagositosis dan dilakukan di bawah mikroskop setelah sediaan diwarnai dengan Giemsa. Definisi ke dua paramater tersebut ialah :
Aktivitas fagositosis :ialah jumlah sel PMN yang menelan bakteri per 100 PMN.
Kapasitas fagositosis :ialah jumlah bakteri yang ditelan oleh lekosit per 50 PMN yang menunjukkan aktivitas fagositosis ( Wibawan dan Laemmler, 1994).
Dalam percobaan ini diamati pula pengaruh opsonisasi sel bakteri terhadap aktivitas dan kapasitas fagositosis. Opsonisasi dilakukan menggunakan serum babi sehat secara klinis yang didapat dari Rumah Potong Hewan Kotamadya Bogor. Sebanyak 5 ml suspensi bakteri berkapsul dan tidak berkapsul (masing-masing mengandung 109 sel / ml PBS 0,14 M) disentrifus (10000 G , 10 menit). Pelet dicampur dengan 0,1 ml serum dan dihomogenkan, kemudian diinkubasikan selama 30 menit pada suhu 37oC. Setelah inkubasi, suspensi sel dicuci menggunakan larutan PBS 0,14 M untuk membuang kelebihan serum. Pelet kemudian disuspensikan kembali seperti semula (109 sel / ml PBS), suspensi bakteri teropsonisasi siap digunakan untuk assay fagositosis dengan prosedur seperti di atas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas dan kapasitas fagositosis PMN terhadap bakteri berkapsul maupun tidak berkapsul menunjukkan nilai yang tidak berbeda (P>0,05). Proses opsonisasi bertujuan melapisi permukaan sel bakteri dengan antibodi dan komplemen agar bakteri mudah difagositosis (Tizard, 1982). Proses opsonisasi pada bakteri berkapsul tidak mempengaruhi proses fagositosis PMN, baik aktivitas maupun kapasitasnya. Berbeda dengan isolat tidak berkapsul, opsonisasi berpengaruh terutama terhadap kapasitas fagositosis (P
Tabel 1. Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Bakteri Berkapsul dan Tidak Berkapsul oleh PMN Babi In vitro
Perlakuan Fagositosis bakteri
Berkapsul (5.60) Tidak berkapsul (18)
Aktivitas Kapasitas Aktivitas Kapasitas
Tanpa opsonisasi 30,6 aA 140,3 bA 31,8 aA 82,1 bA
Teropsonisasi 41,2 aA 181,1 bA 39,4 aA 153,6 bB
Keterangan : Nilai rata-rata dari 5 ulangan
Adanya huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05); huruf kecil menunjukkan perbedaan ke arah baris, huruf besar ke arah kolom.
Data pada Tabel 1 dan Gambar 1 menunjukkan bahwa fagositosis tetap berlangsung meskipun tidak diawali oleh proses opsonisasi. Pada bakteri berkapsul, hal ini bisa disebabkan oleh kapsul bakteri yang memang tidak imunogenik (Durack, 1989), absennya antibodi spesifik pada serum terhadap bakteri tersebut, dan ketidak mampuan komponen aglutinogenik lain pada serum seperti fibronektin (Myhre dan Kuusela, 1983; Valentin-Wiegand et al., 1988a), vitronektin (Chhatwall, Pressner, Muller-Berghaus dan Blobel, 1987; Valentin-Wiegand et al., 1988b), fibrinogen (Kronvall et al., 1979), dan lain-lain untuk mengopsonisasi bakteri berkapsul vitronektin juga mampu melekatkan bakteri pada sel inang termasuk makrofag dan (Parker, Frame dan Elstad, 1988). Pada bakteri tidak berkapsul, komponen di atas umumnya mudah melekat pada permukaan sel bakteri. Selain itu vitronektin juga mampu melekatkan bakteri pada sel inang termasuk makrofag dan
Gambar 1 Grafik Kapasitas Fagositosis Bakteri Berkapsul dan Tidak Berkapsul oleh PMN Babi In vitro
lekosit polimorf (Valentin-Wiegend et al., 1988b). Gambar 1 memperlihatkan pengaruh opsonisasi menyebabkan kapasitas fagositosis bakteri tidak berkapsul meningkat secara nyata (P0,05).
Dari data pada Tabel 1 tampak jelas peranan biologi kapsul S. equi subsp. zoopidemcius yaitu tidak dipengaruhi proses opsonisasi. Durack (1989) mengatakan kapsul juga mempertahankan daya hidup bakteri dalam makrofag dan lebih cepat membunuh hewan yang terinfeksi. Secara teoritis kapsul juga membantu penyebaran bakteri seperti yang diperlihatkan pada pneumokokus (William dan Blackmore, 1990) dan inilah yang menarik untuk diteliti lebih lanjut sehubungan dengan mekanisme penyebarannya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih ditujukan pada Pimpinan Tim Managemen Program Doktor dan Pimpinan Proyek Hibah Bersaing VI atas dana yang diberikan untuk penelitian ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan pada Kepala dan staf Laboratorium Bakteriologi serta Kepala dan staf Laboratorium Patologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor atas peralatan yang disediakan untuk penelitian ini. Juga ucapan terima kasih ditujukan pada Balai Penyidikan Penyakit Hewan Wilayah VI Bali atas bantuannya mendapatkan isolat bakteri.
UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terima
kasih kepada Tim Managemen Program Doktor dan Proyek Hibah Bersaing VI / 2 / 1998-1999
DAFTAR PUSTAKA
Barnham, M. T., J. Thornton and K. Lange. 1983. Nephritis caused by Streptococcus zooepidemi
cus (Lancefield group C). Lancet 1 (8331) : 945 – 948.
Causey, R. C., D. L. Paccamonti and W. J. Todd. 1995. Antiphago-
cytic properties of uterine isola
tes of Streptococcus zooepide-
micus and mechanisms of killing in freshly obtained blood of horses. Am. J. Vet. Res. 56 : 325 - 328.
Chanter, N., P. W. Jones and T. J. L. Alexander. 1993. Meningitis in pigs caused by Streptococus
suis : A speculative review. Vet. Microbiol. 36 : 39 - 55.
Chhatwal, G. S., K. T. Preissner, G. Muller-Berghaus, and H. Blo-
bel. 1987. Specific binding of human S protein (vitronectin) to streptococci, Staphylococcus aureus, and Escherichia coli. Infect. Immun. 55 : 1878-1883.
Deretic, V., M. J. Schurr and H. Yu. 1995. Pseudomonas aerugino-
sa, mucoidy and the chronic infection phenotype in cystic fibrosis. Trends Microbiol. 3 : 351-356.
Dharma, D. M. N. 1994. Wabah streptococcosis pada babi dan kera di Bali. Informasi Laboratorium Veteriner Balai Penyidikan Penyakit Hewan Wilayah VI Bali 1/2: 1-2.
Dibia, N., S. Amintorogo, A. A. G. Putra, L. Dartini dan K. E. Supartika. 1995. Epidemiologi dan gejala klinis streptokokosis pada babi di Propinsi Bali. Bul. Vet. Balai Penyidikan Penyakit Hewan VI. VIII / 43 : 1 – 17.
Durack, D. T. 1989. The Streptococci. In : Schaechter, M., G. Medoff and D. Schlessinger (Eds.) Mechanism of Bacterial Disease. William nad Wilkins, Baltimore, USA. : 205 - 217.
Farrow, J. A. E. and M. D. Collins. 1984. Taxonomic studies on streptococci of serological group C, G and I and possibly related taxa. Syst. Appl. Microbiol. 5 : 483-493.
Kronvall, G., C. Schonbeck and E. Myhre. 1979. Fibrinogen binding structures in b-hemolytic streptococci group A, C, and G. comparison with receptors for IgG and aggregated b-microglobulin. Acta Path. Microbiol. Scand. Sect. B 87 : 303 - 310.
Myhre, E. B. and P. Kuusela. 1983. Binding of human fibronectin to group A, C, and G streptococci. Infect. Immun. 40 : 29 - 34.
Parker, C. J., R. N. Frame, and M. R. Elstad. 1988. Vitronectin (S protein) augments the functional activity of monocyte receptors for IgG and complement C3b. Blood 71 : 86-93.
Utama, I. H. 1998. Ekspresi Fenotip dan Aktivitas Biologi Streptokokus Grup C Isolat asal Babi dan Kera. DISERTASI Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 126 hal.
Utama, I. H., F. H. Pasaribu, I W. T. Wibawan dan A. L. T. Rompis. 1999. Studi Respon Imunologis terhadap Streptococcus equi subsp. zooepidemicus : Kajian Sifat Biologi dan Usaha Pening
Katan Imunogenisitasnya. La-
poran Hasil Penelitian Hibah Bersaing VI / 2. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. 39 hal.
Valentin-Wiegand, P., G. S. Chhatwal and H. Blobel. 1988a. Adheren
ce of streptococcal isolates from cattle and horses to their respective host epithelial cells. Am. J. Vet. Res. 49 : 1485 - 1488.
Valentin-Wiegand, P., J. G. Henn, G. S. Chhatwal, G. M. Berghaus, H. Blobel and K. T. Preissner. 1988b. Mediation of adherence of streptococci to human endothelial cells by comple-
ment S-protein (vitronectin). Infect. Immun. 56 : 2851- 2855.
Wibawan I W. T and Ch. Laemmler. 1994. elation between encapsulation and various properties of Streptococcus suis. J. Vet. Med. B-41 : 453 - 459.
Williams, A. E. and W. F. Blackmore. 1990. Pathogenesis of meningitis caused by Streptococcus suis type 2. J. Infect. Dis. 162 : 474 - 481.
August 14th, 2005 at 10:48 pm
saya minta tolong dikirimkan referensinya secara lengkap ke email sy terima kasih
August 19th, 2005 at 12:54 pm
saya tidak punya referensi dalam bentuk elektronik. yang saya punya dalam bentuk printout saja.
iwan h. utama