Wed 6 Apr 2005
Ovisidal dan Vermisidal Bawang Putih terhadap Telur dan Cacing Ascaridia galli pada Ayam Kampung
Posted by admin under Jvet Vol 4(2) 2003Ovisidal dan Vermisidal Bawang Putih
terhadap Telur dan Cacing Ascaridia galli pada Ayam Kampung
(OVICIDAL AND VERMICIDAL ACTIVITIES OF GARLIC
AGAINST THE EGGS AND ADULT HELMINTH OF ASCARIDIA GALLI
IN LOCAL CHICKENS)
IDA BAGUS MADE OKA
Lab Parasitologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana, Jalan Dr. Goris Denpasar 80232
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui ovisidal dan vermisidal bahan asal alam yang bersifat anthelmintik yaitu bawang putih terhadap telur dan cacing Ascaridia galli pada ayam kampung. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap, dengan perlakuan pemberian bawang putih 2 g (P2), 3 g (P3), 4 g (P4), 5 g (P5), 6 g (P6) dan biji jagung P0 (sebagai kontrol). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak delapan kali. Pengamatan ovisidal bawang putih yang kontak langsung dan kontak tidak langsung dengan telur cacing A. galli dilakukan pada hari ke-21. Vermisidal bawang putih terhadap cacing A. galli diamati tujuh hari setelah perlakuan.
Hasil penelitian didapat ovisidal bawang putih yang kontak langsung dengan telur cacing A. galli berbeda nyata (P0,05). Ovisidal bawang putih yang kontak tidak langsung dengan telur cacing A. galli, ditemukan bahwa P0 tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan P2, tetapi berbeda nyata (P
Kata kunci : bawang putih, ayam terinfeksi cacing A. galli.
ABSTRACT
A study has been carried out to assess the ovicidal and vermicidal activity of garlic against eggs and adult worm of Ascaridia galli infecting local chickens A completely randomized design was applied with treatments with garlic in dose of 2 g (P2), 3 g (P3), 4 (P4), 5 g (P5), 6 g (P6) respectively, and corn (P0 as control). Each treatment was replicated eighr times. Assesment of the ovicidal activity of garlic, both directly and indirectly, on A. galli eggs was done on day 21.Vermicidal effect of garlic on A. galli adult worm was observed seven days after treatment.
The result showed that direct contact of garlic with A. galli egg has an ovicidal effect significantly greter than control (P0.05) of garlic of A. galli eggs. When give inderecttly, however garlic has no significant ovicidal effect (p
Key word. garlic, A.galli infected chickens.
PENDAHULUAN
Ayam merupakan salah satu sumber penghasil protein hewani asal ternak, selain sapi,babi, kerbau, kambing, domba, kelinci dan aneka ternak lainnya yang persediannya hampir ada setiap saat. Selain itu di Bali, ayam juga digunakan sebagai pelengkap upacara keagamaan dan untuk sarana hiburan.
Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang umum dan sangat merugikan peternak ayam. Prevalensi infeksi cacing nematoda di Kota Denpasar dilaporkan oleh Suweta et al., (1991) sebesar 84% yang terdiri dari infeksi tunggal dan campuran cacing Heterakis gallinarum sebesar 58%, Ascaridia galli sebesar 46% dan Aquaria spp sebesar 20%. Hasil penelitian Oka etal., (1997) mendapatkan prevalensi infeksi cacing pada ayam di Kota Denpasar sebesar 94% secara berturutan terdiri dari infeksi cacing pita (cestoda) sebesar 31,33%, cacing nematoda (A. galli) sebesar 8,6% serta infeksi campuran sebesar 54%. Taksiran kerugian produksi daging akibat infeksi alamiah cacing saluran pencernaan ayam kampung di Jawa Barat dengan jumlah populasi 16,4 juta ekor dengan prevalensi infeksi 94,56% adalah sebesar 2,240 – 3,148 juta kg daging atau 4,48 sampai 6,29 milyar rupiah (He et al., 1991). Upaya pengendalian cacing dengan obat cacing yang dipasarkan sampai saat ini hasilnya belum optimal, karena obat cacing umumnya hanya mampu membunuh cacing dewasa dan kurang mampu membunuh telur yang merupakan sumber penularan berikutnya. Selain itu cacing yang mati akibat obat cacing, tidak membuat telur yang ada di dalam tubuhnya mati dan kemungkinan besar masih efektif sebagai sumber penular pada unggas lainnya.
Pengobatan tradisional merupakan budaya yang tetap digunakan oleh masyarakat dari berbagai tingkatan sosial ekonomi di seluruh dunia, dalam upaya menyembuhkan penyakit dan menjaga kesehatan diri dan hewan peliharaanya. Dewasa ini pemanfaatan tanaman obat semakin digalakkan. Hidayati (1991), melalukan penelitian menggunakan ekstrak bawang putih dengan dosis 1 mg, 3 mg, 10 mg dan 30 mg yang dibandingkan dengan levamisol dalam menurunkan Total Telur per Gram Tinja (TTGT) cacing A. galli pada ayam ras petelur Harco secara in-vivo. Dalam penelitian ini didapat bawang putih efektif menurunkan TTGT dan pada dosis 30 mg efektiviasnya tidak berbeda dibandingkan levamisol. Agustina (1997), meneliti daya tahan hidup cacing A. galli secara in-vitro dengan cara merendam di dalam ekstrak bawang putih 10%, 20%, ekstrak labu merah 10% dan 20% dan piperasin 0,65% yang diamati setelah 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam, hasilnya bawang putih dengan konsentrasi 20% mempunyai efek anthelmintik dan tidak ada perbedaan dengan piperasin.
Penelitian menggunakan bawang putih untuk mengetahui penurunan TTGT secara in-vivo dan vermisidalnya secara in-vitro terhadap cacing A. galli telah dilakukan, tetapi penelitian ovisidal dan vermisidal secara in-vivo belum dilakukan, sehingga penelitian ini dilakukan.
MATERI DAN METODE
Materi
Penelitian ini menggunakan 48 ekor ayam kampung yang terinfeksi cacing A. galli berumur enam bulan. Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: bawang putih, akuades, air keran, tisyu, kandang beserta perlengkapannya, alat bedah, cawan petri, gelas beker, gelas ukur, centrifugator dengan kelengkapannya, mikroskop, dispossible syringes, pipet, timbangan, pot plastik, alat hitung, sarung tangan.
Metode
Dalam penelitan ini digunakan rancangan acak lengkap. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian bawang putih per-oral masing masing 2 g (P2), 3 g (P3), 4 g (P4), 5 g (P5), 6 g (P6) dan biji jagung (P0 sebagai kontrol) dan diulang sebanyak 8 kali
Setelah perlakuan, ayam dipelihara di dalam kandang (sesuai rancangan). Tinja yang keluar 6 jam setelah perlakuan dibuang karena dianggap belum berkontak dengan bawang putih dan yang keluar sesudah 6 jam sampai dengan 24 jam setelah perlakuan (selanjutnya disebut telur yang kontak langsung), dilakukan pemupukan untuk mengetahui khasiat ovisidalnya. Cacing yang keluar sampai dengan 7 hari setelah perlakuan dihitung jumlahnya, kemudian dibedah untuk dikeluarkan telurnya, karena telur ini tidak berkontak secara langsung dengan bawang putih (selanjutnya disebut telur yang berkontak tidak langsung), dipupuk untuk mengetahui khasiat ovisidalnya.
Pemeriksaan pupukan dilakukan pada hari ke 21 dengan cara memeriksa pupukan dibawah mikroskop sampai ditemukan paling sedikit 30 butir telur, kemudian dihitung berapa jumlah telur yang berembrio dan tidak berembrio. Persentase ovisidal bawang putih terhadap telur cacing A. galli didapat dengan cara menghitung jumlah telur cacing yang tidak berembrio dibagi jumlah telur yang diamati dikalikan 100%.
Pada hari ke tujuh, semua ayam dipotong serta bagian ususnya dibedah untuk menghitung jumlah cacing yang masih hidup. Persentase vermisidal bawang putih terhadap cacing A. galli didapat dengan menjumlahkan cacing yang mati dan keluar bersama tinja dibagi dengan jumlah cacing keseluruhan (cacing yang mati dan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan setelah dibedah) dikalikan 100%.
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis varian (sebelum dianalisis) data ditransformasi arsin akar %). Apabila terdapat perbedaan yang bermakna (P
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama penelitian tidak ada ayam yang mati. Ayam yang diberikan perlakuan tidak memperlihatkan kelainan yang mencolok secara klinis, hanya saja sehari setelah perlakuan, dari tinja dan tubuh ayam tercium bau khas bawang putih.
Hasil penelitian mendapatkan rata-rata persentase ovisidal bawang putih terhadap telur cacing A. galli yang berkontak secara langsung pada kontrol (P0) sebesar (3,90 ± 1,38), P2 sebesar (53,22 ± 2,71), P3 sebesar (83,90 ± 2,12), P4 sebesar (95,63 ± 2,30), P5 sebesar (100,00), sedangkan pada P6 sebesar (100,00). Setelah dianalisis didapatkan ovisidal bawang putih yang telah berkontak secara langsung dengan telur cacing A. galli pada kontrol berbeda secara bermakna (P0,05) satu dengan yang lainnya. Rata-rata persentase ovisidal bawang putih terhadap telur cacing A. galli yang berkontak secara tidak langsung pada kontrol (P0) sebesar (6,61 ± 3,23), pada P2 sebesar (8,44 ± 2,87), pada P3 sebesar (83,90 ± 2,12), P4 sebesar (95,63 ± 2,30), P5 sebesar 100,00, sedangkan pada P6 sebesar 100,00. Setelah dianalisis didapatkan ovisidal bawang putih yang kontak tidak langsung dengan telur cacing A. galli pada P0 (kontrol) berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan perlakuan (P2), tetapi berbeda nyata (P
Hasil penelitian ini menemukan bahwa rata-rata persentarse vermisidal bawang putih terhadap cacing A. galli pada kontrol sebesar 0,00, P2 sebesar 11,14 ± 2,33, P3 sebesar 26,48 ± 5,81, P4 sebesar 70,92 ± 4,85, P5 sebesar 82,57 ± 4,02 dan P6 sebesar 88,03 ± 2,40. Setelah dianalisis didapatkan vermisidal bawang putih terhadap cacing A. galli pada kontrol berbeda nyata (P
Efek ovisidal dan vermisidal bawang putih terhadap telur dan cacing A. galli disebabkan karena bawang putih mengandung bahan berkhasiat anthelmintik alisin yang setelah diteliti lebih lanjut terdiri dari dialil disulfida, dialil trisulfida, propil alil disulfida, dialil mono sulfida, alil polisulfida dan squiterpene (Watanabe, 1998) suatu enzim sulfhdril (Handali, 1988) yang dapat menembus dinding telur dan cacing. Enzim sulfhdril mempunyai kemampuan kuat berikatan secara kovalen dengan enzim fosfofruktokinase dari sel (telur dan cacing). Enzim fosfofruktokinase berfungsi mengkatalis perubahan fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa-1,6-difosfat pada jalur glikolitik protein dan glukosa, karena berikatan secara kovalen dengan alisin menyebabkan perubahan fruktosa-6-fosfat tidak terjadi (Siswandono dan Soekardjo, 1995) dan pada akhirnya ATP akan tidak terbentuk (Colby, 1992). Tidak terbentuknya ATP menyebabkan pembelahan sel di dalam telur tidak akan berlangsung sehingga pada akhirnya embrio tidak terbentuk (berkhasiat ovisidal), sedangkan khasiat vermisidal akibat tidak terbentuknya ATP menyebabkan cacing akan kekurangan tenaga dan akhirnya mati.
KESIMPULAN
Bawang putih dengan jumlah pemberian 2g, 3g , 4g, 5g dan 6g berkhasiat ovisidal dan vermisidal terhadap telur dan cacing A.galli pada ayam kampung. Ovisidal dan vermisidal bawang putih akan semakin nyata sebanding dengan peningkatan jumlah pemberian
DAFTAR PUSTAKA
Agustina W, 1997. Daya Anthelmintik Bawang Putih (Allium sativum) dan Biji Labu Merah (Curcubita moschata) terhadap Cacing Ascaridia galli secara In Vitro. Sekripsi. FKH Unair. Surabaya
Colby DS, 1992. Ringkasan Biokimia (Biochemistry : Asynopsis). Cetakan IV. EGC. Penerbit Ilmu Kedokteran. Alih Bahasa Adji Dharma.
Handali S, 1988. Khasiat Bawang Putih (Allium sativum) dalam Dunia Kesehatan. Medika No.7.
He S, VEHS. Susilawati; E. Purwati dan R. Tiuria, 1991. Taksiran Kerugian Produksi Daging akibat Infeksi Alamiah Cacing Saluran Pencernaan pada Ayam Kampung di Bogor dan Sekitranya. Hemera Zoa. PDHI. 74 (3).
Hidayati N, 1991. Perbedaan Efektivitas Minyak Atsiri Bawang Putih (Garlic Oil) dengan Levamisol sebagai Anthelmintik pada Ayam Ras Petelur di Kabupaten Bojonegoro. Sekripsi. FKH Unair. Surabaya.
Meyers FH; E. Jawetz and A. Goldfien, 1976. Review of Medical Pharmacology. 5th Ed. Lange Medical Publications California.
Oka IBM, IKA. Dada; IGAGP. Pemayun; H. Suharsono dan Suweta IGP, 1997. Hubungan Antara Jumlah Cacing dengan Persentase Karkas Ayam Kampung yang Dipotong di Kodya Denpasar. Laporan Penelitian. Univ. Udayana. Denpasar.
Siswandono dan B. Soekardjo, 1995. Kimia Medisinal. Airlangga University Press.
Stell dan Torrie JH, 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia Pustaka Utama. Alih Bahasa Sumantri B. Jakarta.
Suweta IGP; IBM Oka; IM Dwinata dan NA Suratma, 1991. Prevalensi Infeksi Cacing Nematoda pada Ayam Kampung yang Dipasarkan di Kodya Denpasar. Laporan Penelitian. Univ. Udayana. Denpasar.
Watanabe T, 1998. Penyembuhan dengan Terapi Bawang Putih. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.