Osteologi Buaya muara (Crocodilus porosus)

(THE OSTEOLOGY OF INDOPACIFIC CROCODILE)

Ni Nyoman Sutiati1;
I Made Sukada1; I Wayan Batan2

1. Laboratorium Anatomi Veteriner
2. Laboratorium Diagnosis Klinik Veteriner,
Fakultas Kedokteran Hewan , Universitas Udayana,
Jl PB Sudirman Denpasar, 80232

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan osteologi Buaya muara (Crocodilus porosus). Penelitian ini menggunakan dua kerangka buaya berusia 26 tahun. Menggunakan metode diskriptif dengan jalan mengamati dan mencatat dengan seksama tulang yang diteliti dan didukung oleh sumber-sumber pustaka yang berkaitan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa : (a) tulang kranium Buaya muaradisusun oleh peurokranium, splanknokranium dan dermatokranium ; (b) tulang kolumna vertebra memiliki lima tipe tulang yaitu : 7 tulang regio serviks, 12 tulang regio toraks, 5 tulang regio lumbal, 2 tulang regio sakrum, dan 33 tulang regio kauda ; (c) tulang kosta ada tiga macam yaitu tulang kosta serviks, tulang kosta toraks, dan tulang kosta abdomen ; (d) tulang sternum berupa lembaran tulang rawan ; (e) tulang lingkar dada disusun oleh tulang skapula dan korakoid ; (f) tulang kaki depan disusun oleh tulang humerus, radius, ulna, karpus, metakarpus, dan falang ; (g) tulang lingkar panggul disusun oleh tulang ilium, iskium, dan pubis ; (h) tulang kaki belakang disusun oleh tulang femur, tibia, fibula, tarsus, metarsus, dan falang. Buaya muara memiliki fosa supratemporalis, fosa infratemporalis dan tulang kuadratusjugum pada tulang kranium akan tetapi tidak memiliki tulang olekranon pada kaki depan dan tulang patela pada kaki belakang.

ABSTRACT

An attempt to describe the Indopacific crocodile (crocodilus porosus) osteology was undertaken by close examining two skeletons of 26 years old crocodiles.
Descriptive method was used in this study following close inpection and recording of the crocodile bones. In addition, comparison between the observed skeletons and those of the literatures were also performed.
Our study indicated that the Indopacific crocodile skeleton consist of 8 mayor bones: the skull, the columna vertebralis, the rib, the sternum, the pectoral gridle, the fore leg, the pelvic gridle, and the hind-leg. The skull consist of : peuro cranium, sphlancho cranium, and dermato cranium. The columna vertebralis consist of five different types of bone : (i) bones of the cervical region (7); (ii) bones of the thoracid region (12); (iii) bones of the lumbar region (5); (iv) bones of the sacral region (2); and (v) bones of the caudal region (33). The rib consist of three types of costae: costae of the thorax, costae of the cervicalis, and costae of the abdomen. The sternum consist of a flat cartilage. The pectoral girdle consist of two types of bone : scapula and coracoideus. The fore-leg consist of 6 types of bone : humerus, radius, ulna, corpus, metacarpus, and phalangus. The pelvic girdle consists of 3 types of bones : illeum, ischeum. And pubis. Finally, the hind-leg consists of 5 different types of bone: femur, tibia, fibula, tarsus, and metatarsus. We observed fossa supratemporalis, fossa infratemporalis, and os quadratus jugularis in the skull of this crocodile. However, tuber olecranon at fore-leg and os patella at hind-leg were absent, respectivelly.

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki empat jenis buaya dari 21 jenis buaya yang ada di dunia. Keempat buaya tersebut adalah : Buaya Siam (Crocodilus siamensis), Buaya Irian (Crocodilus novaeguinea), Buaya Julung atau Sunyulong (Tomistoma schegelii), dan Buaya muara (Crocodilus porosus). Keempat spesies ini telah dinyatakan langka dan dilindungi berdasarkan SK Mentri Kehutanan No : 301/Kpts.11/1911. Oleh karenanya untuk menghindari dari kemusnahannya diupayakan melakukan penangkaran (Sarwono, 1993).
Upaya penangkaran buaya belakangan ini semakin banyak digemari karena buaya memiliki komoditas unggulan untuk dibuat tas, sepatu, koper dan produk kulit lainnya. Terutama pada Buaya muara karena buaya ini merupakan spesies yang paling besar diantara keempat spesies, memiliki ukuran panjang mencapai tujuh sampai sepuluh meter dengan berat kurang lebih 1000 kg. Habitatnya pada muara laut, sungai yang besar dan danau. Sedangkan penyebarannya berada diseluruh perairan Indonesia (Ross dan Garnett, 1989).
Sejalan dengan semakin semaraknya dilakukan penangkaran buaya, maka usaha dalam penangananpun semakin serius, terutama untuk meningkatkan produktivitas diantaranya memperbaiki pemeliharaan yang ada dan penanggulangan terhadap penyakit.
Upaya kita melakukan penanggulangan penyakit buaya diperlukan ilmu pengetahuan dasar yang berhubungan erat dengan cara-cara menangani suatu penyakit. Salah satu ilmu dasar tersebut adalah ilmu anatomi hewan khususnya anatomi buaya. Vasalius (1954) yang dikutip Getty (1985) menekankan bahwa anatomi sudah sepantasnya diperhatikan dan dipelajari karena anatomi dipandang sebagai dasar yang kokoh dan pendahuluan yang penting bagi ilmu kedokteran secara keseluruhan, karena anatomi merupakan dasar pendahuluan yang penting untuk ilmu kedokteran maka diperlukan suatu usaha penelitian tentang buaya terutama anatomi seperti osteologi dengan harapan dapat memberikan informasi guna memperkaya kasanah tentang buaya dan dapat menunjang penelitian-penelitian berikutnya.

MATERI DAN METODE
Materi yang digunakan adalah dua kerangka Buaya Muara (Crocodilus porosus) berusia sekitar 26 tahun yang mati dan telah dikubur selama setahun. Kerangka ini digali secara seksama agar diperoleh tulang utuh. Saat pengangkatan semua tulang dimasukkan kedalam kantong plastik yang telah diberi tanda. Berikutnya dilakukan pembersihan tulang dengan jalan merendam tulang kerangka dengan menggunakan H2O2 konsentrasi 5 %. Perendaman dilakukan selama satu minggu dalam ember tertutup. Setelah seminggu tulang dikeluarkan dari rendaman dan dijemur hingga kering untuk menghindari tumbuhnya jamur. Selanjutnya dilakukan pendiskripsian, yang didukung dengan sumber-sumber pustaka terkait.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tulang Tengkorak (Os Kranium)
Bagian sekeleton yang membentuk kerangka dasar kepala disebut kranium. Berfungsi sebagai pelindung otak, penyokong berbagai organ sumsum dan pembentuk awal saluran sistem pencernaan dan sistem pernafasan (Frandson, 1992). Kranium reptil dibagi atas tiga bagian yaitu : neurokranium, splanknokranium, dan dermatokranium. Neurokranium Buaya muara terdiri dari unsur-unsur oksiput (occipitale) dan sfenoid. Unsur-unsur oksiput memiliki foramen oksiput yang dikelilingi oleh os supraoksiput, os eksooksiput dekstra dan sinistra, os basioksiput dan memiliki satu buah kondilus. Unsur-unsur sfenoid terdiri dari os basisfenoid, os prefenoid dan os laterosfenoid (Kent, 1973).
Splanknokranium Buaya muara terdiri dari : (1) Tulang-tulang yang menjadi atap otak yaitu os nasal, os frontal, os prefrontal, os postfrontal, os parietal, os lakrima, os temporal ; (2) tulang-tulang yang terbentuk dari tulang rawan peterigokuadrat membentuk : os premaksila, os maksila, os jugum, os kuadratusjugum, dan os kuadratus ; (3) tulang langit-langit sekunder yaitu : prosesus palatinus dari os premaksila, prosesus palatinus dari os maksila, os palatinus, os pterigoid, dan os ektopterigoid ; (4) tulang-tulang yang membentuk rahang bawah : os dental, os spleniale, os angular, os supraangular, os koronidium, dan os artikularis. Hubungan antara satu tulang dengan tulang yang lain dibatasi oleh suatu kampuh (sutura).
Dermatokranium bagian yang menutupi otak memiliki dua buah fosa yaitu fosa supratemporalis dan fosa intratemporalis. Fosa ini apabila kita lihat pada buaya yang masih hidup nampak seperti celah pada bagian kepala. Fosa ini merupakan salah satu ciri khas buaya dan juga memberikan suatu tempat melekatnya otot-otot yang besar dan kuat untuk mempermudah buaya membuka rahang yang berat (Ross dan Garnett 1989). Dermatokranium dibentuk oleh tulang rawan pterigokuadrat. Memiliki os kuadratusjugum yang menyebabkan buaya tidak mempunyai gerakan kinetsm yaitu gerakan yang dapat membuka rahangnya lebar-lebar untuk menelan mangsa yang besar. Adanya tulang ini juga merupakan salah satu ciri khas dari buaya (Kent, 1973). Bentuk tengkorak buaya yang memanjang menyebabkan persendian rahang bawah berada di kauda, hal ini memungkinkan rahang bawah membuka lebar (Goin et al., 1978).
Tulang rahang bawah dan atas Buaya muara memiliki gigi yang kuat berbentuk kerucut dan silindris kerucut. Gigi taringnya besar dan runcing, sedangkan gigi molar (geraham) pendek dan berjejal-jejal. Jumlah gigi yang dimiliki Buaya muara adalah 38 buah pada rahang atas dan 30 pada rahang bawah (Ross dan Gernett, 1989). Menurut Goin et al., 1978) buaya memiliki tipe gigi tekodon yaitu memiliki gigi yang tertanam dalam rongga dan tidak memiliki akar.

Tulang Punggung (Os Kolumna Vertebra)
Os kolumna vertebra disusun oleh tulang-tulang yang terletak di median, tidak berpasangan dan tidak beraturan dan sering disebut vertebra (Frandson, 1992). Tulang vertebra secara umum terdiri dari : sentrum atau badan, satu atau dua arkus, dan sejumlah prosesus (Kent, 1973). Bagian sentrum memiliki kaput dan fasies artikularis (fosa) dan antara fosa dengan kaput yang berartikulasi dibatasi oleh fibrokartilago intervertebra. Sedangkan arkus merupakan lengkungan yang membagi vertebra menjadi bagian ventral dan dorsal. Arkus yang di dorsal disebut arkus neuralis (Getty, 1985). Arkus yang menonjol pada bagian bawah sentrum disebut arkus hemalis yang sering dijumpai pada ekor buaya. Prosesus merupakan penjuluran dari arkus dan sentrum yang berfungsi untuk membuat tulang kolumna vetebra menjadi kaku. Adapun prosesus yang terdapat dalam kolumna vetebra buaya adalah prosesus spinosus, prosesus tranversus yang memiliki diapofisis dan parapofisis, prezigapopisis dan pascazigapopisis (Kent, 1973).
Tulang kolumna vertebra buaya memiliki empat kawasan yakni, serviks, trunkus, sakrum, dan kauda (Goin et al., 1978). Trunkus terbagi menjadi bagian toraks yang memiliki tulang iga yang panjang dan lumbal yang tidak memiliki tulang iga atau iga yang mengecil (Kent, 1973). Buaya muaramemiliki : 7 tulang vertebra serviks, 12 tulang vertebra toraks, 5 tulang vertebra lumbal, 2 tulang vertebra sacrum dan 33 tulang vertebra kauda (cocygea).

Tulang Leher (Os Vertebra Serviks)
Dua tulang vertebra serviks pertama dan kedua mengalami mofisikasi untuk menunjang kepala sehingga memungkinkan terjadinya kepala dan leher (Goin et al., 1978). Tulang vertebra serviks I disebut dengan tulang atlas. Bagian sentrum bertaut dengan os vertebra serviks II dalam bentuk prosesus odontoid (Werchert, 1959). Tulang atlas Buaya muara tidak memiliki prosesus spinosus tetapi dijumpai adanya prezigapofisis dan pascazigapofisis yang berartikulasi dengan os prezigapofisis vertebra serviks II. Tulang vertebra serviks II disebut tulang aksis berperan sebagai poros, sehingga memungkinkan kepala berputar dari satu sisi yang lain (Goin et al., 1978). Tulang aksis Buaya muara memiliki kaput pada bagian kauda, sentrum, prosesus spinosus yang mengarah ke kauda, foramen vertebra, prezigapofisis, pascazigapofisis, diapofisis, dan parapofisis menyatu dengan sentrum bagian anterolateral. Tulang aksis memiliki penonjolan (prosesus odontoid) yang berada pada anterior sentrum tulang aksis. Prosesus ini pada akhirnya menyatu menjadi sentrum (Werchert, 1959).
Tulang vertebra serviks III, IV, V, VI dan VII memiliki prosesus spinosus mengarah ke kauda dengan ujung meruncing, prezigapofisis dan pascazigapofisis berkembang dengan baik, prosesus transversus pendek, diapofisis dan parapofisis, arkus, sentrum, foramen vertebra dan hipapofisis di ventral kranial sentrum mengarah ke kauda. Foramen transversarium tempat melintasnya pembuluh darah terbentuk bila parapofisis dan diapofisis berartikulasi dengan tulang iga serviks (Kent, 1973).

Tulang Vertebra Toraks dan Lumbal
Os vertebra toraks dicirikan dengan adanya tulang iga yang panjang dan tulang lumbal terletak di kauda toraks yang tidak memiliki iga atau iga yang mengecil (Kent, 1973). Os vertebra toraks Buaya muarajuga memiliki bagian-bagian yang sama pada foramen transversarium, diapofisis, parapofisis, prezigapofisis, pascazigapofisis, arkus, sentrum, kaput, dan fosa. Akan tetapi prosesus spinosus pada os vertebra toraks VIII sampai toraks XII berbentuk pipih dan tegak, prosesus transversus semakin ke kauda semakin panjang dan foramen transversarium terbentuk hanya sampai toraks IV, karena parapofisis dari vertebra toraks IV sampai toraks XII sudah menempel dan berada di ventromedial dari prosesus transversus. Hipapofisis masih dijumpai pada vertebra toraks VI.
Os vertebra lumbal mempunyai prosesus transversus yang besar, pipih, menonjol ke lateral. Bangunan tulang ini membentuk lengan tulang panjang sehingga potongan tulang lumbal berbentuk huruf-T (Frandson, 1992). Pada os vertebra lumbal pertama Buaya muara masih dijumpai adanya tulang iga yang mengecil mengarah ke belakang. Os vertebra lumbal tidak memiliki parapifisis, diapofisis, hipapofisis, dan foramen transversarium.

Tulang Kelangkang (Os Vertebra Sakrum)
Os vertebra sakrum bagian kolumna vertebra yang memiliki prosesus transversus menjepit tulang lingkar panggul (pelvic girdle). Semua reptilia memiliki os vertebra sakrum (Kent, 1973). Os vertebra sakrum menjadi satu bentuk bangunan seperti pasak. Os vertebra sakrum berartikulasi pada vertebra lumbal pada bagian kranial dan os vertebra kauda pada bagian kaudal, serta sebelah kraniolateral bersendi dengan tulang ilium dari tulang lingkar panggul (Frandson, 1992).
Os vertebra sakrum Buaya muara juga memiliki bagian-bagian seperti pada vertebra lumbal, hanya saja pada prosesus transversus memiliki bentuk seperti sayap yang tebal. Kaput vertebra sakrum II tidak berada di kauda tetapi di kranial sentrum dan memiliki bentuk menyerupai fasien.

Tulang Ekor (Os Vertebra Kauda / Os Koksigeo)
Os vertebra kauda Buaya muara berjumlah 33 buah. Pada bagian ventral tulang vertebra kauda memiliki tulang chevron yang berbentuk huruf-V. Kemungkinan tulang chevron merupakan sisa-sisa arkus hemalis tempat berjalannya pembuluh darah. Tulang chevron mulai ada dari os koksigeo III sampai os koksigeo XVII, semakin ke kaudal semakin pendek. Prosesus transversus dijumpai hanya sampai koksigeo XIV, prosesus spinosus semakin ke kauda semakin pendek, kaput berada di kranium sentrum, persendian antara os koksigeo satu dengan koksigeo lainnya menyediakan fasies artikularis dekstra dan sinistra untuk persendian tulang chevron. Sentrum semakin ke kaudal semakin pendek dan pipih (Weichert, 1959).

Tulang Iga (Os Kosta)
Tulang iga tetrapoda bersifat bisipital yaitu memiliki dua kepala. Kepala bagian dorsal disebut tuberkulum, berartikulasi dengan diapofisis dari tulang vertebra, sedangkan kepala yang di ventral disebut kapitulum, berartikulasi dengan parapofisis tulang vertebra. Tulang kosta buaya pada bagian toraks disusun oleh tiga jenis yaitu kosta vertebra yang berartikulasi dengan tulang vertebra, kosta yang berartikulasi dengan sternum berupa tulang rawan dan kosta intermediet antara kosta vertebra dengan kosta sternal (Kent, 1973).
Leher tulang kosta yakni jarak antara kapitulum dengan tuberkulum pada tulang kosta IV dari Buaya muara memiliki jarak yang paling panjang, sedangkan semakin ke kaudal dan ke kranial semakin pendek. Foramen transversarium masih bisa ditemukan pada os kosta toraks IV. Pada os kosta toraks I di bagian kaudal lehernya memiliki penjuluran ke depan dan memiliki korpus yang memanjang tidak melengkung seperti os kosta toraks lainnya.
Hewan vertebrata yang hidup di darat cenderung memiliki leher yang lebih lentur. Hal ini mungkin karena vertebrata itu tidak lagi memiliki kosta yang panjang pada os vertebra serviks (Kent, 1973). Tulang kosta vertebra serviks memiliki bentuk berbeda dengan tulang kosta vertebra toraks. Tulang kosta serviks I dan II memiliki bentuk pipih memanjang dengan bagian ujungnya yang meruncing. Tulang kosta serviks I lebih panjang dari pada tulang kosta serviks II dan tidak membentuk foramen transversaium. Tulang kosta serviks III sampai VII memiliki dua prosesus. Prosesus yang mengarah ke kranial dari kosta serviks VII sampai kosta serviks III semakin panjang. Prosesus yang mengarah ke kaudal dari kosta serviks III sampai kosta serviks VII membentuk foramen transversarium dengan tulang vertebra serviks (Young, 1981).

Tulang Dada (Os Sternum)
Tulang sternum atau tulang dada hanya ditemukan pada tetrapoda. Tulang ini membentuk elemen kerangka bagian ventral, berkaitan erat dengan tulang lingkar dada (pectoral girdle) dari kerangka kaki depan dan tulang iga. Tulang sternum bangsa buaya berupa lembaran tulang rawan sederhana dimana pada bagian belakang terbelah dua menjadi kornua xifisternum. Dibagian mediokranial lembaran tulang rawan sternum terdapat tulang sternum yang keras berbentuk pipih memanjang dengan bagian kranial meruncing dan bagian kaudal berbentuk lonjong (Weichert, 1959).

Tulang Lingkar Dada (Pectoral Girdle)
Secara umum hewan berkaki empat memiliki tulang lingkar dada yang terdiri dari interklavikula berasal dari perkembangan kulit dan tulang korakoid dari skapula yang berasal dari tulang rawan. Namun pada buaya muara tulang klavikula tidak berkembang, yang berkembang hanya tulang skapula dan korakoid (Kent, 1973).
Tulang skapula Buaya muara terletak diujung proksimal kaki depan dan bagian anterior dinding lateral toraks. Tulang skapula memiliki : kartilago skapula, angulus kranial, angulus kaudal, angulus glenoid, tuber, skapula, foramen dan kavitas glenoid. Tidak dijumpai spina skapula seperti yang dimiliki oleh hewan berkaki empat lainnya (Getty, 1985).
Tulang korakoid Buaya muara terletak di ventral tulang skapula bersatu membentuk ruang kavitas glenoid tempat persendian tulang humerus. Tulang Korakoid memiliki bentuk hampir mirip dengan tulang skapula dan pada bagian ventral berhubungan dengan sternum. Tulang lingkar dada secara umum memiliki fungsi sebagai penyangga kaki depan (Kent, 1973).

Tulang Kaki Depan (Os Ekstrimitas Kranial)
Tulang kaki depan buaya muara disusun oleh : tulang humerus, tulang radius, tulang ulna, tulang karpus, tulang metakarpus, dan falang. Tulang pangkal lengan atau or humerus terdiri dari dua buah ektrimitas. Ujung proksimal berartikulasi dengan tulang lingkar dada pada kavitas glenoid dan di ujung distal membentuk persendian siku dengan ujung proksimal os radius dan os ulna (Frandson, 1992). Bagian korpus memiliki satu buah tuberositas deltoid dan tidak dijumpai adanya foramen suprakondilus tetapi memiliki foramen nutrisium yang mengalirkan pembuluh darah dan saraf ke tulang humerus (Kent, 1973).
Tulang radius dan tulang hasta atau os ulna pada buaya muara mirip dengan tulang radius dan ulna yang dimiliki oleh hewan berkaki empat lainnya (Flowler, 1986). Bagian proksimal tulang radius berartikulasi dengan tulang humerus dan bagian distal bersendi dengan tulang karpus. Fungsi dari pada tulang radius dan ulna adalah sebagai penunjang beban yang berat (Kent, 1973). Tidak dijumpai adanya olekranon persendian siku pada buaya muara (Richardson, 1997).
Tulang pergelangan atau tulang karpus menurut Kent, (1973) terdiri dari tiga baris tulang yaitu baris proksimal, baris tengah, dan baris distal. Pada buaya muarahanya memiliki baris proksimal dan distal. Baris proksimal terdiri dari tulang karpus radial, karpus ulnar dan karpus fisiform. Sedangkan baris distal teridri dari karpus distal nomor 4 dan 5 yang menjadi satu disebut tulang pelekuh (os hamate).
Tulang metakarpus buaya muara jumlahnya lima buah berbentuk silindris, diberi nomor satu sampai lima terhitung dari ibu jari ke kelingking. Setiap metakarpus tampak sedikit cekung dari arah telapak tangan dan turut membentuk cekungan telapak tangan (Orahilly, 1995). Metakarpus I dan II berartikulasi dengan tulang karpus radial, sedangkan metakarpus III, IV dan V berartikulasi dengan tulang hamate (Kent, 1973).
Tulang falang buaya muara memiliki formula 2-3-4-3-3. Semua os falang memiliki sifat sama yaitu mempunyai basis, korpus dan kapitulum yang berbentuk toklear. Bagian basis berartikulasi dengan kapitulum (Soeparmi, 1989).

Tulang Lingkar Panggul (Pelvic Girdle)
Tulang lingkar panggul merupakan tulang yang meneruskan tekanan kaki belakang sebagai kekuatan penggerak (Parker, 1992). Tulang lingkar panggul Buaya muara tersusun dari tiga jenis tulang yaitu : (1) tulang ilium pendek berbentuk seperti mangkok di dorsal tulang lingkar panggul, (2) tulang iskium di kaudoventral tulang lingkar pangguil, (3) tulang pubis di kranioventral tulang lingkar panggul (Flowler, 1986). Tulang ilium menyatu dengan prosesus transversus dari tulang sakrum. Asetabulum yang berartikulasi dengan tulang femur pada Buaya muara dibentuk oleh tulang ilium dan pubis. Adanya simfisis pada bagian ventral oleh kedua tulang pubis dan iskium begitu pula simfisis tulang ilium dengan os vertebra sakrum membentuk suatu rongga yang disebut rongga pelvis (Kent, 1973).

Tulang Kaki Belakang (Os Ekstrimitas Kaudal)
Tulang kaki belakang buaya muara disusun oleh tulang paha (os femur), tulang kering (os tibia), tulang betis (os fibula), tulang tarsus, tulang metatarsus, dan tulang falang. Tulang femur lebih panjang dibandingkan dengan tulang humerus. Hal ini menyebabkan kaki depan buayalebih pendek dibandingkan dengan kaki belakang (Flowler, 1986). Bagian proksimal terdapat kaput femoris bersendi dengan asetabulum, ujung distal terdapat kondilus lateral dan medial dan diantara kedua kondilus terdapat toklear. Dibagian korpus terdapat tuberositas.
Tulang tibia merupakan tulang yang besar dan terletak di sebelah medial, sedangkan fibula merupakan tulang yang lebih kecil terletak di sisi lateral kaki belakang. Os fibula pada bagian distal berartikulasi dengan os tarsus fibula. Ujung proksimal tulang tibia dan fibula berartikulasi dengan tulang femur (Getty, 1985).
Pada persendian antara tulang femur dengan tulang tibia dan fibula tidak dijumpai adanya tulang tempurung (os patela) pada buaya muara (Richardson, 1997).
Buaya muara memiliki dua baris tulang tarsus pada bagian pergelangan kaki yaitu bagian proksimal dan distal. Baris proksimal memiliki dua buah tulang yang besar yaitu : tulang astragalus dan tulang tumit (os kakeneus). Baris distal terdiri dari tiga tulang dari medial ke lateral yaitu tarsus III, IV dan V (Ross dan Garnett, 1989).
Tulang falang (digit) buaya muara memiliki formula 2-3-4-2 dan memiliki bentuk sama dengan tulang jari kaki muka. Diantara jari-jari kaki belakang buaya muara memiliki selaput sela jari (interdigitalis) yang digunakan untuk berenang (Kent, 1973).

Gambar 1. Tulang Kranium Buaya Muara Dilihat dari Lateral

Keterangan . a. Tulang Premaksila, b Tulang Maksila, c Tulang Jugum, d Tulang Kuadratus Jugum,
e Tulang Kuadratus, f Tulang Ektopterigoid, A. Tulang Laterosfenoid, B Tulang
Presfenoid, C Tulang Basisfenoid, D Fossa Infratemporal, E Foramen Orbital, F
Dentis tipe Tekodon

Gambar 2. Tulang Kolumna Vertebra Sakrum Buaya Muara Dilihat dari Anterior

Keterangan: 1. Prosesus Spinosus, 2. Prezigapofusis, 3. Pasca zigopofisis, 4. Prosesus Transversus,
5. Kaput, 6. Foramen Vertebra

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa osteologi buaya muara (Crocodilus porosus) terdiri dari : Tulang kranium disusun oleh tulang : neurokranium, splanknokranium, dan dermatorkanium. Neurokranium terdiri dari unsur-unsur oksiput dan sfenoid. Splanknokranium terdiri dari : kartilago yang mengadakan persendian dengan tulang kuadratus, tulang epipterigoid, tulang kaudratus dan tulang hiod. Dermatokranium disusun oleh : tulang-tulang yang menjadi atap otak, tulang-tulang yang terbentuk dari tulang rawan peterigokuadrat, tulang langit-langit sekunder, dan tulang yang membentuk rahang bawah. Gigi berbentuk tekodon.
Tulang kolumna vertebra memiliki lima tipe tulang yaitu : 7 buah tulang serviks, 12 buah tulang toraks, 5 buah tulang lumbal, 2 buah tulang sakrum, 33 buah tulang kauda. Tulang kosta ada tiga yaitu kosta serviks, kosta toraks dan kosta abdomen. Sedangkan tulang sternum berupa lembaran tulang rawan dan pada bagian mediokranial berupa tulang keras. Tulang lingkar dada terdiri dari tulang skapula dan korakoid.
Tulang kaki depan terdiri dari tulang : humerus, radius, ulna, karpus, metakarpus dan falang. Tulang falang memiliki formula 2-3-4-3-3. Olekranon tidak ditemukan
Tulang lingkar panggul terdiri dari tulang : ilium, iskium, dan pubis. Ilium berbentuk seperti mangkok. Asetabulum dibentuk oleh tulang pubis dan ilium.
Tulang kaki belakang terdiri dari tulang : femur, tibia, fibula, tarsus, metatarsus dan falang. Tulang falang memiliki formula 2-3-4-2. Tulang patela tidak ditemukan dan metatarsus berjumlah empat buah.

DAFTAR PUSTAKA

Flowler, M.E. 1986. Zoo & Wild Animal Medecine 2nd Ed. W.B. Saunders Co. Philadelphia pp : 109 – 111.

Frandson, R.D.1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak, Edisi IV. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. hal : 216 – 242

Orahilly, R. 1995. Anatomi Kajian Ranah Tubuh Manusia. Edisi V. Diterjemahkan oleh Zunilda, S.B. Universitas Indonesia pp : 134

Getty, R. 1985. The Anatomi of Domestic Anaimals, W.B. Saunders Co. Philadelphia pp : 3 ; 24 – 30

Goin, C.J, O.B. Goin, dan R.G. Zug. 1978. Introduction to Herpetology 3th Ed. W.H Freeman and Co. San Fransisco pp : 45 ; 51 – 54

Kent, G.C. 1973. Comperative Anatomy of The Vertebrates, The CV. Mosby Company Toppan Company Limited, Tokyo Japan pp : 106 – 186

Parker, S. 1992. Kerangka Dorling Undersley London, Bekerjasama dengan The Natural History Museum London, Diterjemahkan oleh Andreas, M. PT. Bentara Antara Asia pp : 46

Richardson, K.C. 1997. Komunikasi Pribadi Kcr. Vet. Biology Murdoch University Western Australia

Ross, C.A dan S.Garnett. 1989. Crocodiles and Alligators, Kyodo-Shing Loong Printing Industries Pty Ltd, Singapore pp 16 : 21 ; 76.

Sarwono. 1993. Budidaya Buaya Ala Eko Soewarno, Trubus Edisi 278, hal : 57

Soeparmi, S. 1989. Komodo Studi Anatomi dan Kependudukan Dalam Sistematika Hewan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, hal : 24 – 45

Storer, T.L, dan R.L.Usinger. 1965. General Zoologi 4nd Ed. McGraw-Hill Book Co. New York pp : 589 ; 590

Weichert, C.K. 1959. Element of Chordata Anatomy 2nd Ed. M.C. Graw-Hill Book Co. INC, Ne York pp : 247 ; 270 – 277

Young, J.Z. 1981. The Life of Vertebrates 3th Charendon Press, Oxford p : 314 – 315