Dermatoglifik
Sebagai Alat Diagnosis
(DERMATOGLYPHIC AS A DIAGNOSTIC)

I Gede Soma
Laboratorium Fisiologi Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
Jl PB Sudirman Denpasar 80232

ABSTRACT
Dermatoglyphic is an epidermal ridge on the palm, finger, sole and toe of primates and other mammals. Dermatoglyphic has been used as a tool in criminal identification for years. Since dermatoglyphic is strongly determined by genetic factor, scientist begin to introduce dermatoglyphic in genetic diagnostic. Some other roles of dermatoglyphic in genetic diagnostic will be reviewed here.

Key word : dermatoglyphic

ABSTRAK
Dermatoglifik adalah rigi epidermis (epidermal ridge) pada kulit permukaan telapak tangan, jari tangan, telapak kaki, dan jari kaki pada primata dan mamalia. Dermatoglifik juga merupakan istilah yang dipakai untuk menyatakan ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk rigi epidermis itu sendiri. Dermatoglifik sudah sejak lama digunakan di kepolisian dan kedokteran kehakiman sebagai alat identifikasi. Masyarakat pada umumnya lebih banyak mengenal dermatoglifik sebagai alat identifikasi. Padahal dermatoglifik bukan hanya alat identifikasi semata. Dermatoglifik sangat kuat ditentukan secara genetik. Para ilmuwan mencoba mengembangkan dermatoglifik sebagai alat dalam mendiagnosis penyakit genetik.

Kata kunci : dermatoglifik

PENDAHULUAN
Dermatoglifik sebagai alat identifikasi sudah sejak lama digunakan di kepolisian dan kedokteran kehakiman. Sidik jari sebagai alat identifikasi lebih umum dikenal masyarakat daripada dermatoglifik. Sidik jari adalah bagian dari dermatoglifik itu sendiri. Selain sebagai alat identifikasi dermatoglifik juga digunakan dalam melihat hubungan kekerabatan antara kelompok masyarakat tertentu. Akhir-akhir ini dermatoglifik banyak dikembangkan sebagai alat bantu diagnosis penyakit genetik. Hal ini terkait dengan beberapa bukti bahwa pada orang-orang yang mengalami kelainan genetik ternyata memiliki dermatoglifik yang khas dan berbeda dengan orang normal.

PERKEMBANGAN DERMATOGLIFIK
Publikasi dermatoglifik pertamakali oleh Nehemiah Grew pada tahun 1648. Masyarakat Cina diduga yang pertamakali menggunakan dermatoglifik sebagai bagian dari acara ritual (Field, 1976). Dermatoglifik sebagai alat identifikasi diperkenalkan pertama kali di India pada tahun 1870-an oleh Sir William Herschel. Pada tahun 1880 Herschel dan Henry Faulds memperkenalkan dermatoglifik kepada masyarakat Inggris sebagai metoda yang sangat potensial untuk mengidentifikasi kejahatan. Francis Galton kemudian berupaya keras menggunakan dermatoglifik yang didasari kaidah ilmiah (Stigler, 1995). Istilah dermatoglifik diperkenalkan pertama kali oleh Cummin dan Midloo pada tahun 1926 (Mavalwala dan Tysiacny, 1991). Pada awalnya dermatoglifik hanya diketahui keberadaannya pada manusia. Namun kemudian dermatoglifik ditemukan pula pada semua jenis primata. Pada primata yang menggunakan ekornya sebagai alat penggantung, dermatoglifik juga ditemukan pada ekornya (Supriyo, 1989). Dermatoglifik juga ditemukan pada telapak kaki tikus (Okajima dan Asai, 1985). Secara anatomis dermatoglifik akan membuat permukaan kasar pada telapak tangan jari tangan, telapak kaki, dan jari kaki yang berfungsi dalam membantu proses memegang atau berpijak sehingga tidak tergelincir.

PEMBENTUKAN DAN GENETIKA DERMATOGLIFIK
Dermatoglifik terbentuk pada tonjolan-tonjolan (volar pad) kulit telapak tangan, telapak kaki, jari tangan, dan jari kaki (Schaumann dan Alter, 1976). Pembentukan dermatoglifik dimulai dengan proliferasi sel epitel basal epidermis volar pad sekitar minggu ke-10 sampai minggu ke-11 kehamilan (Babler, 1978). Sel-sel yang mengalami proliferasi ini kemudian membentuk lipatan-lipatan. Lipatan-lipatan ini kemudian menjadi rigi epidermis (epidermal ridge). Periode kritis pembentukan rigi epidermis ini terjadi pada kehamilan berumur tiga bulan. Pada bulan ke-enam kehamilan pembentukan dermatoglifik berakhir sepenuhnya (Schaumann dan Alter, 1976). Proses pembentukan dermatoglifik pada kaki terjadi dua sampai tiga minggu setelah proses pembentukan dermatoglifik pada tangan dimulai (Schaumann dan Alter, 1976). Pada beruk (Macaca nemestrina) masa pembentukan dermatoglifik berkisar antara hari ke-55 sampai hari ke-70 kebuntingan (Okajima dan Newell-Morris, 1988).
Dermatoglifik diturunkan secara poligenik (Schaumann dan Alter, 1976; Slatis et al., 1976; Jubergh et al., 1980). Sekali suatu pola dermatoglifik telah terbentuk, maka pola itu akan tetap selamanya, tidak dipengaruhi oleh umur, pertumbuhan dan perubahan lingkungan (Okajima, 1977; Loesch, 1979). Menurut Slatis et al. (1976), pola dasar dermatoglifik manusia semuanya berpola loop ulnar. Namun ada tujuh gen lain yang turut berperan, sehingga terjadi variasi pola dermatoglifik. Walaupun dermatoglifik sangat kuat ditentukan secara genetik tapi selama periode kritis, dermatoglifik dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan prenatal (Hall dan Kimura, 1994).

POLA DERMATOGLIFIK
Menurut Schaumann dan Alter, 1976, pola dermatoglifik berdasarkan klasifikasi Galton dibedakan atas tiga pola dasar yaitu arch (busur), whorl (pusaran), dan loop (lengkung). Disamping ketiga pola dasar tersebut juga dikenal pola dasar open field yang berupa garis lurus sejajar (Penrose, 1978). Arch adalah pola dermatoglifik yang dibentuk oleh rigi epidermis yang berupa garis-garis sejajar melengkung seperti busur. Ada dua macam pola arch yaitu plain arch dan tented arch. Sekitar 10% sidik jari manusia berpola arch (Field, 1976). Pola arch pada dermatoglifik monyet (Macaques) kurang umum dikenal. Justru sebaliknya pola open field lebih dikenal pada dermatoglifik monyet (Iwamoto dan Suryobroto, 1990).Open field adalah pola dermatoglifik berupa garis-garis sejajar lurus atau sedikit melengkung. Open field sering dianggap sebagai rigi epidermis yang tidak mempunyai pola, karena itu diabaikan pada manusia (Penrose, 1978).
Loop adalah pola dermatoglifik berupa alur garis-garis sejajar yang berbalik 1800. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar suatu pola dermatoglifik dapat disebut sebagai loop, yaitu ada pusat (core), memiliki delta dan paling sedikit ada satu garis rigi epidermis yang berbalik 1800 melintasi delta dan pusat (Field, 1976). Pada dasarnya ada dua macam loop baik pada tangan maupun pada kaki sesuai dengan alur membuka garis-garis penyusunnya. Pada tangan dikenal loop radial dan loop ulnar sedang pada kaki dikenal loop tibial dan loop fibular.
Whorl adalah pola dermatoglifik yang dibentuk oleh garis-garis rigi epidermis yang memutar berbentuk pusaran. Ada empat macam pola whorl yaitu plain whorl, central pocket loop, double loop, dan accidental whorl (Field, 1976; Schaumann dan Alter, 1976).

KOMPONEN POLA DERMATOGLIFIK
Komponen pola dermatoglifik ada tiga yaitu garis tipe (type line), delta dengan tri radii-nya, dan pusat (core) (Field, 1976). Garis tipe adalah dua buah garis yang paling dalam di daerah pola, yang berjalan sejajar, divergen, mengelilingi atau cenderung mengelilingi daerah pola. Daerah pola adalah cetakan dermatoglifik yang mengandung pola dermatoglifik yang difinitif (Field, 1976). Delta merupakan daerah yang berbentuk segitiga dengan pusat yang disebut tri radii. Titik tengah dari tri radii disebut triradiant point. Triradial point merupakan titik dari mana garis-garis rigi epidermis dihitung (Field, 1976; Sachaumann dan Alter, 1976). Sedangkan pusat (core) adalah pusat dari pola dermatoglifik.

DETAIL RIGI (MINUTIAE) DERMATOGLIFIK
Walaupun secara umum garis-garis rigi epidermis yang membentuk pola dermatoglifik kelihatan sama tetapi bila diamati secara seksama akan memperlihatkan detail yang berbeda-beda. Detail struktur rigi epidermis oleh Galton disebut minutiae (Sachaumann dan Alter, 1976). Detail rigi ini sangat bervariasi dalam jumlah, tipe, bentuk, dan posisi serta sangat khas untuk tiap individu. Detail rigi sangat bernilai dalam penerapan dermatoglifik sebagai alat identifikasi. Namun pada penerapan dermatoglifik sebagai alat diagnosis di bidang kedokteran (genetika) detail rigi ini kurang punya nilai dan diabaikan (Sachaumann dan Alter, 1976).
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DERMATOGLIFIK
Variasi pola dermatoglifik suatu spesies berbeda dengan spesies yang lain dan menunjukkan kekhasan pada spesies tersebut. Pada manusia bahkan ditemukan adanya perbedaan variasi pola dermatoglifik antar etnis atau trah. Variasi pola dermatoglifik merupakan hasil gabungan antara pengaruh genetik dan lingkungan prenatal (Schaumann dan Alter, 1976; Arrieta, et al 1991). Gangguan proliferasi sel epitel epidermis, tekanan pada kulit, gangguan pertumbuhan pembuluh darah perifer dan saraf perifer, kekurangan pasokan oksigen, dan gangguan proses keratinisasi saat pertumbuhan embrio dapat mempengaruhi variasi dermatoglifik. Gangguan-gangguan tersebut akan sangat nyata pengaruhnya bila terjadi pada kehamilan sebelum berumur 19 minggu (Schaumann dan Alter, 1976; Cheryl et al., 1994).
Kelainan-kelainan yang dapat mempengaruhi dermatoglifik antara lain trisomi 13, trisomi 18, trisomi 21 (Dawn syndrome), monosomi kromosom X (Turner syndrome), Klinefelter, polisomi kromosom X , polisomi kromosom Y, cri-du-chart syndrome (Schauman dan Alter, 1976; Thompson dan Thompson, 1991). Infeksi cytomegalovirus (Wright et al., 1972), penyakit rubella prenatal (Purvis dan Menser, 1973; Soekarto, 1978) dikatakan dapat mempengaruhi dermatoglifik. Quazi et al.,(1980) menyatakan alkohol yang dikonsumsi seorang ibu yang sedang mengandung dapat mempengaruhi dermatoglifik anaknya. Cekaman prenatal ternyata dapat meningkatkan asimetri dermatoglifik pada monyet (Macaca nemestrina) (Newell-Morris, 1982; Newell-Morris et al., 1989). Rafiah (1990) mendapatkan adanya perbedaan jumlah sulur dermatoglifik yang lebah banyak pada kelompok sarjana dengan yang bukan sarjana. Penelitian yang dilakukan oleh Daniela et al.,(1991) memperlihatkan adanya perbedaan karakteristik dermatoglifik yang menciri pada remaja yang menderita hipertensi dibandingkan dengan normal. Berdasarkan keterkaitan ini, Daniela et al.,(1991) mengatakan dermatoglifik nantinya dapat dipakai sebagai penanda resiko kecenderungan terjadinya hipertensi dengan cara yang lebih murah, mudah (non invasiv) dan lebih cepat dibandingkan metode lain yang telah berkembang saat ini. Pemberian testosteron prenatal mempengaruhi dermatoglifik monyet maupun manusia (Meier et al., 1993; Cheryl et al., 1994). Makol et al.,(1994) menemukan frekeuensi pola dermatoglifik yang berbeda nyata antara pria infertil dengan pria normal. Tingkat asimetri dermatoglifik anak-anak yang mengalami keterbelakangan perkembangan mental secara statistika berbeda nyata dengan dermatoglifik anak-anak normal (Naugler dan Ludman, 1996).Berdasarkan hal tersebut Naugler dan Ludman (1996) mengatakan fluktuasi asimetri dermatoglifik mempunyai potensi sebagai penanda terjadinya resiko gangguan perkembangan mental. Orang yang menderita cystic fibrosis juga dikatakan mempunyai karakter dermatoglifik yang khas dan berbeda dengan orang normal (Kobyliansky et al., 1999). Garis tangan (crease) yang merupakan unsur dermatoglifik juga dapat dipakai sebagai penanda bagaimana seseorang mengolah informasi yang terkait dengan karakter emosionalnya (Holtzman, 2000).

PENUTUP
Dermatoglifik dengan detailnya (minutiae) bersifat khas dan berbeda pada tiap individu banyak digunakan sebagai alat identifikasi. Variasi pola dermatoglifik suatu spesies berbeda dengan spesies yang lain dan menunjukkan kekhasan pada spesies tersebut.Maka dari itu dalam bidang antropologi, dermatoglifik banyak digunakan untuk melihat hubungan kekerabatan antar kelompok masyarakat yang terisolasi baik secara geografis maupun budaya. Orang-orang yang menderita kelainan genetik mempunyai karakter dermatoglifik yang khas dan berbeda dengan orang lain. Kekhasan karakter dermatoglifik pada kelainan tertentu dalam bidang kedokteran dapat dipakai sebagai penanda dalam membantu mendiagnosis.

DAFTAR PUSTAKA
Holtzman, A. 2000. Dermatoglyphic evaluations of emotional expressions-part 2. http://www.pdc.co.il/heartlin1.htm.

Arrieta MI, L. Salazar, B.Criado, B. Martinez, and C.M. Lactao. 1991. Twin study of digital dermatoglyphic trait. Investigation of heretability. Am J Hum Biol 3:11-15.

Babler, W.J. 1978. Prenatal selection and dermatoglyphic pattern. Am J Physic Anthrop 48: 21-28.

Cheryl, S.J., P.L. Jamison, and R.J. Meier. 1994. Effect of prenatal testosteron administration on palmar dermatoglyphic intercore ridge count of rhesus monkeys (Macaca mulatta). Am J of Physic Anthrop 94: 409 - 449.

Daniela, P., M. Kuklik, M. Berankova, and B. Schaumann. 1991. Dermatoglyphics in juvenile hypertension. Anthrop. Anz. Stuttgart. Jg.49 4.361 - 366.

Field, A. J. 1976. Fingerprint handbook. Springfield Illionis, USA. Charles Thomas. 3 - 82.

Hall, J.A.Y., and D. Kimura. 1994. Dermatoglyphic asymmetry and sexual orientation in Men. Behavioral Neuriscience108: 1203-1208. http:/www.sfu.ca/ dkimura/article/derm.htm.

Iwamoto, M., and B. Suryobrot. 1990. Palmar and plantar dermatoglyphic in macaque: A revised method for their description. Short comunication. Primates 31 (3): 431 - 438.

Juberg, R.C., Y.M. Leslie, and C.F.Charles. 1980. The inheritance of digital dermatoglyphic pattern in 54 American Caucasian families. Am J of Physic Anthrop 52: 7 - 12.

Loesch, D. 1979. Dermatoglyphic distance - selected topic. Birth Defect. Original artcle series 15: 225 - 248.

Makol, N., G. Kshatriya, and S. Basu. 1994. Study on finger and palmar dermatoglyphics in primary infertile males. Anthrop. Anz. Stutgart. Jg.52.1.59 - 65.

Meier, R.J., C. S. Jamison, and P.L. Jamison. 1993. Prenatal testosteron effect on dermatoglyphic in rhesus macaque. Folia Primatologica 60: 164 - 168.

Naugler, C.T., and M.D. Ludman. 1996. A case control study of fluctuating dermatoglyphic asymmetry as a risk marker for developmental mental delay. Am J Med Genet 66 (1): 11-14.

Newell-Morris, L., C. E. Fachrenbruch, and C. Yost. 1982. Non-human primate dermatoglyphic: Implication for human biomdical research, in Bartsocas CS (ed): Progress dermatoglyphic research. New York, Liss.198 - 202.

Newell-Morris, L., C. E. Fachrenbruch, and G. P. Sacket. 1989. Prenatal Psycological stress, dermatoglyphic asymmetry and pregnancy outcome in the pigtailed macaque (Macaca nemestrina). Biol Neonate 56: 61 - 75.

Okajima, M. 1977. Epidermal ridge minutia in the hallucal area. Mitt Anthrop Ges Wien 107: 135 - 139.

Okajima, M., and L. Newell-Morris. 1988. Development of dermal ridge in the volar skin of fetal pigtailed macaque (Macaca nemestrina). Am J Anat 183: 323 - 337.

Penrose, L.S. 1978. Memorandum on dermatoglyphic nomenclatur. Birth defect. Original article siries 4: 1 - 12.

Purvis-Smith, S.G., and M. A. Menser. 1973. Genetics and environmental influences of behavior of adult male, female and pseudohermaproditic rhesus mankeys. Horn Behav 22: 219 -230.

Quazi, K.H., A. Masakawa, B. McGrann, and J. Wood. 1980. Dermatoglyphic in the fetal alcohol syndrome. Teratology 21: 157 - 160.

Rafiah, R.S. 1990. Dermatoglifik; tipe pola dan jumlah sulur ujung jari tangan beberapa strata pendidikan masyarakat Indonesia, Disertasi Doktor Universitas Indonesia, Jakarta.

Schaumann, B., and M. Alter. 1976. Dermatoglyphic in medical disorders. Springer-Verlag, New York.

Slatis, H.M., B. M. K. Mariassa, and B. T. Batsheva. 1976. The inheritance of fingerprint pattern. Am J Hum Genet 28: 180 -189.

Soekarto, A. 1978. Teknik dermatoglifik yang diterapkan dalam kedokteran. B Ilmu Kedokteran 10: 129 - 137.

Soepriyo, A. 1989. Dermatoglifik ensiklopedi nasional Indonesia 4. Cipta Adi Pustaka, Jakarta.

Stigler, S.M. 1995. Perspectives. Anecdotal, historical and critical commentaries on genetic. Edited by Ijames F Crow and William F. Dove. Galton and Identification by fingerprints. Genetics 140: 857 - 860.

Thompson and Thompson. 1991. Genetic in medicine5th edition. WB Saunders Company. Philadelphia, London.

Wright, H.T., C. E. Parker, and J. Mavalwala. 1972. Unusual dermatoglyphic finger associated with cytomegaliac inclusion desease of infantcy. Col Med 166: 14 - 20.