PENGARUH PENGIMBUHAN ASAM BORAK TERHADAP
KADAR KALSIUM, FOSFOR DAN ENZIM TRANSAMINASE SERUM TIKUS PUTIH BETINA (Rattus novergicus)

Effects of Boric Acid on
Calcium, Phosphate and Transaminase Enzim Level of Female Mice Serum

Anak Agung Sagung Kendran

Laboratorium Patologi Klinik Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian asam borak terhadap kadar kalsium, fosfor dan enzim transaminase yaitu: Serum Glutamat Piruvat Trasaminase (SGPT) dan Serum Glutamat Oksaloasetat Trasaminase (SGOT) tikus putih betina. Tikus sebanyak 24 ekor yang dikelompokkan secara acak menjadi 4. Setiap kelompok mendapatkan perlakuan dosis asam borak masing-masing P1 = 0 mg, P2 = 26 mg, P3 = 52 mg, dan P4 = 78 mg per kg berat badan diberikan secara oral setiap hari. Pengambilan darah intra kardial dilakukan sehari usai perlakuan untuk mendapatkan serum. Kadar kalsium, SGPT dan SGOT diperiksa dengan metoda Spectrometri Serapan atom, sedangkan kadar fosfor menggunakan metoda Fotomtrik dengan panjang gelombang 750 nm. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis varian dan uji jarak berganda Duncan untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam borak dengan dosis 26 mg sampai 78 mg tidak mempengaruhi kadar kalsium dan fosfor serum. Akan tetapi dapat mempengaruhi SGPT dan SGOT serum tikus putih betina (P

J Vet 2001 2(1) : 19 - 24

Kata-kata kunci: Asam borak, Kalsium, fosfor, SGPT, dan SGOT.

ABSTRACT

Effect of boric acid on calcium, phosphate and transaminase enzimes of female mice serum. A study on the effect of boric acid on the level of calcium, phosphate, and transaminase enzimes (serum glutamic pyruvate transaminase / SGPT and serum glutamic oxaloacetic transaminase / SGOT) has been carried out in female mice. Twenty four female white mice were devided into four groups (P1, P2, P3, and P4). Each group was treated dailly with different level of boric acid i.e . P1=0 mg, P2=26 mg, P3=52 mg, and P4=78 mg boric acid per kg body weight. One day after treatment serum from each mice was collected and the level of calcium, SGPT, and SGOT were determinded by atomic absorption spectrophotometry whereas the level of phosphate was determined by photometry using multiple range test. The result showed that boric acid at the concentration of 26 mg – 78 mg per kg body weight had no significant effect on the level of calcium and phosphate of mice serum. However , a highly significant (P

J Vet 2001 2(1) : 19 - 24

Keywords: Boric acid, Calsium, Phosphor, SGPT and SGOT.

PENDAHULUAN

Makanan mengandung sejumlah senyawa yang potensial berbahaya, beberapa diantaranya terjadi secara alamiah atau sengaja ditambahkan. Penambahan asam borak ke dalam makanan bertujuan menjadikannya lebih awet, empuk (mengembang), kenyal dan cita rasa yang enak. Hal ini sesuai dengan sifat atom boron yaitu sebagai anti bakteri, jamur, dan dapat mengembang setelah pemanasan. Namun pemakaian asam borak dengan tujuan tersebut tidaklah dibenarkan. Pemakaiannya adalah terutama dalam industri (kulit, kertas, plastik, kaca), kosmetik, pengobatan kulit, sabun, perekat, desinfektan buah-buahan dan obat mata ( Hawley 1977). Kenyataannya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia pada tahun 1990, pernah melaporkan hasil pengujian mutu beberapa produk bakso yang beredar dipasaran Jakarta, sebesar 52,38% positif mengandung asam borak.
Keadaan ini merupakan ancaman terhadap kesehatan manusia, karena bakso merupakan makanan yang sangat populer dan digemari masyarakat. Hal ini tercermin dari banyaknya penjual bakso, mulai dari restoran, swalayan, pasar tradisional sampai kewarung-warung kecil dan pedagang kaki lima. Bahaya keracunan asam borak adalah terhambatnya pertumbuhan, disamping itu juga akan dapat mengakibatkan gangguan sistem saraf pusat, pencernaan, ginjal, hati, kulit, kerapuhan tulang. Yang paling sensitif adalah jika ibu hamil mengkonsumsinya dapat berakibat negatif pada janin yang dikandungnya (Kirk et al.,. 1954, Anon 1990. Chapin et al.,. 1997, Price et al.,. 1997). Oleh karena keracunan asam borak berdampak luas dalam organ tubuh manusia, maka pemakaiannya perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius.
Kelainan tulang yang diakibatkan keracunan asam borak, akan mempengaruhi fungsinya sebagai pangkalan metabolik kalsium dan fosfor. Dengan demikian maka keseimbangan dinamis kalsium dan fosfor serum akan terganggu. Begitu pula akan mempengaruhi fungsi kalsium lainnya seperti peranan kalsium dalam mengkonversi protrombin menjadi trombin dan untuk kerja normal otot jantung serta untuk konduksi neuromuskulator. Fosfor terlibat dalam banyak lintasan metabolik sebagai komponen asam nukleat, nukleotida, zat antara metabolik dan fosfolipid. Selain itu fosfor juga memainkan bagian penting dalam sistim bufer plasma dan urin (Baron, 1992).
Dampak lain keracunan asam borak adalah gangguan fungsi hati. Salah satu cara untuk menentukan kelainan fungsi hati adalah menentukan aktivitas transaminase serum (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase/ SGOT dan Serum Glutamat Piruvat Transaminase/ SGPT). Keberadaan enzim ini di dalam serum menandakan adanya suatu kerusakan sel – sel parenkim atau gangguan permiabilitas membran sel hati (Kaneko, 1980). Oleh karena itu, perlu diketahui seberapa besar pengaruh pengimbuhan asam borak pada makanan terhadap kadar kalsium, fosfor, aktivitas SGPT dan SGOT serum tikus putih.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih jauh manifestasi klinis asam borak dengan menentukan kadar kalsium, fosfor, aktivitas SGPT dan SGOT serum tikus putih sebagai akibat keracunan borak. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi pengaruh asam borak terhadap kadar kalsium, fosfor, aktivitas SGPT dan SGOT tikus putih (Rattus novergicus) sebagai model kajian pada manusia

MATERI DAN METODA

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi Klinik Veteriner Fakultas kedokteran Hewan dan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Menggunakan 24 ekor tikus betina muda (Rattus novergikus) dengan berat badan rata-rata 85, 04 gram.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap. Tikus dibagi kedalam empat kelompok secara acak (P1, P2, P3 dan P4) masing-masing kelompok berjumlah enam ekor. Adaptasi selama satu minggu dan dilanjutkan pemberian asam borak setiap hari dengan dosis: P1 = 0 mg/kg berat badan, P2 = 26 mg/kg berat badan, P3 = 52 mg/kg berat badan, dan P4 = 78 mg/kg berat badan secara oral selama 10 minggu. Pakan yang diberikan adalah pakan ayam petelur dengan kandungan protein 17% dan air secara ad libitum. Sehari setelah pemberian asam borak, tikus dibunuh diambil serumnya dan dilanjutkan dengan pemeriksaan parameter di atas.
Pemeriksaan kadar kalsium dengan metoda Spektrofotometer Serapan Atom memakai kit dari Roche dan alatnya Hitachi 911, sedangkan SGOT dan SGPT alatnya Hitachi 704. Kadar fosfor ditentukan dengan metoda Fotometric dengan panjang gelombang 750 nm. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan analisis varian dan bila hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pemeriksaan serum tikus putih yang telah mengkonsumsi asam borak tercantum dalam Tabel 1.
Hasil analisis statistik kadar kalsium dan fosfor tikus putih yang mengkonsumsi asam borak tersebut selama 10 minggu, tidak berbeda (P>0,05) dan masih dalam batas normal (Ca = 3,20-8,50 mg/dl, P = 2,30-9,20 mg/dl). Ini berarti bahwa asam borak dengan dosis tersebut belum dapat mengakibatkan perubahan kadar kalsium dan fosfor serum tikus. Hal ini diakibatkan karena kemampuan tubuh untuk mempertahankan kadar normal kalsium dan fosfor dalam kisaran tertentu dalam serum dengan memobilisasinya dari deposit tulang. Hal ini dipertegas dengan pendapat Murray et al.,. (1990) bahwa: kadar kalsium dalam darah diatur oleh suatu mekanisme umpan balik kalsitonin dan paratiroid seperti berikut: Seusai penyerapan, kadar kalsium meningkat dalam darah. Pada saat ini kalsitonin dilepaskan dari kelenjar tiroid sehingga pengambilan kalsium oleh tulang meningkat. Hormon paratiroid pada saat ini berkurang produksinya sehingga penyerapan kalsium di usus menurun dan mobilisasi dari tulang berkurang. Akibatnya kadar kalsium darah menjadi normal kembali. Demikian pula pada prinsipnya pengaturan kadar fosfor darah sama dengan pengaturan kadar kalsium. Tetapi pengaturan penyerapannya diperankan oleh 1,25-dihidroksivitamin D3, sedangkan deposit fosfat sebagai hidroksiapatit dalam tulang diatur bersama-sama dengan kalsium oleh hormon paratiroid.

Tabel 1. Nilai Rata – rata Kadar Kalsium (mg/dl), Fosfor (mg/dl), SGPT (U/l), dan SGOT (U/l) Tikus Putih yang Mengkonsumsi Asam Borak.

PerlakuanAsam Borak Kalsium (mg/dl) Fosfor (mg/dl) SGPT (U/l) SGOT (U/l)
P1 (0 mg) 10,33 ± 1,36 10,83 ± 1,00 3,33 ± 1,53b 152,33 ± 25,01b
P2 (26 mg) 8,63 ± 2,08 10,80 ± 1,57 41,0 ± 2,65a 199,67 ± 24,69a
P3 (52 mg) 11,83 ± 1,06 11,83 ± 2,25 42,33 ± 0,58a 245,0 ± 31,23a
P4 (78 mg) 10,57 ± 0,31 11,67 ± 4,20 41,33 ± 4,73a 263,33 ± 17,01a
Rata-rata 10,34 ± 1,36 11,28 ± 2,56 32,0 ± 2,83 215,08 ± 24,99
Normal(Girindra,1988) 3,20 – 8,50 2,30 – 9,20 17,50 – 30,20 45,70 – 80,80
Keterangan: Huruf yang berbeda ke arah kolom, menunjukkan perbedaan yang nyata (P

Walaupun Chapin et al.,. (1997) , Chapin et al.,. (1998), dan Narotskey et al., (1998) menyatakan bahwa asam borak dapat mempengaruhi perkembangan dan kekuatan tulang, namun dengan adanya mekanisme tersebut di atas, kadar kalsium dan fosfor tikus tidak mengalami perubahan yang bermakna. Hasil ini juga diperkuat dengan penelitian lanjutan terhadap kimia klinik darah oleh Chapin et al., (1997), bahwa tikus yang diberikan asam borak 9000 ppm selama 12 hari tidak berpengaruh terhadap kadar kalsium serumnya.
Pemberian asam borak juga meningkatkan aktivitas SGPT dan SGOT (P Racun yang masuk ke dalam tubuh akan berhadapan terutama dengan hati, karena hati merupakan organ detoksifikasi. Clarke dan Clarke (1979) menyatakan bahwa walaupun racun dapat dieliminasi oleh tubuh, akan tetapi kecepatan eliminasi tidak akan melampaui kecepatan absorpsi. Ariens et al., (1986) mendukung bahwa terakumulasinya suatu zat di dalam tubuh akan mempertinggi resiko kerusakan organ tempat zat itu berada.
Enzim transaminase (SGPT dan SGOT) merupakan salah satu enzim fungsional di dalam hati dan penentuan kadarnya dapat dipakai sebagai diagnosa klinik di laboraturium untuk mengetahui kelainan fungsi hati. Peningkatan kadarnya di dalam serum diakibatkan karena terjadinya kerusakan atau gangguan permiabelitas dinding sel hati (Coles 1986, Kaneko 1980, Girindra 1988). Dengan demikian dari hasil penelitian ini dan diperkuat dengan pendapat tersebut, maka asam borak dapat dikatakan bersifat hepatotoksik terhadap tikus.
Hasil uji lanjutan terhadap perlakuan dosis asam borak, membuktikan bahwa semakin meningkatnya dosis semakin meningkat kadar SGPT dan SGOT. Keadaan ini kemungkinan diakibatkan karena peningkatan dosis akan diiringi dengan peningkatan kerusakan atau gangguan permiabelitas sel hati. Enzim ini masuk kedalam peredaran darah, sehingga enzim ini kadarnya akan bertambah dalam peredaran darah. Hasil ini didukung oleh pendapat Clarke dan Clarke (1979) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi aksi dari racun selain dosis, sifat fisika dan kimia, spesies hewan, umur, jenis kelamin, dan keadaan umum dari kesehatan hewan juga dipengaruhi oleh cara eksposisi racun.

KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan Asam borak yang dikonsumsi oleh tikus selama 10 minggu dengan dosis 26 mg sampai 78 mg per kg berat badan per hari tidak mempengaruhi kadar kalsium dan fosfor serumnya dan menyebabkan peningkatan aktivitas SGPT dan SGOT (P,0,05).

Saran:
Mengetahui akibat dari asam borak yang dapat membahayakan kesehatan, maka waspadai produk-produk yang mengandung boron, jangan sampai masuk kedalam tubuh. Disamping itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkapkan aspek lain dari pengaruh asam borak terutama kaitan kadar kalsium dan fosfor serum dengan komposisi atau konsistensi tulang. Begitu pula dengan aspek-aspek lainnya terhadap janin, syaraf, pertumbuhan dengan mempergunakan dosis yang lebih tinggi dan jangka waktu yang lebih panjang.

UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih ditujukan kepada bapak Prof. Dr. Ida Bagus Arka, GDFT (staf lab. Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH UNUD), Drh. I Ketut Berata, M. Si. dan Drh. Ida Bagus Oka Winaya, M. Kes. (staf. Lab. Patologi FKH UNUD), Drh. A. A. Suartini (staf. Lab. Biokimia FKH UNUD), Drh. Dewi Anggreni (staf. Lab. Patologi Klinik Veteriner FKH UNUD), dan Anak Agung Santa (staf lab. Patologi Klinik FK UNUD).

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 1990. Boraks dan MSG dalam Bakso. Majalah Warta Konsumen. No.195 Th XIX. Hal 9-12.
Ariens, E.J., E. Mutschler E, and A.M. Simonia. 1986. Toksikologi Umum alih bahasa: Kosasih Padmawinata. Gadjah Mada University Press Yogyakarta.
Baron, D.N., 1992. Kapita Selekta Patologi Klink. Edisi 4. EGC Penerbit Buku
Kedokteran: 192-194.
Chapin,R.E., M.A. Kenney, H. McCoy, B. Cloden, R.N. Wine, R. Wilson, and M.R Elwell,1997. The effects of dietary boron on bone strength in rate. Fundam-Appl-Toxicol. 35(2): 205-15. Carolina USA.
Chapin, R.E., Ku WW, M.A. Kenney, and H. McCoy. 1998. The Effects of Dietary Boric Acid on Bone Strength in Rats. Biol Trace Elem Res: 66(1-3): 395-399.
Clarke, E.G.C., dan M.L. Clarke. 1979. Veterinary Toxicology. The English language Society and baillere Tindall, London.
Coles, E.H., 1986. Veterinary Clinical Pathology. W.B. Saunders Co. Philadelphia,
London.
Fail, P.A., R.E. Chapin, C.J. Price, and J. J. Heindal. 1998. General, reproduc
titive, Developmental, and Endocrine Toxicity of Boronated Compounds.
Reprod Toxicol, Jan-Peb. 12(1): 1-18. Carolina USA.
Girindra, A., 1988. Biokimia Patologi Hewan. PAU IPB: 71-132.
Hawley, G.G., 1977. The Condensed Chemical Dictionary 9th Ed. Van Nostrand reinhold Company New York, 119-120.
Kaneko, J.J., 1980. Clinical Biochemistry of Domestic Animals. 3rd Ed. Academic Press, New York: 230-235.
Kirk, R.E., and D.F. Othmer, 1954. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol. 2 . The Interscience Encyclopedia Inc. Connecticut, New York.
Merck, 1960. The Mercx Index of Chemical Drugs an Encyclopedia for Chemist, Pharmaceuticts, phisicians, and Members of Allied Professions. Seventh Editions. Published by mercs and Co Inc.
Murray, R.K., D.K. Granner, P.A. Mayes, and V.W. Rodwell. 1990. Harper’s Biochemistry 22nd Ed. Prentice- Hall International Inc. 160-161.
Narotsky, M.G., J.E. Schmid, J.E. Andrews, and P.J. Kavlock. 1998. Effect of Boric Acid on Axial Skeletal development in Rats. Biol Trace Elem Res: 66(1-3): 373-394.
Price, S.A and L.M. Wilson, 1995. Patofisiologi Edisi 4 Buku II EGC Penerbit Buku Kedokteran : 1082-1087.
Price, C.j, P.L. Strong, F.J. Murray, and M.M. Colberg, 1997. Blood Boron Concentration in Pregnant Rats Feed B oric Througout gestation. Reprod-toxicol, Nov-Dec: 11(6): 833-42. Carolina USA.
Steell, R.G.D. and J.H. Torrie JH, 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Penerbit Gramedia Jakarta.
Swenson, J.M, 1989. Dukes Physiologi Domestic Animals. 8th Ed. Comstock Publishing Associates. Cornell University Press London: 664-667.