Wed 6 Apr 2005
INFEKSI CACING PITA PADA ANJING BALI DAN GAMBARAN MORFOLOGINYA
Posted by sadra under Jvet Vol 4(1) 2003INFEKSI CACING PITA PADA ANJING BALI
DAN GAMBARAN MORFOLOGINYA
Nyoman Sadra Dharmawan, Nyoman Adi Suratma, Made Damriyasa,
dan I Made Merdana
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Denpasar
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui infeksi cacing pita pada anjing Bali di Bali dan beberapa aspek morfologinya. Sebanyak 50 anjing (30 dewasa dan 20 anak) diperiksa terhadap adanya infeksi cacing pita. Untuk mempelajari beberapa aspek morfologinya, telah diamati secara seksama empat cacing pita Dipylidium caninum. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan infeksi cacing pita, dianalisis dengan uji khi-kuadrat. Sedangkan beberapa deskripsi morfologi D. caninum disajikan secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 14 dari 50 ekor anjing yang diperiksa (28%) terinfeksi cacing pita. Infeksi oleh cacing pita D. caninum adalah 18% (20% pada anak anjing dan 16,7% pada anjing dewasa), perbedaannya tidak bermakna (P>0,05). Sementara, infeksi oleh cacing pita Taenia spp. adalah 10% (15% pada anak anjing dan 6,67% pada anjing dewasa), juga tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (P>0,05). Beberapa deskripsi morfologi cacing D. caninum memberikan gambaran sebagai berikut: panjang 20 – 30 cm (26,25 + 5,68), jumlah segmen 40 - 50 (45,25 + 4,57), dan diameter scolex 0,5 – 0,8 mm (0,65 + 0,17).
Kata Kunci: Cacing Pita, Anjing Bali, Morfologi
TAPE WORM INFECTION IN BALI DOGS
AND THEIR MORPHOLOGICAL DESCRIPTION
ABSTRACT
A preliminary study was carried out to know, the existence of tape worm infection in Bali dogs and their morphological characteristics. Fifty dogs (30 adult and 20 puppies) were used and autopsied. Some morphological aspects of the tape worm were determined by examining four Dipylidium caninum used the present study. The data obtained was analyzed using chi-square analysis and the morphology of D. caninum was described qualitatively.
The result of this research showed that 14 out of 50 Bali dogs (28%) were infected by tape worm. Infection by D. caninum was 18% (20% in puppies, 16.7% in adult). Infection by Taenia spp. was 10% (15% in puppies, 6.67% in adult). It was observed that age had no significan affect (P>0.05) on the tape worm infection in Bali dogs. Some morphological aspects of D. caninum showed that the adult worm has length 20 – 30 cm (26.25 + 5.68) with 40 – 50 (45.25 + 4.57) proglottids and the diameter of scolex 0.5 – 0.8 (0.65 + 0.17).
Key Words: Tape worm, Bali dogs, Morphology
PENDAHULUAN
Cacing pita atau Cestoda adalah parasit yang untuk kelangsungan hidupnya memerlukan dua inang yang berbeda. Cacing pita dewasa biasanya hidup pada saluran pencernaan inang sejati (definitive host), sedangkan bentuk larvanya ditemukan pada otot, hati, otak, atau jaringan di bawah kulit inang antara (intermediary host). Kedua bentuk parasit ini baru diketahui sebagai tahap yang berbeda dalam daur kehidupan spesies tunggal pada pertengahan abad ke 19 (Dharmawan, 2002).
Cestoda adalah cacing yang hermafrodit. Merupakan parasit dalam, dengan badan yang memanjang, beruas-ruas, pipih dorsoventral, tanpa rongga badan maupun saluran pencernaan (Soulsby, 1982; Noble dan Noble, 1989). Cestoda memiliki sebuah kepala, disebut skoleks. Pada skoleks terdapat beberapa alat penghisap dan kait. Badannya disebut strobila, terdiri atas sejumlah segmen (proglotid). Setiap proglotid biasanya mengandung satu atau dua pasang alat kelamin jantan dan betina, sehingga cacing pita sering dianggap bukan satu individu melainkan satu koloni.
Cacing pita pada anjing dan kucing, umumnya tidak patogen. Namun, infeksi yang berat pada hewan muda akan menyebabkan diare, konstipasi, kekerdilan, dan gejala non-spesifik lainnya. Di samping itu, bentuk larva atau kista dari beberapa cacing pita anjing (misalnya Echinococcus granulosus) sangat berbahaya bagi hewan lain yang bertindak sebagai inang antara. Jenis cestoda yang umum menginfeksi anjing, diantaranya adalah: Dypilidium caninum, Diphylobothrium latum, Spirometra mansoni, Taenia hydatigena, Taenia pisiformis, Taenia taeniaeformis, dan Echinococcus granulosus (Kelly, 1977; Urquhart et al., 1987).
Sampai saat ini laporan mengenai keberadaan dan tingkat infeksi cestoda pada anjing di Bali - termasuk morfologinya, sangat terbatas. Penelitian pendahuluan ini dibuat untuk mengetahui tingkat infeksi cacing pita, terutama pada anak anjing dan anjing dewasa di beberapa daerah di Bali. Selain itu, studi ini juga mempelajari mengenai beberapa karakteristik morfologi dari salah satu cestoda yang ditemukan (D. caninum).
MATERI DAN METODE
2.1. Materi
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah 50 ekor anjing (30 anjing dewasa dan 20 anak anjing) yang diperoleh dari menangkap anjing-anjing yang berkeliaran di daerah Badung, Denpasar, Gianyar, Klungkung, Karangasem, Bangli, dan Tabanan. Untuk mempelajari beberapa aspek morfologi cestoda, sampel yang digunakan adalah cacing pita D. caninum yang diperoleh dari anjing penderita.
2.2. Metode
2.2.1. Tingkat Infeksi Cestoda
Anjing yang digunakan pada penelitian ini berasal dari anjing-anjing yang berkeliaran di beberapa daerah, seperti telah disebutkan pada Sub Materi (2.1) di atas. Anjing-anjing tersebut ditangkap dengan cara pembiusan menggunakan spuit yang telah diisi obat bius Xylazine. Nekropsi dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Penyakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, dengan cara emboli pada jantung menggunakan spuit berisi udara. Setelah mati, anjing diletakkan secara dorsal recumbency, kemudian dilanjutkan dengan pembedahan pada bagian perut (linea alba). Penorehan dimulai dari lambung dilanjutkan ke duodenum, jejunum, ilium, caecum, dan usus besar. Setelah penorehan, dilakukan pengamatan terhadap satu per satu cacing yang ditemukan. Pengamatan juga dilakukan terhadap kerokan usus.
Parameter yang dicatat adalah tingkat infeksi cestoda pada anjing dewasa dan anak anjing. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kejadian di antara kedua kelompok anjing tersebut, data yang diperoleh dianalisis dengan Uji Khi-Kuadrat (Steel dan Torrie, 1993).
2.2.2. Beberapa Aspek Morfologi Cestoda
Yang dipakai untuk mempelajari beberapa aspek morfologi cacing pita yang ditemukan pada anjing di Bali adalah D. caninum. Sebanyak empat cacing D. caninum utuh dengan skoleksnya, yang diperoleh dari anjing terinfeksi, diambil dan dibersihkan dengan air kran. Pengamatan D. caninum selanjutnya dilakukan secara seksama dengan mengukur dan mencatat panjang cacing, jumlah segmen, dan diameter skoleksnya. Pada tahapan ini dicatat pula jenis anjing, jenis kelamin, umur dan lokasi berparasit cacing pada anjing.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari pengamatan yang dilakukan terhadap anjing-anjing yang telah diotopsi, diketahui bahwa dari 50 ekor anjing yang diperiksa, 14 (28%) di antaranya terinfeksi cestoda. Dari keempat belas cestoda yang ditemukan tersebut, ternyata sembilan ekor anjing (18%) terinfeksi oleh D. caninum dan lima ekor (10%) terinfeksi Taenia spp (Tabel 1).
Tabel 1. Tingkat Infeksi Cestoda pada Anjing Bali
Jenis Cacing Positif (ekor) Negatif (ekor) Persen ((%)
D. caninumTaenia spp. 95 4145 1810
Jumlah 14 86 28
N = 50
Menurut Soulsby (1982), jenis cestoda yang umum menginfeksi anjing adalah Dypilidium caninum, Diphylobothrium latum, Spirometra mansoni, Taenia hydatigena, Taenia pisiformis, Taenia taeniaeformis, dan Echinococcus granulosus. Tingkat infeksi Cestoda pada anjing di beberapa negara amat bervariasi, tergantung spesiesnya. Di Australia misalnya, D. caninum adalah spesies yang amat umum ditemukan menginfeksi anjing. Pada tahun tujuh puluhan, dilaporkan prevalensinya cukup tinggi pada anjing-anjing yang dipelihara di kota Sydney, yaitu mencapai 67,5% (Kelly, 1977) Sementara untuk jenis Taenia spp. di beberapa wilayah Australia, prevalensinya berkisar antara 2,6 – 30%. Brotowidjojo (1981) melaporkan bahwa dari hasil survey yang dilakukan oleh WHO tahun 1979, diketahui tingkat infeksi Cestoda untuk daerah Asia Tenggara adalah 1 – 10%.
Hasil yang diperoleh pada peneltian pendahuluan yang dilakukan di Bali ini, memperlihatkan persamaan dengan laporan Brotowidjojo (1981). Hal ini kemungkinan karena adanya kesamaan faktor lingkungan, kelembaban, dan suhu yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup cacing pita. Brown (1982) menyatakan bahwa faktor lingkungan, kondisi wilayah, kelembaban, dan suhu ideal akan memungkinkan kelangsungan hidup cacing di luar tubuh inang. Kondisi seperti ini selanjutnya akan menjamin keberlangsungan hidup cacing tersebut, sampai akhirnya menginfeksi dan berkembang pada tubuh anjing.
Hubungan antara perbedaan umur anjing dengan tingkat infeksi cacing pita pada penelitian ini dapat di lihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hubungan Perbedaan Umur terhadap Tingkat Infeksi Cacing Pita pada Anjing
Bali
Jenis Umur Anjing X2 X
Cacing 6 bulan (N=30) Hitung Tabel
+ - % + - % 5% 1%
D. caninum 4 16 20 5 25 16,66 0,09tn 3,84 6,64
Taenia spp. 3 17 15 2 28 06,67 0,93tn
Jumlah 7 33 35 7 53 23,33
tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)
Dengan analisis Uji Khi-Kuadrat diketahui nahwa tingkat infeksi cacing pita pada anak anjing (35%) tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan tingkat infeksi cacing pita pada anjing dewasa (23,33%) (Tabel 2). Hal ini disebabkan karena anjing yang digunakan dalam penelitian ini, kondisinya sama-sama dipelihara secara bebas / dilepas. Keadaan seperti ini, berimplikasi terhadap kesempatan untuk terpapar cacing pita adalah sama antara anak anjing dan anjing dewasa. Di samping itu, cacing D. caninum dan Taenia spp. karena kekhasannya, untuk kelangsungan hidupnya keduanya sama-sama membutuhkan inang antara. Inang antara cacing D. caninum adalah pinjal, dengan sifat yang suka melompat dari satu anjing ke anjing lain. Inang antara cacing Taenia spp. adalah kelinci, babi, domba. Untuk kondisi di Bali, anjing yang dipelihara bebas / dilepas akan memiliki akses yang mudah untuk berkontak langsung dengan ternak lain seperti babi, kambing, dll. (Dharmawan, et al., 2001)
Namun demikian, dari Tabel 2 dapat dilihat adanya kecenderungan bahwa tingkat infeksi cacing pita pada anak anjing (35%) relatif lebih tinggi dibandingkan pada anjing dewasa (23,33%). Hal ini jelas berhubungan dengan adanya perbedaan perkembangan daya tahan tubuh kedua kelompok anjing tersebut. Fenomena seperti ini dilaporkan oleh Kelly (1977) yang menyatakan insiden kejadian infeksi D. caninum di Australia, lebih tinggi pada anjing muda.
Dari pengamatan penelitian pendahuluan ini, diketahui bahwa infeksi tunggal dan ganda berturut-turut adalah 26% (13 dari 50 ekor anjing) dan 2% (1 dari 50 ekor anjing). Umumnya infeksi oleh dua jenis cacing pada satu inang akan menyebabkan adanya kompetisi untuk saling meniadakan di antara cacing tersebut.
Data mengenai beberapa deskripsi morfologi D. caninum disajikan pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Beberapa Deskripsi Morfologi D. caninum
No. Anjing D. caninum Lokasi berparasit
Sex Umur Scolex (mm) Panjang (cm) Jlh segmen
1. Betina 5 bulan 0,5 23 43 Illium
2. Betina 6 bulan 0,8 30 48 Illium
3. Jantan > 6 bulan 0,8 32 50 Jejunum
4. Betina 5 bulan 0,5 20 40 Illium
Rata-rata 0,65 + 0,17 26,25 + 5,68 42,25 + 4,57
Hasil pengamatan (Tabel 3) memperlihatkan bahwa panjang cacing D. caninum yang ditemukan pada anjing Bali adalah 20 – 32 cm dengan jumlah segmen berkisar anatara 40 – 50 segmen. Diameter skoleks cacing pita ini diketahui berukuran antara 0,5 – 0,8 mm. Menurut Soulsby (1982) panjang D. caninum adalah 50 cm. Noble dan Noble (1982) menyatakan panjang cacing pita tersebut adalah 10 – 70 cm dengan rata-rata 30 cm dan mudah dikenal karena segmen yang matang berbentuk memanjang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian pendahuluan ini dapat dibuat kesimpulan dan saran sebagai berikut:
1. Tingkat kejadian infeksi cacing pita pada anjing Bali di Bali adalah 28%. Infeksi oleh cacing D. caninum dan Taenia spp. berturut-turut adalah 18% dan 10%. Infeksi tunggal ditemukan pada 26% dan infeksi ganda pada 2% dari anjing yang diperiksa.
2. Kejadian infeksi cacing pita pada anjing Bali tidak tergantung apada umur anjing.
3. Panjang cacing D. caninum pada anjing Bali berkisar antara 20 – 32 cm dengan rata-rata 26,25 + 5,68 cm. Jumlah segmen cacing: 40 – 50, rata-rata 45,25 + 4,57. Diameter skoleks cacing: 0,5 – 0,8 mm, rata-rata 0,65 + 0,17 mm.
4. Masih perlu dilakukan penelitian lanjutan, terutama untuk mengetahui prevalensi infeksi cacing pita pada anjing Bali dengan jumlah sampel anjing yang lebih besar, dan pengamatan deskripsi morfologi berbagai jenis cacing pita dengan sampel cacing yang lebih banyak.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih disampaikan kepada Dr. Christian Bauer dari Institute of Parasitology Justus-Liebig Giessen University, Jerman, atas sokongan dana dan fasilitas yang telah diberikan. Kepada semua relawan di lapangan yang telah membantu menangkap anjing liar yang digunakan pada penelitian ini, disampikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya.
DAFTAR PUSTAKA
Brotowidjojo, MD. 1981. Epidemiologi Penyakit Parasit. Kaliwangi Offset. Yogyakarta.
Brown, H.W. 1983. Dasar Parasitologi Klinis. Terjemahan dari Basic Clinical Parasitolgy. Editor Penterjemah Wita Pribadi. PT Gramedia. Jakarta.
Dharmawan, N.S., I.B. Windia Adnyana, I M. Damriyasa. 2001. Prevalence of Taenia hydatigena Cysticercosis in Pigs in Bali, Indonesia. Proc. The 18th International Conference of the World Association for the Advancement of Veterinary Parasitology. 26-30 August 2001.
Dharmawan, N.S. 2002. Sejarah Cestoda. Makalah disampaikan pada Seminar Ilmiah FKH Unud di Denpasar, 13 Juli 2002.
Kelly, J.D. 1977. Canine Parasitology. Veterinary Review No. 17. The University of Sydney The Post-Graduate Foundation in Veterinary Science. Sydney.
Noble, E.R. dan G.A. Noble. 1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan. Terjemahan dari Parasitology: The Biology of Animal Parasites. Penterjemah: Wardiarto. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soulsby, E.J.L. 1982. Helminth Arthropods and Protozoa of Domesticated Animal. Bailliere Tindall. London.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan dari Principles and Procedures of Statistics A Biometrical Approach. Penterjemah: B. Sumantri. PT Gramedia. Jakarta.
Urquhart, G.M., J. Armour, J.L. Duncan, A.M. Dunn, F.W. Jennings. 1987. Veterinary Parasitology. Longman Sci & Tech. Harlow Essex, England.