Wed 6 Apr 2005
Penggunaan Eceng Gondok Sebagai Teknik Alternatif Pengolahan Limbah Cair Rumah Pemotongan Hewan
Posted by admin under Jvet Vol 4(3) 2003Penggunaan Eceng Gondok Sebagai Teknik Alternatif
Pengolahan Limbah Cair Rumah Pemotongan Hewan
(THE USE OF WATER HYACINTH AS AN ALTERNATIVE TECHNICQUE FOR THE SLAUGHTERHOUSE WASTEWATER TREATMENT)
I WAYAN SUARDANA
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner,
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana,
Jl. P.B.Sudirman, Denpasar, 80232.
____________
ABSTRAK
Limbah Rumah Pemotongan Hewan tergolong limbah organik yang sangat potensial sebagai pencemar lingkungan. Penanganan limbah RPH dapat dilakukan secara fisik, kimia dan biologi. Salah satu penanganan secara biologi adalah penggunaan eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solm) yang diketahui memiliki kemampuan penyerapan terhadap bahan organik, anorganik serta logam berat.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kualitas air limbah dengan perlakuan eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solm), mengetahui adanya interaksi antara waktu/lamanya menetap dan kepadatan dari eceng gondok serta waktu ganda eceng gondok selama perlakuan.
Sejumlah 5 kolam model berisi air limbah digunakan pada penelitian ini, serta satu kolam berisi air tanpa limbah digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan eceng gondok. Parameter mutu air limbah yang diamati yaitu suhu dan kandungan NH3. Masing-masing parameter diamati pada hari ke- 0, 4, 8, 12 dan 16. Sedangkan parameter biologi yaitu waktu ganda (doubling time/DT) tanaman, diamati dengan membandingkan besarnya perubahan berganda dari tanaman antara awal dengan akhir penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai hari ke-16 eceng gondok tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap penurunan suhu serta interaksi antara perlakuan dengan waktu, namun waktu pengamatan memberikan pengaruh nyata (P0,05). Sedangkan terhadap parameter biologi (DT), penelitian menunjukkan pengaruh yang nyata (P
Kata-kata kunci: Eceng gondok, mutu limbah cair, waktu ganda.
ABSTRACT
The waste from slaughterhouse is categorized as organic waste, which is high in proteins, fats and starches. This waste is potential as a source of pollutant.
Slaughterhouse waste can be treated physically, chemically and biologically. One of biological treatments is the use of water hyacinth (Eichhornia crassipes (Mart) Solm.) which has the ability to remove organic and unorganic compounds and heavy metals.
The objective of the current study was to evaluate the wastewater quality with water hyacinth treatment, interaction between action period and density of water hyacinth and to identify of Doubling Time (DT) water hyacinth during treatment.
Five model ponds were used in this research as well as another pond filled with running water to asses the growth of water hyacinth. The parameters observed were temperature and NH3 for the water quality. Each parameter was observed on day 0, 4, 8, 12 and 16 respectively. While biologically analysis in the form of Doubling Time (DT) were observed by comparing the degree of change in the early stage and at the end of the research.
The results of the study indicated that water hyacinth had no significant effect (P>0,05) on declining temperature and an interaction between treatment and time but the period time of observation showed significant effect (P0,05). Biology parameters i.e. doubling time (DT) indicates significant effect (P
Key words : Water hyacinth, wastewater quality, doubling time
PENDAHULUAN
Limbah RPH tergolong limbah organik berupa darah, sisa lemak, tinja, isi rumen dan usus, yang mengandung protein, lemak dan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai pencemar lingkungan. Perkiraan berat isi rumen untuk sapi dan kerbau adalah + 30,5 kg/ekor serta untuk kambing dan domba 2,58 kg/ekor (Mitchell, 1980). Dengan melihat perkiraan tersebut, maka tiap hari limbah yang dihasilkan oleh RPH Kotamadya Bogor dengan rata-rata pemotongan sapi dan kerbau 45 ekor/hari dan babi 9 ekor/hari adalah sebesar + 1.552,5 kg/hari.
Pengolahan limbah RPH dapat dilakukan secara fisik, kimia dan biologi (Djajadiningrat 1993). Saat ini RPH melakukan pengolahan limbah cair hanya secara fisik yakni dengan melakukan penyaringan (filtrasi) dan pembuatan kolam pengendapan. Pengolahan dengan kolam aerasi masih mengalami kendala mengingat biaya yang dibutuhkan cukup tinggi. Atas dasar pertimbangan tersebut, pengolahan limbah secara biologi menjadi alternatif pemecahannya yaitu menggunakan tanaman air seperti eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solm) yang memiliki kemampuan menurunkan kandungan BOD5, COD, NH3 dan logam berat (Abdel Sabour et al., 1997; Haider et al., 1984; Zaranyika and Ndapwadza, 1995).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu air limbah RPH Kotamadya Bogor setelah mendapatkan perlakuan eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solm) serta mengetahui kaitan antara waktu menetap dengan kepadatan enceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solm) terhadap mutu limbah cair dan nilai DT.
BAHAN DAN METODE
Peninjauan Lapangan dan Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan meliputi penelitian mengenai dosis kaporit terhadap penurunan total mikroorganisme serta pengamatan terhadap pertumbuhan eceng gondok.
Rancangan Percobaan
Sebanyak 210 liter limbah cair RPH, masing-masing ditampung dalam 5 unit kolam model dengan ukuran panjang 95cm x lebar 50cm x tinggi 50 cm. Eceng gondok yang digunakan dipilih yang seragam berdasarkan metode summed growth ratio /SGR (Comber dan Slamet, 1975). Secara skematik rancangan percobaannya yaitu : kolam I (kolam air limbah dengan kaporit dosis 500 mg/l tanpa ditanami eceng gondok), kolam II (kolam air limbah tanpa penambahan kaporit dan tanpa eceng gondok), kolam III (kolam air limbah dengan kepadatan eceng gondok 30% atau 6 rumpun), kolam IV (kepadatan 60% atau 12 rumpun) dan kolam V (kepadatan 90% atau 18 rumpun), dan kolam VI (eceng gondok kepadatan 60% namun ditanam pada bak air tanpa limbah).
Pengambilan contoh
Pengambilan contoh dilakukan sebanyak lima kali pada masing-masing kolam yaitu pada hari ke-0, 4, 8, 12 dan 16 dengan dua kali ulangan.
Analisis Statistika
Analisis dilakukan terhadap parameter-parameter suhu dan NH3 untuk mutu limbahnya (Alaerts dan Santika, 1987; Elsevier, 1987) serta analisis nilai waktu berganda /doubling time (DT) dari eceng gondok menurut Mitchell (1974). Sedangkan kaitan antara waktu menetap dengan kepadatan eceng gondok terhadap mutu limbah cair dan DT dianalisis secara statistika (Gaspersz, 1991; Steel dan Torrie, 1995).
Data hasil penelitian yang menggunakan rancangan acak kelompok dalam waktu (in-Time RAK), dengan lima perlakuan, lima tingkat waktu pengamatan, dan dua kali pengulangan sebagai blok ini dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Sedangkan pola tanggapnya diuji dengan Analisis Regresi (Gaspersz, 1991; Steel dan Torrie, 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa eceng gondok layu dan berwarna kuning pada hari ke-20 ketika ditanam pada media yang mengandung kaporit 1 ppm. Hasil ini mencerminkan adanya pengaruh negatif kaporit terhadap pertumbuhan eceng gondok. Pemberian kaporit untuk menurunkan total mikroorganisme pada air limbah kurang efektif karena sampai kadar 400 mg/l hanya mampu menahan pertumbuhan mikroorganisme sampai hari ke tiga saja. Pada hari ke enam terjadi peningkatan populasi mikroorganisme mencapai 8,2 x 104 cfu/ml.
Nilai NH3 dari kolam pengolahan limbah RPH Bogor saat ini memiliki nilai rataan 22,36 mg/l. Nilai ini jauh di atas baku mutu limbah cair golongan II menurut KEPMEN-51/MENLH/10/1995 yakni sebesar 5 mg/l. Nilai NH3 yang tinggi setelah aerasi juga diperoleh Wiedarti (1991).
Mutu Air Limbah
1. Pengaruh serta Interaksi Perlakuan terhadap Suhu Limbah Cair
Dari hasil penelitian diketahui bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap penurunan suhu dan juga tidak terlihat ada interaksi antara perlakuan dengan waktu menetap (P>0,05). Sedangkan waktu menetap mempengaruhi secara nyata (P
Tabel 1. Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Suhu (0C) Limbah Cair Rumah Pemotongan Hewan
Kolam Waktu (hari) Rataan
0 4 8 12 16
IIIIIIIVV 25,5025,5025,5025,5025,50 24,2523,7524,0024,0024,00 24,0024,0024,0024,5024,50 23,6523,5023,7523,7523,75 23,5023,5023,7523,7523,75 24,18A24,05A24,20A24,30A24,30A
Rataan 25,50A 24,00B 24,20B 23,68B 23,65B
Keterangan : Hurup yang berbeda ke arah baris atau kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (P
Gambar 1. Pola Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Suhu (0C) Limbah Cair Rumah Pemotongan Hewan
Adanya kecenderungan penurunan suhu limbah cair terkait erat dengan kepadatan eceng gondok. Semakin banyak permukaan kolam yang tertutupi oleh tanaman, akan semakin besar menghalangi pertukaran panas antara atmosfir dengan permukaan air (Aneja dan Singh, 1992). Adanya peningkatan pada hari-hari berikutnya berkaitan erat dengan adanya hasil respirasi baik aerob maupun anaerob berupa CO2 yang berlebihan, adanya hasil metabolisme mikroba pada akar tanaman, serta adanya penghancuran eceng gondok yang sudah mati.
Namun demikian nilai suhu limbah cair tersebut berada di bawah ambang batas baku mutu limbah cair golongan II sebesar 400C berdasarkan KEPMEN-51/MENLH/10/1995.
Pengaruh serta Interaksi Perlakuan terhadap Kandungan Amonia (NH3) Limbah Cair
Kadar amonia di perairan merupakan salah satu parameter kimia perairan yang penting karena amonia merupakan bentuk terbanyak dari N-anorganik dalam air. Tingginya kadar amonia menunjukkan tingginya kadar bahan organik yang mudah terurai (Uhlmann, 1979).
Tabel 2. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Amonia (NH3) (mg/l) Limbah Cair Rumah Pemotongan Hewan
Kolam Waktu (hari) Rataan
0 4 8 12 16
IIIIIIIVV 6,83k22,28ih22,28ih22,28ih22,28ih 4,87k52,68ba53,09ba49,39bc46,93c 19,16i47,34c57,61a41,18d55,96a 12,42j33,12e28,44efg39,37d30,74ef 9,54kj29,67efg27,29fhg28,69efg24,74hg 10,56B37,02A37,74A36,18A36,13A
Rataan 19,19E 41,39B 44,25A 28,82C 23,99D
Keterangan : Hurup yang berbeda ke arah baris atau kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (P
Dari Tabel 2. terlihat bahwa walaupun kadar NH3 di kolam yang tidak ada eceng gondok dan diisi kaporit lebih rendah secara nyata (P0,05). Terjadinya penurunan pada kolam kontrol (kolam air limbah dengan kaporit tanpa ditanami eceng gondok) ini sebagai akibat dari terikatnya amonia (NH3) oleh kaporit sehingga membentuk senyawa khloramin. Terbentuknya senyawa ini akan mengurangi jumlah NH3 bebas di dalam kolam (Hall et al., 1981; Sugiharto, 1987). Sebaliknya pada kolam II tingginya kadar NH3 sebagai akibat perombakan protein limbah oleh mikroorganisme, demikian pula halnya dengan kolam III, IV dan V yang terdapat eceng gondok kadar NH3 yang tinggi juga diakibatkan dari perombakan protein limbah disamping juga protein dari tanaman eceng gondok sendiri oleh mikroorganisme.
Pola tanggap dari pengaruh perlakuan terhadap nilai NH3 per satuan hari pengamatan seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar NH3 (mg/l) Limbah Cair Rumah Pemotongan Hewan
Pada akhir periode penelitian, kadar NH3 di seluruh kolam percobaan masih lebih tinggi dari baku mutu limbah cair golongan II yaitu sebesar 5 mg/l (KEPMEN / 51 / MENLH/ 10 / 1995), namun kecenderungan akan menurun kembali setelah hari ke-16.
Waktu Ganda (Doubling Time/DT) Eceng Gondok.
Nilai DT dapat diasumsikan sebagai gambaran dari kemampuan eceng gondok untuk menyerap unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya.Hasil penelitian pengaruh perlakuan terhadap nilai DT seperti disajikan Tabel 3.
Tabel 3. Waktu Ganda (DT) Eceng Gondok pada Akhir Penelitian
Perlakuan DT (hari)
Kontrol (air keran)Eceng gondok 30%Eceng gondok 60%Eceng gondok 90% 10,2700A8,9830B9,5060B10,5430A
Keterangan : Hurup yang berbeda ke arah kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (P
Dari Tabel 3 terlihat bahwa nilai DT eceng gondok pada air limbah sangat nyata (P
KESIMPULAN
Sampai hari ke-16 eceng gondok tidak secara nyata (P>0,05) mampu menurunkan suhu dan nilai NH3 air limbah dibandingkan dengan kontrol, namun kalau dilihat dari pola tanggapnya pada analisis regresi terlihat adanya kecenderungan terjadinya penurunan setelah hari ke-16. Tingginya kemampuan penyerapan eceng gondok terhadap unsur hara dibuktikan dengan semakin singkatnya nilai DT secara nyata (P
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Mirnawati B. Sudarwanto dan drh. Eko Sugeng Pribadi, MS., Bagian Penyakit Hewan FKH IPB Bogor atas segala bantuannya, serta Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang telah mendanai sebagian penelitian ini melalui beasiswa BPPS serta Yayasan Beasiswa Supersemar.
DAFTAR PUSTAKA
AbdelSabour, M.F., A. S. Ismail, and R.M. Radwan. 1996. Tolerance Index and Transfer Factor Coefficien of Zn,Cu and Co for Water Hyacinth Plant (Eichhornia crassipes (Mart) Solm ). Egyptian Journal of Soil Science. 36 (1-4) : 355-364.
AbdeSabour, M.F., A. E. Shafy, and T.M. Mosalem. 1997. Evaluation of Heavy Metals Absorption as Affected by Water Hyacinth Compost. Zagazig Journal of Agriculture Research (Egyp). 24 (4) : 719-725.
Alaerts, G. dan S. S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya. Indonesia. 309 hal.
Aneja, K.R., and K. Singh. 1992. Effect of Water Hyacinth (Eichhornia crassipes (Mart) Solm ) on The Physico Chemical Environmental of Shallow Pond. Proc. Indiana Nat. Sci Acad. 56 (66) : 357-364.
Bock, J.H. 1969. Production of Water Hyacinth (Eichhornia crassipes (Mart) Solm ). Ecology. 50 : 460-464.
Comber, J. B., and S. Slamet. 1975. The Measurement of Plant Responses. Workshop on Research Methodology in Weed Science. June 18 - 21, 1975 - Bandung, Indonesia. BIOTROP. Bogor 19 pp.
Djajadiningrat. 1993. Evaluasi Teknologi dan Metode Pengelolaan dan Pengendalian Limbah. Seminar Penanganan Limbah Industri Tekstil dan Limbah Organik. 17 Nopember 1993. Bogor. hal :101-149.
Dwidjoseputro, D. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama Jakarta. 232 hal.
Elsevier. 1987. Water Hyacinth. Brij Gopal, School of Environmental Science. Jawaharlal Nehru University. India. 469 pp.
Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. CV Armico. Bandung. 472 hal.
Haider, S. Z., K.M.A. Malik, M.M. Rahman, and M.A. Ali. 1984. Pollution Control by Water Hyacinth. Proceding of The International Conference on Water Hyacinth. Pebruary 7-11, 1984. Hyderabad. India. United Nation Environment Programme. Nairobi. pp : 627-633.
Hall, L.W., G.R.Helz, and D.T.Burton. 1981. Power Plant Chlorination A Biological and Chemical Assessment. Annarbor Science Publisher Inc: 7-27.
KEP 51/MENLH/10/1995. Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri. Sekretariat Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta. hal : 253-304.
Mitchell, D.S. 1974. Aquatic Vegetation and Its Use and Control. UNESCO. Paris. pp.38-42.
Mitchell, J.R. 1980. Guide to Meat Inspection in The Tropics. 2nd Ed. Commonwealth Agriculturel Bureaux Furnham Royal Bucks England. 95 pp.
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta. 748 hal.
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. UI Press. 184 hal.
Uhlmann, D. 1979. Hydrobiology. John and Wiley and Sons. Chichester.
Wiedarti, S. 1991. Studi Pengolahan Limbah Cair Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dengan Cara Aerasi di Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor. Tesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 95 hal.
Zaranyika, M.F., and T. Ndapwadza. 1995. Uptake of Ni, Zn, Fe, Co, Cr, Pb, Cu, and Cd by Water Hyacinth (Eichhornia crassipes) in Mukuvisi and Manyame Rivers, Zimbabwe. Journal of Environmental Science and Health. 30(1) : 157-169.