MIKROSATELIT SEBAGAI PENANDA MOLEKUL UNTUK MENGUKUR POLIMORFISME GENETIK MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH, BALI

MICROSATTELLITE AS MOLECULAR MARKER FOR ASSESSING GENETIC
POLYMORPHISM IN LONG-TAILED MACAQUES AT SANGEH, BALI

I NENGAH WANDIA
Laboratorium Anatomi Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana,
Kampus Unud Bukit-Jimbaran, Kuta, Badung, Bali

ABSTRAK
Polimorfisme mikrosatelit semakin menjadi target penting dalam khasanah penelitian primata termasuk salah satu kegunaannya dalam genetika populasi. Telah banyak penelitian mengggunakan mikrosatelit sebagai penanda molekul pada primata non human. Dalam penelitian ini digunakan lokus mikrosatelit manusia untuk mengukur polimorfisme genetik populasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Sangeh, Bali. Sejumlah delapan belas sampel DNA monyet di analisis menggunakan delapan pasang primer mikrosatelit manusia (D1S533, D1S548, D1S550, D2S367, D3S1768, D5S820, D12S67, and D19S210). Amplifikasi lokus mikrosatelit melalui teknik PCR, dan produknya dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamid 6%, serta dimunculkan dengan pewarnaan perak. Hasil penelitian menujukkan bahwa tujuh dari delapan lokus mikrosatelit adalah polimorfik dengan jumlah alel per lokus antara dua sampai empat, sedangkan satu lokus lainnya, D19S210, bersifat monomorfik. Rataan heterosigositas (H) keseluruhan lokus sebesar 0,532. Populasi monyet di Sangeh, secara umum, masih berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg. Ini berarti bahwa kawin acak masih terjadi pada populasi monyet di daerah ini.

Kata kunci: mikrosatelit; polimorfisme genetik; Macaca fascicularis

ABSTRACT
Microsatellite polymorphism is playing an important role in primatological research, especially, in population genetics. Many studies have been conducted using microsatellite as molecular marker in non-human primates. This research used human microsatellite loci as molecular marker to assess genetic polymorphism of long-tailed macaques (Macaca fascicularis) at Sangeh, Bali. Totaling eighteen DNA samples were genotyped using eight pairs of human microsatellite primers (D1S533, D1S548, D1S550, D2S367, D3S1768, D5S820, D12S67, and D19S210) and amplified by PCR technique. The PCR products were run in 6% PAGE and developed by silver staining. The result showed that seven of the eight microsatellite loci were polymorphic with 2-4 numbers of alleles per locus. Whereas the other locus, D19S210, was monomorphic. The average heterozygosity (H) across the eight loci was 0.532. The macaque population at Sangeh, in general, is in the Hardy-Weinberg equilibrium. It means that the mating system of the macaques at Sangeh occurs randomly.

Key words: human microsatellite loci; genetic polymorphism; Macaca fascicularis
PENDAHULUAN
Mikrosatelit, dikenal juga sebagai simple sequence repeats (SSRs) atau simple tandem repeats (STRs), merupakan runutan nukleotida pendek sederhana (khususnya di-, tri-, dan tetranukleotida) yang terulang secara berurutan dalam genom eukariot (Hearne et al., 1992; Avise, 1994 Whitton et al., 1997; Page dan Holmes, 1998). Polimorfisme mikrosatelit yang tinggi akibat mutasi, pindah silang tidak sama (unequal crossing-over), dan pergeseran DNA/DNA slippage (Li dan Graur, 1991; Krawczak dan Schmidtke, 1994; Moxon dan Wills, 1999), dan mudah diamplifikasi secara in vitro melalui polymerase chain reaction /PCR (Hillis et al., 1996) menjadikannya sebagai penanda molekul yang banyak digunakan di berbagai bidang ilmu (Bowcock et al., 1994; Field et al., 1998; Kanthaswamy dan Smith, 1998; Jui-Hua Chu et al., 1999).
Human genome project telah mendorong identifikasi dan karakterisasi ribuan mikrosatelit. Satu keuntungan yakni beberapa lokus mikrosatelit tersebut memiliki urutan primer yang konservatif pada berbagai taksa primata sehingga juga dapat mengamplifikasi keragaman alelik pada primata non human. Keuntungan ini telah memunculkan berbagai penelitian pada primata non human dengan menggunakan primer mikrosatelit manusia. Selain untuk paternity analysis (Ely et al., 1991; Newman et al., 1999, 2002; Nair et al., 2000; Smith et al., 2000; ) dan identifikasi kembar (Zhang et al., 2000), lokus mikrosatelit juga telah digunakan sebagai penanda molekul untuk mengungkapkan struktur genetik dan populasi berbagai spesies primata non human seperti Macaca fuscata (Dominggo-Roura et al., 1997), Saimiri boliviensis (Witte dan Rogers, 1999) dan Pongo pygmaeus (Warren et al., 2000).
Di dalam penelitian ini juga digunakan lokus mikrosatelit manusia untuk mengukur polimorfisme genetik monyet ekor panjang (Macaca fasciculris) yang hidup bebas di daerah terbatas (daerah pariwisata) Sangeh, Bali.

MATERI DAN METODE
Primer Mikrosatelit
Untuk mengungkapkan polimorfisme genetik monyet ekor panjang asal Bali, digunakan delapan pasang primer mikrosatelit manusia (human microsatellite primers) Primer mikrosatelit tersebut adalah D1S533, D1S548, D1S550, D2S367, D3S1768, D5S820, D12S67, dan D19S210.
Sampling Monyet
Sejumlah 18 ekor monyet ekor panjang berhasil ditangkap di daerah wanarawisata Sangeh, Abiansemal, Badung, Bali untuk diambil contoh darahnya pada bulan Maret 2000. Monyet dibius dengan Ketamin HCl (dosis 10 mg/kg bobot badan) dengan cara ditulup. Darah sebanyak 5-10 ml diambil dari vena femoralis dengan menggunakan alat suntik 10 ml yang telah diisi 0,1-0,4 ml EDTA 10% sebagai antikoagulan. Darah dipisahkan menjadi tiga bagian dengan pemusingan 3500 rpm selama 15 menit di Laboratorium Fisiologi FKH-UNUD, Denpasar. Bagian sel darah putih (buffy coat) yang didinginkan dengan es kering (dry ice) dikirim ke Laboratorium Zoologi, FMIPA, IPB, Tajur, Bogor untuk dianalisis lebih lanjut.
Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total
Ekstraksi DNA total menggunakan fenol-kloroform dan purifikasi/pemurnian DNA menggunakan membran dialisis. Purifikasi DNA total dilakukan dua kali untuk mendapatkan kualitas DNA yang lebih baik. Langkah ekstraksi dan purifikasi DNA total sesuai metode Kan et al. (1977) dalam PerwitasariFarajallah (1998). Sol DNA yang didapatkan ditaruh dalam botol penyimpan DNA dan disimpan pada suhu 4oC setelah diisi dua tetes larutan kloroform isoamil alkohol (CIAA).
Amplifikasi Lokus Mikrosatelit
Setiap unit reaksi Polymerase Chain Reaction (PCR) mengandung 4mM MgCl2; dNTP masing-masing 0,16mM (Gibco BRL, Life Technologies); sepasang primer masing-masing 0,4-0,8mM; Taq DNA Polimerase sebanyak 0,5-0,7U (Perkin Elmer Cetus, Norwalk, CT). Ke dalamnya ditambahkan 1,25 ml buffer 10x, 1 ml template DNA, dan sejumlah air deionase sehingga volume akhir 12,5 ml.
Kondisi PCR untuk masing-masing primer mikrosatelit sebagai berikut. Primer mikrosatelit D1S533, D1S548, D1S550, D3S1768, D12S67, dan D19S210, kondisinya adalah Pra PCR: denaturasi (94o C) selama lima menit; PCR: denaturasi (94o C) 45 detik, annealing (55o C) selama satu menit, dan elongasi (72o C) selama satu menit; dan post PCR: elongasi (72o C) selama lima menit. PCR dilakukan sebanyak 30 siklus. Untuk primer mikrosatelit D2S367 dan D5S820 kondisinya sama dengan primer lain, kecuali annealing dilakkan pada suhu 60o C.
Hasil amplifikasi dipisahkan secara elektroforesis dengan gel poliakrilamid 6% dalam larutan 1x penyanggaTBE (Tris Borat EDTA, pH 8,0) pada voltase 175 V selama 75 menit. Pita dimunculkan dengan pewarnaan perak dan panjang basa diukur dengan membandingkan terhadap penanda standard 100 bp DNA ladder (Gibco BRL, Life Technologies) (Gambar 1).

Analisis Data
Polimorfisme genetik diukur dengan rataan heterosigositas (H) yang dihitung untuk semua lokus, baik lokus polimorfik atau monomorfik (Nei, 1989). Dinyatakan lokus polimorfik apabila frekuensi alel yang paling umum sama atau kurang dari 0,99.

ĥ = Heterosigositas per lokus
xi = Frekuensi alel ke- i;

m = Jumlah alel
n = Jumlah (contoh) individu yang diamati
i = Alel ke-1,2,3, …

Ĥ = Rataan heterosigositas seluruh lokus
ĥj = Nilai heterosigositas lokus ke- j
j = Lokus ke- 1,2,3, …
r = Jumlah lokus

Untuk menganalisis Keseimbangan Hardy-Wienberg (kawin acak) dalam populasi monyet ekor panjang digunakan indeks fiksasi (FIT). Di bawah asumsi tidak terjadi seleksi terhadap alel, penyimpangan nilai FIT dari nol (tidak terjadi inbreeding) diuji dengan uji χ2 dengan derajat bebas satu (Nei, 1987)

FIT = 1- HO/HT

FIT = Indeks fiksasi
HO = Heterosigositas terobservasi ; Hs = Heterosigositas harapan populasi lokal
HT = Heterosigositas total ; Xii = Frekuensi genotip homosigot terobservasi
xi = Frekuensi alel ke-i; ň = Rataan harmoni contoh
k = Populasi lokal ke-1,2,3,..; i = Alel ke-1,2,3,…
s = Jumlah populasi lokal; m = Jumlah alel

χ2 = nFIT2 n = jumlah contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari delapan lokus mikrosatelit yang digunakan, satu lokus mikrosatelit, D19S210, bersifat monomorfik (homosigot), sedangkan tujuh lokus mikrosatelit lainnya yaitu D1S533, D1S548, D1S550, D2S367, D3S1768, D5S820, dan D12S67 bersifat polimorfik. Jumlah alel teridentifikasi pada masing masing lokus, kecuali lokus monomorfik, berkisar dari 2 sampai 4 alel. Frekwensi alel masing-masing lokus mikrosatelit ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Frekuensi Alel Mikrosatelit Monyet Ekor Panjang Asal Sangeh, Bali

Lokus Alel Frekuensi
D1S533 194 0,7500
216 0,1111
224 0,1389
D1S548 184 0,0833
192 0,1944
200 0,3333
208 0,3889
D1S550 153 0,1667
157 0,0833
161 0,5000
165 0,2500
D2S367 137 0,5000
151 0,3333
165 0,1667
D3S1768 196 0,4722
208 0,5278
D5S820 187 0,5278
195 0,3056
203 0,1389
211 0,0278
D12S67 188 0,0833
196 0,4722
204 0,2222
212 0,2222
D19S210 172 1,0000
Informasi primer dapat diakses melalui http://gdbwww.gdb.org

Frekuensi alel yang sangat rendah seperti alel 211 lokus D5S820 (0,0278) perlu mendapatkan perhatian. Frekuensi alel rendah kemungkinan besar terkait dengan random genetic drift atau merupakan produk mutasi terkini sehingga belum tersebar ke seluruh anggota populasi. Terlepas dari penyebab, alel tersebut yang merupakan suatu varian keanekaragaman genetik suatu populasi yang harus dipertahankan keberadaannya. Manajemen konservasi semestinya diarahkan untuk melestarikan varian genetik yang ada.

Tabel 2. Heterosigositas Lokus Polimorfik
Monyet Ekor Panjang Asal Sangeh, Bali

Lokus Heterosigositas (h)
D1S533 0,418±0,091
D1S548 0,713±0,037
D1S550 0,671±0,056
D2S367 0,629±0,045
D3S1768 0,513±0,022
D5S820 0,625±0,055
D12S67 0,691±0,050

Kecuali lokus D19S210, heterosigositas perlokus berkisar 0,418-0,713 (Tabel 2). Rataan heterosigositas (H) dari keseluruhan lokus sebesar 0,532 ± 0,084. Rataan heterosigositas (H) pada populasi monyet ekor panjang Sangeh ini lebih rendah dari rataan heterosgositas Macaca nemestrina (0,758) yang dipelihara di Washington Regional Primate Research Center, Seattle, Washington (Nair et al., 2000) dan rataan heterosigositas Macaca mulatta (0,77) (Smith et al., 2000).
Sebaliknya, rataan heterosigositas penelitian ini jauh lebih tinggi daripada rataan heterosigositas spesies yang sama di Jawa Barat (0,06) (PerwitasariFarajallah et al., 1998) dan di Bali (0,0345) (Kawamoto dan Ischak, 1981). Hal ini disebabkan oleh perbedaan penanda molekul yang digunakan. Rendahnya rataan heterosigositas yang didapatkan dengan menggunakan protein sebagai penanda molekul mungkin disebabkan oleh dua hal. Pertama, mutasi pada gen (codon) penyandi protein sangat rendah sehingga variabilitas genetiknya juga rendah. Kedua, dalam kasus tertentu, mutasi titik tidak selalu mengubah ekspresi gen (protein) sehingga variabilitas genetik (DNA) tidak selalu tercermin di dalam variabilitas protein.
Data variabilitas genetik monyet di Sangeh sebelumnya dengan menggunakan penanda molekul mikrosatelit belum ada. Prediksi bahwa telah terjadi erosi genetik pada populasi monyet di Sangeh belum dapat dilakukan karena tiadanya sumber data yang sama sebelumnya. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian serupa dengan sampel yang lebih besar dan dilakukan secara berkala untuk dapat memantau dinamika genetika populasi monyet di daerah ini. Selain itu, dengan data yang lengkap dan berkelanjutan akan dapat diketahui dengan lebih jelas bagaimana proses spesiasi di tingkat molekul terjadi pada suatu populasi.
Pengujian keseimbangan Hardy-Weinberg masing-masing lokus (Tabel 3) menunjukkan bahwa lokus D2S367 dan D5S820 mengalami penyimpangan secara nyata (P

Tabel 3. Indeks Fiksasi (FIT)
Monyet Ekor Panjang Asal Sangeh, Bali

Lokus Indeks fiksasi
D1S533 0,0703
D1S548 -0,0138
D1S550 0,4279
D2S367 -0,6191*
D3S1768 0,0255
D5S820 -0,5331*
D12S67 0,1180
D19S210 1,0000*
Keterangan: *) menunjukkan penyimpangan hukum Hardy-Weinberg (P Sebagian besar lokus mikrosatelit mengikuti keseimbangan Hardy-Weinberg. Dengan kata lain, secara umum, kawin acak pada populasi monyet di Sangeh, Bali masih terjadi meskipun di dalamnya terdapat beberapa kelompok sosial. Hal ini sangat didukung oleh kenyataan bahwa masing-masing kelompok sosial menempati habitat yang sama (simpatrik), bebasnya jantan dewasa bermigrasi di antara kelompok sosial, dan jumlah betina birahi/estrus pada waktu yang sama cukup banyak

KESIMPULAN
Delapan lokus mikrosatelit manusia yang digunakan, tujuh lokus menunjukkan polimorfik dengan jumlah alel per lokus berkisar dari dua sampai empat, dan satu lokus lainnya menunjukkan monomorfik.
Heterosigositas perlokus polimorfik berkisar 0,418-0,713 dengan rataan heterosigositas (H) seluruh lokus sebesar 0,532.
Populasi monyet ekor panjang di daerah Sangeh, secara umum, masih berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg (kawin secara acak).

UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih kepada Dr. Bambang Suryobroto dan Dr. Ir. Supraptini Mansjoer (Institut Pertanian Bogor), atas segala bantuannya. Demikian pula kepada seluruh anggota Pusat Kajian Primata Universitas Udayana penulis ucapkan terima kasih atas dukungannya.

DAFTAR PUSTAKA
Avise, J.C. (1994). Molecular Markers, Natural History, and Evolution. Chapman and Hall Inc. New York.: 45-92.
Bowcock, A.M., A. Ruiz-Linares, J. Tomfohrde, E. Minch, J.R. Kidd, and L.L Cavalli-Sforza (1994). High resolution of human evolutionary trees with polymorphic microsatellites. Nature. Vol. 368: 455-457.
Dharma, D.M.N. (1994). Wabah Steptococcosis pada Babi dan Kera di Bali. Inlavet 1/2: 1-2.
Dibia, N., S. Soeharsono, dan N.L. Dartini (1995). Keganasan Isolat Streptococcus zooepidermicus pada Kera, Mencit, dan Babi. Bull. Vet. BPPH VI. VIII (46): 6-12.
Domingo-Roura, X., T. Lopez-Giraldez, M. Shinohara, and O. Takenaka (1997). Hypervariable microsatellite loci in the Japanese macaque (Macaca fuscata) conserved in related species. American Journal of Primatology. 43: 357-360.
Ely, J., P. Alford, and R.E. Ferrell (1991). DNA “ fingerprinting” and the genetic management of a captive chimpanzee population (Pan troglodytes). American Journal of Primatology. 24: 39-54.
Field, D., L. Chemnick, M. Robbins, K. Garner, and O. Ryder (1998). Paternity determination in captive lowland gorillas and orangutans and wild mountain gorillas by microsatellite analysis. Primates, 39(2): 199-209.
Hearne, C.M., Ghosh S., and Todd J.A. (1992). Microsatellites for linkage analysis of genetic traits. Trends Genet. 8 (8): 288-94.
Hillis,D.M., C. Morits, and B.K. Mable (1996). Molecular Systematics. 2nd Edition. Sinauer Associates, Inc. Publishers. Sunderland, Massachusetts, USA.: 1-13,
Jui-Hua Chu, Hai-YinWu, Yi-Ju Yang, O. Takenaka, and Yao-Sung Lin (1999). Polymorphic microsatellite loci and low-invasive DNA sampling in Macaca cyclopis. Primates, 40(4): 573-580.
Kanthaswamy, S. and D.G. Smith (1998). Use of microsatellite polymorphisms for paternity exclusion in Rhesus Macaques (Macaca mulatta). Primates, 39(2): 135-145.
Kawamoto, Y. and T. M. Ischak (1981). Genetic differentiation of the Indonesian Crab-eating Macaque (Macaca fascicularis): I. Preliminary Report on Blood Protein Polymorphism. Primates. 22(2): 237-252.
Krawczak, M. and J. Schmidtke (1994). DNA Fingerprinting. BIOS Scientific Publishers Limited. Oxford, UK.
Li, W.H. and D. Graur (1991). Fundamentals of Molecular Evolution. Sinauer Associates Inc. Publisher. Sunderland, Massachusetts.: 21-41.
Moxon, E.R. and C. Wills (1999). DNA Microsatellite: Agents of Evolution? Scientific American.: 72-77.
Nair, S., J. Ha, and J. Rogers (2000). Nineteen new microsatellite DNA polymorphisms in pigtailed macaques (Macaca fascicularis). Primates, 41 (3): 343-350.
Nei, M. (1987). Molecular Evolutionary Genetics. Colombia University Press. New York.: 254-286.
Newman T.K., L.A. Fairbanks, D.B. Pollack, and J. Rogers (1999). The effective of human microsatellite loci for determining paternity in non-human primates: A case study in vervets (Cercopithecus aethiops sabaeus). Abstracts. American Journal of Primatology. 49(1): 82.
Newman T.K., L.A. Fairbanks, D.B. Pollack, and J. Rogers (2002). Effectiveness of human microsatelite loci for assessing paternity in a captive colony of vervets (Chlorocebus aethiops sabaeus). American Journal of Promatology, 56 (4): 237-243.
Page, R.D.M dan E.C. Holmes (1998). Molecular Evolution. A Phylogenetic Approach. Blackwell Science Ltd. USA.
PerwitasariFarajallah, D (1998). Variation in blood protein and mitochondrial DNA within and between local population of longtail macaques (Macaca fascicularis) on the island of Java, Indonesia. Primate Research Institut, Kyoto University.
PerwitasariFarajallah, D., Y. Kawamoto, and B. Suryobroto (1999). Variation in blood proteins and mitochondrial DNA within and between local populations of longtailed macaques, Macaca fascicularis, on the island of Jawa, Indonesia. Primates. 40(4): 581-595.
Smith, D.G., S. Kanthasmawy, J. Viary, and L. Cody (2000). Additional highly polymorphic microsatellite (STR) loci for estimating kinship in Rhesus Macaques (Macaca mulatta). American Journal of Primatology. 50: 1-7.
Warren, K.S., I.J. Nijman, J.A. Lenstra, R.A. Swan, Heriyanto, and M. den Boer (2000). Microsatellite DNA variation in Bornean orangutans (Pongo pygmaeus). J. Med. Primatol. 29: 57-62.
Whitton, J., L.H. Rieseberg, and M.C. Ungerer (1997). Microsatellite loci are not conserved across the Asteraceae. Mol. Biol. Evol. 14(2): 204-207.
Witte, S.M. and J. Rogers (1999). Microsatellite polymorphisms in Bolivian squirrel monkeys (Saimiri boliviensis). American Journal of Primatology. 47: 75-84.
Zhang, Y., S.K. Lawrance, O.A. Ryder, Y. Zhang, and R. Isaza. 2000. Identification of monozygotic twin chimpanzees by microsatellite analysis. American Journal Primatology. 52 (2): 101-106.