Wed 6 Apr 2005
Kesembuhan Luka Monyet Ekor Panjang Di Obyek Wisata Wanarawana Padang Tegal Ubud
Posted by admin under Jvet Vol 3(2) 2002Kesembuhan Luka Monyet Ekor Panjang
Di Obyek Wisata Wanarawana Padang Tegal Ubud
(PRELIMINARY STUDY OF WOUNDING HEALING PROCESS
OF SEMI FREE-RANGING LONG TAILED MACAQUES
AT PADANG TEGAL UBUD MONKEY FOREST)
I NYOMAN SUARTHA 1*, NI LUH WATINIASIH2*, AGUSTIN FUENTES3
1. Lab Penyakit Dalam Veteriner FKH UNUD
2. Jurusan Biologi, FMIPA UNUD
3. Departement of Antrophology, Central Washington University, USA
*. Pusat Kajian Primata Udayana
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan pada monyet ekor panjang di obyek wisata wanara wana Desa Padang Tegal, Ubud, bulan Juli sampai Agustus 2001, dengan tujuan mengetahui waktu kesembuhan luka yang diderita monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Proses kesembuhan luka diamati berdasarkan beberapa katagori seperti: kondisi luka ( luka baru, basah, keropeng, kering dan sembuh); panjang dan lebar luka; dan tipe luka ( tusuk; kulit robek; kulit robek sampai keliatan otot; kulit robek sampai kelihatan tulang; patah tulang ; dan lainnya). Monyet ekor panjang yang mendapat luka baru diamati terhadap proses kesembuhan lukanya selama lebih dari tiga minggu. Luka dikatakan sembuh apabila sudah kering dan kulit menutup secara sempurna.
Tipe luka yang paling banyak diderita monyet yaitu tipe kulit robek (55 %), kemudian tipe luka tusuk (11,7 %), lain-lain (11,7 %), kulit robek sampai otot rusak (8,3 %), luka kulit robek sampai kelihatan tulang (6,7 %), dan patah tulang (6,7 %). Secara statistik tidak ada perbedaan yang nyata terhadap kesembuhan luka antar tipe luka (P>0,05). Sebagian besar luka telah sembuh dalam jangka waktu satu minggu (43.3%), tetapi 30 %, dan 26,7 % sembuh dalam jangka waktu dua minggu dan tiga minggu.
Pada monyet jantan dewasa 50 % sembuh dalam waktu seminggu, 30 % dalam waktu dua minggu, dan 20 % selama tiga minggu. Hampir mirip juga pada dewasa betina 45 % sembuh dalam jangka waktu satu minggu, 20 %, dan 35 %, dalam jangka waktu dua minggu, dan tiga minggu. Tidak ada perbedaan nyata antara kesembuhan luka pada jantan dan betina (P> ,05).
Kata kunci : luka, monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
ABSTRACT
Wounding healing process of semi free-ranging long tailed macaques (Macaca fascicularis) at Padang Tegal Ubud monkey forest have been studied between July – Agust 2001. The wounding healing process of previously identified or unidentified macaques was observed based on several catagories i.e. the wounding condition (new; wet; dried; scar; and healed); the width dan length of wound, and type of wound (puncture; tear skin; tear skin where muscle is visible; tear skin where bone is visible; bone fracture; and others). Individually identified or unidentified macaques with new or wet of any type of wound were monitored for its healing process for up to three weeks. A newly or wet wound was considered healed when its condition is dried.
Of the woundings observed during the periode of study, tear skin (55%0 was predominant type of wound found, following by puncture (11.7%), others (11.7%), tear skin where muscle is visible (8.3%), tear skin where bone is visible (6.7%), and bone fracture (6.7%). Statistically, there were no significant difference (P> 0.05) in healing process between thetype of wound. Most at the woundings (43.3%) were helead within one week whereas 30% and 26.7% within two and three weeks, respectively.
Of the woundings occurred on male macaques, half of it (50.0%) were healed within one wek, wereas 30.0% and 20.0% within two and three weeks, respectively. Similarly, of the woundings occurred on female macaques 45.0% were healed within a week and the remains within two weeks (20.0%) and three weeks (35.0%), respectively. There were no significant difference in the healing process between both sexes.
Key word : wounding, Macaca fascicularis.
PENDAHULUAN
Luka adalah keadaan pemisahan jaringan karena kekerasan atau trauma. Keparahan luka tergantung dari besarnya trauma yang diterima oleh jaringan (Pavletic, 1992). Kesembuhan luka dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti aliran darah, nervus, besarnya trauma, benda asing, kebersihan luka, nutrisi, dehidrasi, keseimbangan hormonal, gangguan fungsi jantung, ginjal dan hati (Fossum, 1997). Pembuluh kapiler yang masih berfungsi akan menyuplai vitamin, mineral, glukosa dan asam amino ke fibroblas untuk memaksimalkan pembentukan kolagen, dan membebaskan jaringan dari nekrosis, benda asing dan infeksi. Penghilangan dengan obat atau secara manual debu, tanah dan kotoran organik akan mempercepat kesembuhan luka (Pavletic, 1992; Fossum, 1997).
Kesembuhan luka sangat rawan pada proses epitelisasi, dan proses ini berlangsung secara perlahan-lahan tahap demi tahap. Lapisan tipis epitel yang terbentuk sangat rapuh dan mudah rusak, sehingga luka mudah kambuh kembali apabila ada tekanan atau jilatan hewan (Pavletic, 1992). Kondisi ini mudah terjadi pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Monyet yang mendapat luka, lukanya akan selalu dibersihkan dengan cara dijilat oleh monyet itu sendiri atau oleh monyet lain pada saat groming (Fuentes et al., 2000).
Percepatan kesembuhan luka dilakukan dengan cara mempertemukan kedua sisi luka, pemberian obat-obatan seperti salep antibiotik, dibalut dengan teknik-teknik tertentu seperti menggunakan hidrogel pada luka (Thomas, 1997; Fossum, 1997), atau dengan teknik vacum (tekanan negatif) di atas luka dalam beberapa menit (Thomas, 2001). Pada monyet obat dapat diberikan melalui makanan atau daun tanaman yang mengandung suatu zat aktif obat yang tumbuh di hutan.
Obyek wisata wanara wana, Padang Tegal, Ubud dengan luas wilayah hutan 8 sampai 10 hektar dihuni sekitar 150 ekor monyet ekor panjang, terbagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok timur, tengah, dan barat, populasi ini tergolong sangat padat (Fuentes et al., 2000). Populasi yang padat memudahkan terjadi konflik (agresi) antara monyet antar kelompok atau antara monyet dalam kelompok untuk memperebutkan peringkat sosial lebih tinggi (Spraque, 1998; Morgan et al., 2000; Southwick et al, (1974) dalam Ruehlmann et a.,l (1988). Dalam perebutan peringkat sosial ini monyet sering menderita luka. Jantan dewasa berpotensi lebih tinggi menderita luka, karena mempunyai tanggung jawab melindungi kelompok dari ancaman kelompok lain atau mempertahankan status sosialnya dari ancaman monyet dewasa lain dalam satu kelompok. Peningkatan frekuensi luka terjadi sebagai respon terhadap monyet yang berimigrasi dari kelompok lain, perebutan peringkat sosial, kompetisi antar pejantan memperebutkan betina estrus (Ruehlmann et al., 1988), dan pengaruh perubahan hormon (Enomoto, 1981). Pada monyet rhesus dilaporkan betina lebih banyak mendapat luka, tetapi luka pada jantan lebih serius (Hausfater, 1972 dalam Ruehlmann et al., 1988; Drickamer, 1975)
Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lamanya kesembuhan luka yang diderita oleh monyet di obyek wisata wanara wana Ubud, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam penataan obyek tersebut selanjutnya , seperti meneliti dan menanam tumbuhan yang mengandung bahan obat, atau membatasi populasi supaya sesuai dengan daya dukung lingkungan.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilakukan dan menggunakan monyet ekor panjang penghuni obyek wisata wanara wana Desa Padang Tegal, Ubud. Monyet ini termasuk semi liar karena adanya campur tangan pengelola obyek wisata (Desa adat) dalam hal pemberian pakan. Untuk identitas monyet, diberikan kode berdasarkan atas tanda-tanda khas yang dimiliki oleh masing-masing monyet. Pemberian kode ini telah dilakukan oleh Fuentes (2001), melalui proyek Summer Field School dari Central Washington University. Pengenalan terhadap identitas masing-masing monyet dilakukan selama satu bulan.
Setelah pengenalan identitas, monyet yang mendapat luka baru, dicatat dan diamati proses kesembuhan lukanya setiap minggu. Tipe luka yang diderita oleh monyet dikelompokan menjadi tipe luka tusuk; luka hanya kulit robek; luka kulit robek sampai otot rusak; luka kulit robek sampai kelihatan tulang; patah tulang; dan selain tipe luka yang telah disebutkan didepan. Proses kesembuhan luka diamati secara visual berdasarkan perubahan kondisi luka, seperti luka baru (berdarah), basah (serum), keropeng, kering dan menutup dengan baik (sembuh). dan juga dari perubahan panjang dan lebar luka. Data yang didapat dianalisis dengan uji Friedman (Steel dan Torrie, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kesembuhan luka yang terjadi pada monyet ekor panjang di obyek wisata wanara wana, Padang Tegal Ubud dalam jangka waktu satu minggu, dua minggu, dan tiga minggu masing-masing sebanyak 43,3 %, 30 %, dan 26,7 % . Pada monyet jantan dewasa 50 % sembuh dalam waktu seminggu, 30 % dalam waktu dua minggu, dan 20 % selama tiga minggu. Pada dewasa betina 45 %, 20 %, dan 35 % sembuh dalam jangka waktu satu minggu, dua minggu, dan tiga minggu. Tidak ada perbedaan nyata antara kesembuhan luka pada jantan dan betina (P> 0,05). Kesembuhan luka dalam jangka waktu satu minggu tergolong cepat. Fossum (1997), melaporkan kesembuhan luka pada luka kompleks berlangsung selama 17 sampai 20 hari yang terbagi dalam empat fase yaitu fase radang, pembersihan benda asing, perbaikan, dan pematangan. Sedangkan Pavletic, (1988) melaporkan terjadi selama 14 sampai 28 hari. Pada mencit dengan luka sederhana (operasi laparotomi) kesembuhan luka berlangsung dalam jangka waktu 14 sampai 22 hari (Sudisma, 2001).
Pada jantan maupun betina yang mengalami kesembuhan luka dalam jangka waktu satu minggu adalah monyet dengan peringkat sosial lebih tinggi (dominan). Hal ini disebabkan monyet dominan mempunyai tingkat stres lebih rendah , dalam perebutan pakan dari pengelola maupun pengunjung. Morgan et al., (2000) menyatakan monyet dengan peringkat sosial lebih tinggi akan mudah mendapatkan akses ke sumber pakan, baik dikandangkan maupun liar. Adanya tumbuhan yang mengandung suatu zat aktif obat yang dimakan oleh monyet, membantu mempercepat kesembuhan luka, tetapi hal ini perlu diteliti lebih lanjut terhadap jenis tumbuhan yang berkasiat obat yang ada di obyek wisata tersebut. Sudisma (2001), melaporkan bahwa pemberian minyak oles bokashi (bahan baku dari rempah-rempah) mempercepat kesembuhan luka dan meningkatkan kekuatan jaringan menahan beban, disamping ketersediaan protein dan vitamin yang memadai dalam tubuh yang diperoleh dari pakan (Fossum, 1997).
Kebiasaan monyet membersihkan lukanya dari kotoran (debu dan runtuhan sel) akan mempercepat kesembuhan luka terutama luka kompleks. Luka yang bersih akan memberikan lingkungan optimal bagi perkembangan sel-sel fibroblas untuk memacu kolagen dalam kesembuhan luka (Fossum, 1997).
Tipe luka yang paling banyak diderita monyet di Ubud yaitu tipe kulit robek (55 %), kemudian tipe luka tusuk (11,7 %), lain-lain (11,7 %), kulit robek sampai otot rusak (8,3 %), luka kulit robek sampai kelihatan tulang (6,7 %), dan patah tulang (6,7 %). Secara statistika tidak ada perbedaan nyata terhadap kesembuhan luka antar tipe luka (P>0,05). Luka tipe kulit robek 43,3 % sembuh dalam satu minggu, 30,0% dan 26,7% dalam dua minggu dan tiga minggu. Kebiasaan monyet membersihkan luka dengan cara menjilat akan memperlambat kesembuhan luka yang lebih kecil dan sederhana tetapi mempercepat kesembuhan luka komplek yang lebar. Pada luka sederhana dengan celah lapisan dermal yang sempit, sel epitel akan mampu menutup dalam waktu 48 jam (Pavletic, 1992). Apabila pada saat proses epitelisasi ini terganggu karena jilatan atau tekanan yang lain, luka akan mudah kambuh kembali, sedangkan pada luka komplek akan mempercepat kesembuhan luka (Pavletic, 1992; Fossum, 1997).Tipe luka yang diderita monyet di Ubud dapat dilihat pada Gambar 1.
Tipe luka tusuk (puncture) hanya diderita monyet betina, hal ini diakibatkan gigitan gigi taring monyet jantan pada proses kawin. Hal ini juga terjadi pada monyet rhesus (Drickamer, 1975).
Keterangan :
f : betina, m : jantan, none : bayi (infant 1); a : luka tusuk ;b1 :luka kulit robek ;b2: luka kulit robek sampai otot rusak; b3 : luka kulit robek sampai kelihatan tulang; c: patah tulang ;d: luka selain yang disebutkan didepan.
Gambar 1. Tipe Luka yang Diderita oleh Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di
Obyek Wisata Wanara Wana Padang Tegal Ubud.
KESIMPULAN
Waktu kesembuhan luka pada monyet ekor panjang dalam waktu satu minggu terjadi sebanyak 50% pada jantan dominan dan 45% pada betina dominan tergolong cepat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusat Kajian Primata Udayana atas segala fasilitas yang diberikan dan Central Washington University, melalui Program Summer Field School atas dana yang diberikan untuk penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Drickamer, L. C. 1975. Quantitative Observation of Behavior in Free-ranging Macaca
mulatta : Methodology and Aggression. Behaviour. 55 : 209 – 236.
Enomoto, T. 1981. Male Aggression and The Sexual Behavior of Japanese Monkeys.
Primates. 22: 15 – 23.
Fossum, T. W. 1997. Small Animal Surgery. Mosby. New York. USA.
Fuentes, A., I. D.K.H. Putra.,K. G. Suaryana., A. L. T. Rompis., I. G. A. A. Putra., I.
N. Wandia., I. G. Soma., Ni L. Watiniasih. 2000. The Balinese Macaque Project. Background and Stage One Field School Report. J. Primatologi Indonesia. Vol. 3 No 1. 29-34.
Fuentes, A. 2001. Personal komonikasi
Morgan, D., K. A. Grant., O. A.Prioleau., S. H. Nader., J. R. Kaplan., M. A. Nader.
2000. Predictor of Social Status In Cynomolgus Monkeys (Macaca Fascicularis) After Group Formation. Am. J. Primatology. 52 (3). 115 – 131.
Pavletic, M. M. 1992. Veterinary Emergency and Critical Care Medicine. Editor. Robert
J. Murtaugh and Paul M. Kaplan. Mosby Year book. Toronto, New York.
Ruehlmann, T. E., I. S. Bernstein, T. P. Gordon, and P. Balcaen. 1988. Wounding
Patterns in Three Spesies of Captive Macaques. Am. J. Primatology. 14 : 125 – 134.
Spraque, D.S. 1998. Age, Dominance rank, Natal status, and Tenure Among Male
Macaques. Am. J. Phys. Anthropol. 105: 511 – 521.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu
Pendekatan Biometrik. Alih Bahasa ; Ir Bambang Sumantri. Edisi Kedua. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sudisma, I. G. N. 2001. Penggunaan Minyak Oles Bokashi untuk Penyembuhan Luka
Operasi pada Mencit. Seminar Uji Klinis Minyak Oles Bokashi. Tanggal 10 Agustus 2001. Denpasar.
Thomas., S. 1997. The Management of Extravasation Injury In Neonates. World Wide
Wounds. Edisi Oktober 1997.
Thomas, S. 2001. An Introduction to The Use of Vacum Assisted Closure. World Wide
Wounds. Edisi May 2001.