Studi Pendahuluan Pengaruh Hormon Steroid Terhadap Keragaan Hematologi
Induk Ikan Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis
(PRELIMINARY STUDY OF THE INFLUENCE STEROID HORMONE OF HAEMATOLOGY ON HUMPBACK GROUPER BROODSTOCK, Cromileptes altivelis)

FRIS JOHNNY, TRIDJOKO, DES ROZA
Laboratorium Patologi, Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol
PO BOX 140 – Singaraja 81101 – Bali
E-mail : [email protected]

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh hormon steroid terhadap keragaan hematologi induk ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis yang dilakukan di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali. Ikan uji yang digunakan adalah induk ikan kerapu bebek dengan bobot antara 1,66-3,65 kg dibagi dalam 2 kelompok (A dan B) masing-masing sebanyak 30 ekor dengan perbandingan jantan dan betina 1 : 2. Ikan uji dipelihara dalam bak beton dengan volume air laut sebanyak 75 ton dan kedalaman air 2 meter, dilengkapi aerasi dan pergantian air mengalir. Kelompok A tanpa perlakuan hormon sebagai kontrol. Pada kelompok B diberikan perlakuan hormon dengan implantasi hormon steroid LHRHa dosis 50 mg/kg bobot badan. Setelah 60 hari implantasi dilakukan pengamatan keragaan hemalogi induk ikan kerapu bebek dilakukan terhadap hematokrit, hemoglobin, total eritrosit, total leukosit, dan diferensial leukosit. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada kelompok A rata-rata hematokrit sebesar 45,67% dan kelompok B sebesar 34,5%; rata-rata hemoglobin pada kelompok A sebesar 7,83 100g/ml dan kelompok B sebesar 7,0 100g/ml; rata-rata total eritrosit pada kelompok A sebesar 2,98 x 106sel/ml dan kelompok B sebesar 1,83 x 106sel/ml; rata-rata total leukosit pada kelompok A sebesar 70,33 x 103sel/ml dan kelompok B sebesar 41,5 x 103sel/ml; rata-rata diferensial leukosit untuk neutrofil sebesar 11% (B) dan 3,67% (A), monosit sebesar 4% (B) dan 3,5% (A), limfosit sebesar 72% (B) dan 54,5% (A), dan trombosit sebesar 32,93% (A) dan 13% (B). Hormon steroid menimbulkan peningkatan total leukosit yang berperan sebagai sistem kekebalan tubuh ikan.
Kata Kunci : hormon steroid, hematologi, induk ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis

ABSTRACT
An experiment to investigate the effect of the steroid hormone on the haematology of humpback grouper, Cromileptes altivelis broodstock was conducted at Gondol Research Institute for Mariculture, Bali. Fish weighed ranged from 1.66 to 3.65 kg were used. Fish were divided into two groups, and each group consisted of 30 fishes with the male and female ratio of 1 : 2. Fish were kept on concrete tank filled with 75 ton sea water and 2 meters depth. Group A was non-implanted fishes and group in B were fishes implanted with steroid hormone as LHRHa at dosage 50 mg/kg body weight. Hematological parameters measured were hematocrit, hemoglobin, total erytrocyte, total leucocyte, and differential leucocyte. The result showed that the hematocrite were 45.67% (A) and 34.5% (B); hemoglobin 7,83 100g/ml (A) and 7,0 100g/ml (B); total erytrocyte were 2.98 x 106sel/ml (A) and 1.83 x 106sel/ml (B); total leucocyte were 70.33 x 103sel/ml (B) and 41,55 x 103sel/ml (A); differential leucocyte for neutrophyl were 11% (B) and 3.67% (A); monocyte were 4% (B) and 3.5% (A); lymphocyte were 72% (B) and 54.5% (A); and trombocyte were 32.93% (A) and 13% (B). Steroid hormone to increase of the total leucocyte.
Key words :steroid hormone, haematology, humpback grouper broodstock, Cromileptes
altivelis

PENDAHULUAN
Dalam upaya meningkatkan produksi benih ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali telah dilakukan aplikasi hormon steroid LHRHa pada induk ikan kerapu bebek, yang merupakan salah satu cara untuk memacu tingkat perkembangan gonad. Dengan rekayasa hormon, pemijahan tidak lagi bergantung pada induk ikan matang telur yang biasanya terjadi pada musim-musim tertentu. Ikan kerapu bebek atau sering juga disebut kerapu tikus hasil penangkapan nelayan sulit didapatkan yang matang telur apalagi yang jantan. Untuk perkembangbiakan secara buatan, rekayasa hormon dapat dilakukan dengan cara implantasi. Penggunaan hormon LHRHa pada ikan merupakan salah satu cara untuk memacu tingkat perkembangan gonad (Vanstone et al., 1977; Crim, 1985; Crim et al., 1988; Lee et al., 1986 ; Kuo et al., 1988 ; Tridjoko et al., 1997; Tridjoko et al., 2001).
Hormon steroid secara alami langsung merangsang perkembangan gonad dan merupakan hormon utama yang dihasilkan oleh kelenjar gonad. Hormon ini disintesis dari kolesterol dengan bantuan enzim-enzim metabolik yang terdapat didalam sel-sel yang menghasilkan hormon-hormon steroid. Sintesis hormon ini diatur oleh hormon-hormon dari kelenjar hipofisa yaitu luteinizing hormone (LH), follicle stimulating hormone (FSH), adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan prolactin (Lee et al., 1986; Crim et al., 1986).
Aplikasi hormon terhadap pematangan gonad telah banyak dilaporkan, namun pengaruh hormon steroid terhadap paramater darah masih minim. Beberapa hasil penelitian yang telah dilaporkan antara lain; penggunaan pineal dan melatonin pada ikan lele, Clarias batrachus yang memberikan suatu indikasi bahwa melatonin menstimulir eritropoisis ikan lele pada fase siklus pematangan gonad. Secara umum pineal dan melatonin mempengaruhi variable darah pada masa pematangan gonad dan juga bekerja pada tiroid (Shedpure & Pati, 1996). Pada ikan gilthead seabream, Sparus aurata penggunaan growth hormone (GH), setelah dilakukan pengamatan pada jaringan hati terlihat pengikatan GH yang tinggi dan pengikatan ini berfungsi untuk hepatosit. Pada sel darah dalam sistem vascular hepatic juga memperlihatkan pengikatan GH. Demikian pula pada organ limpa, jantung dan ginjal terlihat pengikatan GH, kecuali pada organ pankreas. Penyuntikan GH merangsang jaringan haemopoitik untuk meningkatkan pembentukan sel darah (Munoz-Cueto et al., 1996). Laporan lain menyebutkan bahwa GH mempengaruhi proses imun dari formasi antibody, terutama dalam pembentukan limfosit pada ikan silver sea bream, Sparus sarba. Peningkatan GH dalam plasma juga akan mempengaruhi tanggap kebal non-spesifik dalam meningkatkan fagositosis makrofag ikan silver sea bream (Narnaware et al., 1997). Secombes (1988) melaporkan bahwa hormon steroid disamping berfungsi sebagai mempercepat pematangan gonad ikan, juga dapat meningkatkan imun respon nonspesifik melalui peningkatan total leukosit.
. Sel darah mempunyai peran sangat penting dalam sistim kebal, terutama leukosit atau sel darah putih. Jenis-jenis leukosit mempunyai beberapa fungsi dalam melawan benda asing yang berhasil masuk ke dalam tubuh hewan. Dalam upaya peningkatan tanggap kebal ikan, yang berperanan penting adalah sel darah, terutama sel darah putih atau leukosit. Kemampuan leukosit dapat ditingkatkan dengan menggunakan imunostimulan, vitamin dan hormon (Anderson, 1974; Manning & Tatner, 1985; Post, 1987; Schubert, 1987; Andrew et al, 1988; Secombes, 1988; Tizard, 1988; Brown, 1993; Klontz, 1994; Anderson, 1996).
Saat ini laporan percobaan tentang hubungan hormon dengan keragaan darah ikan di Indonesia belum ada. Sedangkan pengaruh vitamin C terhadap keragaan darah benih ikan kerapu bebek telah dilaporkan oleh Johnny et al., (2002). Hormon steroid selain berfungsi sebagai mempercepat proses pematangan gonad, juga diduga dapat meningkatkan imun respon nonspesifik. Berdasarkan hal ini, perlu dilakukan percobaan untuk melihat pengaruh hormon steroid terhadap keragaan darah induk ikan kerapu bebek.
Percobaan ini bertujuan untuk melihat pengaruh hormon steroid LHRHa terhadap keragaan darah induk ikan kerapu bebek.

MATERI DAN METODE
Ikan uji
Ikan uji adalah induk ikan kerapu bebek dengan bobot antara 1,66–3,65 kg/ekor, dibagi dalam 2 kelompok masing-masing sebanyak 30 ekor dan perbandingan jantan dan betina adalah 1 : 2. Kelompok A tanpa implantasi hormon sekaligus sebagai kontrol, sedangkan kelompok B perlakuan hormon dengan implantasi pada dosis 50 mg/kg bobot, dengan dosis ini hormon steroid LHRHa telah mampu untuk mempercepat pematangan gonad secara maksimal (Tridjoko et l., 1997). Hormon dibuat dalam bentuk pelet, kemudian diimplantasikan ke otot ikan kira-kira 5 cm dari sirip dorsal. Setelah 60 hari perlakuan dilakukan pengambilan darah untuk diuji. Dari semua ikan uji, pengambilan darah dilakukan satu kali agar induk ikan tidak stres sehingga proses pematangan gonad tidak terganggu. Ikan uji dipelihara pada bak beton berbentuk bulat dengan volume air 75 ton, kedalaman air 2 meter dengan sistem air mengalir, dilengkapai aerasi. Pakan yang diberikan berupa cumi-cumi segar + ikan rucah + vitamin mix dalam bentuk pellet basah sebanyak 3-5% dari total bobot ikan. Data hasil percobaan ini dievaluasi secara deskriptif.
Pengamatan hematologi ikan
Darah ikan uji diambil dari vena ekor semua ikan uji setelah terlebih dahulu ikan dibius dengan penoxy ethanol 150 ppm. Setelah ikan uji pingsan, sampel darah disedot dengan spuit plastik steril volume 5 cc yang didalamnya telah berisikan antikoagulan Heparin Leo produksi Pharmaceutical, Denmark. Semua ikan uji yang diamati dalam kondisi sehat. Pengamatan hematologis dilakukan berdasarkan modifikasi dari metoda Klontz (1994. Peubah yang diamati adalah pola gambaran hematologi yang meliputi : penetapan nilai hematokrit, penetapan kadar hemoglobin, penghitungan total eritrosit, penghitungan total leukosit, dan persentase diferensial leukosit.
Sampel darah yang telah dikoleksi, disedot dengan tabung kapiler untuk pengamatan hematokrit. Kemudian tabung kapiler tersebut dipusing pada sentrifus dengan kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit dan selanjutnya dihitung persentase hematokrit dengan alat pengukur. Alat yang dipakai untuk mengukur nilai hematokrit disebut dengan tabung hematokrit. Nilai hematokrit adalah volume yang diisi oleh eritrosit, dinyatakan sebagai persen terhadap volume total contoh darah.
Sampel darah lainnya diteteskan pada “blood chamber Hb meter” lalu diaduk dengan menggunakan “hemolysis applicators” yang mengandung 10 mg sodium oxalate dan 200 mg saponin. Setelah teraduk rata dengan menggunakan alat hemoglobinometer IMI produksi Jepang, dilakukan penetapan kadar hemoglobin. Kadar hemoglobin dalam darah dinyatakan dalam gram Hb/100 ml.
Dari koleksi sampel darah, dengan menggunakan pipet pengencer eritrosit sampel darah disedot sampai skala 0,5 dan dilanjutkan dengan penyedotan larutan “Rees-Ecker” (sodium citrate, formalin 37-40%, dan brilliant cresyl blue) sampai skala 101. Kemudian diaduk rata dengan cara membentuk angka 8 di udara selama 3 menit. Setelah teraduk rata didiamkan dulu selama 3 menit. Sebelum dimasukkan ke alat penghitung eritrosit “Improved Neubauer” sampel dibuang dulu dengan menggunakan tisu, karena pada bagian ujung pipet hanya berisikan larutan pengencer. Selanjutnya dimasukkan ke “Improved Neubauer” dan sisa luberan pada kaca penutup disedot dengan kertas saring, didiamkan selama 3 menit, lalu eritrosit dihitung pada mikroskop dengan pembesaran 40x.
Total eritrosit = 5 area x 10 x 5 x 200 atau n x 104/mm3
Dimana nilai n adalah jumlah total 5 area penghitungan ruang kecil
Dengan menggunakan pipet pengencer leukosit dari koleksi darah, sampel disedot sampai skala 0,5 dan dilanjutkan dengan penyedotan larutan “Rees-Ecker” sampai skala 11. Tahapan selanjutnya sama dengan penghitungan eritrosit. Untuk penghitungan leukosit adalah dengan menggunakan ruang besar di sebelah luar ruang kecil pada “Improved Neubauer” yang berjumlah 16 ruang pada satu lokasi; dari 4 lokasi total ruang besar adalah sebanyak 64 ruang, dan penghitungan leukosit dilakukan pada semua ruang besar.
Total leukosit = 64 area x 200 x 10 /mm3
4
Dari satu tetes darah kemudian dibuat preparat darah ulas tipis pada gelas objek, kemudian segera dikeringkan dengan cara mengibas-ngibaskan di udara. Setelah kering dilakukan pewarnaan May Gruenwald’s-Gyemsa. Larutan May-Gruenwald’s diteteskan sampai menutupi permukaan sampel untuk fiksasi, didiamkan selama 1 menit. Akuades kemudian diteteskan pada sampel sampai larutan May-Gruenwald’s melayang-layang, secara pelan-pelan ditiup sampai tercampur rata, dan didiamkan selama 3 menit. Kemudian dicuci dengan akuades, dan dicat dengan pewarnaan Gyemsa 3% (Gyemsa 3 ml dan air kran 97 ml, selalu dibuat baru sebelum pewarnaan) dengan jalan meneteskan bahan tersebut pada permukaan gelas objek sampai menutupi sampel. Kemudian didiamkan selama 30-40 menit. Selanjutnya dicuci dengan akuades, dan dikeringkan selama satu hari. Setelah kering kemudian direndam dalam xylol selama 5 menit, dan ditutup dengan menggunakan bioleit. Sediaan diamati pada mikroskop dengan pembesaran 40x untuk menentukan persentase jenis leukosit yaitu; neutrofil, monosit, limfosit dan trombosit.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengaruh hormon steroid LHRHa terhadap keragaan karakteristik darah induk ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis disajikan secara rinci pada Gambar 1.

Gambar 1. Pengaruh hormon steroid LHRHa terhadap keragaan karakteristik darah induk ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis yaitu; hematotkrit (A), hemoglobin (B), total eritrosit (C), dan total leukosit (D).

Pada Gambar 1 diperoleh nilai hematokrit sebesar 45,67% pada perlakuan tanpa hormon (A) dan 34,5% pada perlakuan hormon (B). Nilai hematokrit dengan perlakuan hormon memperlihatkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan tanpa perlakuan hormon. Hal ini nampaknya hormon steroid LHRHa menekan hematokrit.
Hematokrit juga disebut sebagai Packed Cell Volume (PCV). Nilai PCV adalah volume yang diisi oleh eritrosit, dinyatakan sebagai persen terhadap volume total contoh darah. Nilai hematokrit ini adalah volume sel-sel darah yang didapat setelah sentrifugasi dan dikeluarkannya plasma darah. Dengan kata lain, nilai PCV adalah volume semua eritrosit dalam 100 ml darah dan dinyatakan dalam % dari darah itu. Parameter hematokrit berpengaruh terhadap pengukuran eritrosit dan merupakan perbandingan antara plasma darah dengan volume eritrosit (Schalm et al., 1975).
Dari Gambar 1, diperoleh nilai hemoglobin tanpa perlakuan hormon (A) sebesar 7,83 100g/ml dan perlakuan hormon (B) sebesar 7,0 100g/ml. Pada percobaan ini, terlihat pula bahwa perlakuan hormon steroid pada induk ikan kerapu bebek menekan Hb.
Kaitan antara hemoglobin (Hb) dengan hematokrit adalah bahwa eritrosit mengandung Hb, sedangkan Hb mengangkut oksigen. Hb yang dikandung oleh eritrosit kaya akan zat besi, dan Hb itu sendiri merupakan senyawa yang terdiri dari protoforfirin, globin dan zat besi (Fe). Pada saat darah mengalir keseluruh tubuh, Hb melepaskan oksigen ke sel dan mengikat karbon dioksida (Schalm et al., 1975; Brown, 1993; Kontz, 1994). Rendahnya kadar Hb menyebabkan laju metabolisme menurun dan energi yang dihasilkan menjadi rendah. Hal ini membuat ikan menjadi lemah dan tidak memiliki nafsu makan serta terlihat diam di dasar bak atau menggantung di bawah permukaan air (Post, 1987; Nabib & Pasaribu, 1989; Brown, 1993; Stoskopf, 1993; Klontz, 1994; Lagler et al., 1997).
Nilai total eritrosit yang diperoleh pada Gambar 1, terlihat bahwa jumlah total eritrosit pada perlakuan non-hormon (A) sebesar 2.980.000 sel/ml (2.98 x 106 sel/ml) dan pada perlakuan hormon (B) sebesar 1.830.000 sel/ml (1.83 x 106 sel/ml). Berdasarkan hasil tersebut diperoleh bahwa hormon LHRHa tidak berpengaruh pada eritropoisis, yaitu proses pembentukan eritrosit. Proses eritropoisis dirangsang oleh hormon glikoprotein yaitu eritropoitin, hormon ini secara normal merangsang organ pembentuk eritrosit (sumsum tulang belakang, limpa, ginjal dll) untuk meningkatkan produksi dan pelepasan eritrosit Eritropoitin merupakan hormon yang secara normal berjumlah sedikit di dalam plasma darah. Ginjal mempunyai peranan yang dominan dalam produksi eritropoitin. Dalam mengatasi terjadinya hipoksia, ginjal dipacu untuk menghasilkan eritrogenin, faktor ini diaktifkan di hati menjadi eritropoitin. Eritropoitin dihasilkan untuk merangsang terjadinya eritropoisis yang menyebabkan peningkatan jumlah eritrosit yang beredar (Secombes, 1988). Sedangkan Munoz-Cueto et al., (1996) melaporkan bahwa penyuntikan GH merangsang jaringan haemopoitik untuk meningkatkan pembentukan sel darah. Nampaknya hormon steroid LHRHa mempunyai efek negatif terhadap karakteristik darah ikan dengan cara menekan kerja hormon eritropoitin dan menurunkan eritropoisis, sehingga hematokrit, Hb, dan eritrosit menjadi lebih rendah..
Pada Gambar 1 terlihat jumlah leukosit perlakuan hormon (B) lebih tinggi dari perlakuan non-hormon (A). Pada perlakuan hormon (B) total leukosit sebesar 70.330 sel/ml (70,3 x 103 sel/ml) dan pada perlakuan non-hormon (A) sebesar 41.500 sel/ml (41,5 x 103 sel/ml). Dari percobaan ini, implantasi hormon menyebabkan terjadinya peningkatan total leukosit. Sedangkan leukosit adalah sistim pertahanan tubuh terhadap infeksi patogen (Anderson, 1974; Manning & Tatner, 1985; Post, 1987; Brown, 1993; Stoskopf, 1993; Anderson, 1996; Klontz, 1994; Dharmawan, 2002). Leukosit atau sel darah putih adalah sel yang bertanggung jawab dalam sistim pertahanan tubuh. Leukosit pada ikan terdiri dari neutrofil, monosit, limfosit, dan trombosit. Sebagian besar leukosit ditransfer ke daerah-daerah infeksi untuk memberikan pertahanan yang cepat dan poten terhadap setiap gen infeksi (Anderson, 1974; Schalm et al., 1975; Manning & Tatner, 1985; Brown, 1993; Klontz, 1994; Secombes, 1996).
Hormon LHRHa merupakan hormon gonadotropin yaitu hormon-hormon yang menunjang aktivitas gonad, dan dihasilkan oleh kelenjar hipofisa anterior. Hormon LHRHa dalam fungsinya mematangkan gonad, secara tidak langsung menstimulir pembuluh limfe dan sumsum tulang belakang untuk meningkatkan leukositosis. Efek tak langsung hormon LHRHa juga meningkatkan sistim fagositik mononukleus (Secombes, 1988). Leukositosis adalah suatu gambaran darah berupa peningkatan jumlah absolut dari sel-sel leukosit. Efek tak langsung dari hormon ini terlihat meningkatnya jumlah leukosit pada masa berahi dan pematangan gonad. Leukosit merupakan salah satu jenis sel darah yang mempunyai peran sangat penting dalam sistim tanggap kebal ikan, dan akan meningkat secara pesat apabila terjadi suatu infeksi ( Anderson, 1974; Manning & Tatner; 1985; Secombes, 1988; Tizard, 1988; Nabib & Pasaribu, 1989; Anderson, 1996).

Gambar 2. Pengaruh hormon steroid LHRHa terhadap persentase diferensial leukosit induk ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis

Pada Gambar 2 dapat dilihat persentase dari diferensial leukosit. Persentase neutrofil, monosit dan limfosit yang merupakan sel pertahanan tubuh pada perlakuan hormon (B) lebih tinggi jumlahnya dibandingkan perlakuan non-hormon (A).
Persentase neutrofil pada Gambar 2 memperlihatkan pada perlakuan hormon (B) sebesar 11% dan pada perlakuan non hormon (A) sebesar 3,67%, dan nilai diferensial neutrofil pada percobaan ini jika dibandingkan dengan standar neutrofil sebesar 6-8% (Anderson, 1974; Chinabut et al., 1991; Klontz, 1994) maka hasil dari percobaan untuk perlakuan hormon berada diatas standar, diduga pada percobaan ini terjadi inflamasi akut Dalam sistem pertahanan pada ikan, inflamasi diharapkan karena hal ini sangat berkaitan dengan respon imun nonspesifik yang mengutamakan fagositosis. Inflamasi merupakan mekanisme penting yang diperlukan tubuh untuk mempertahankan diri dari berbagai infeksi yang mengganggu keseimbangan dan juga yang dapat memperbaiki kerusakan struktur serta gangguan fungsi jaringan yang ditimbulkan oleh infeksi tersebut. Dan inflamasi juga merupakan reaksi terhadap benda asing yang masuk tubuh, invasi mikroorganisme, trauma, bahan kimia yang berbahaya, faktor fisik dan alergi. Inflamasi ditandai oleh perpindahan cairan, protein plasma dan leukosit dari sirkulasi ke jaringan sebagai respon terhadap infeksi. Proses inflamasi akan berjalan sampai antigen dapat disingkirkan. Pada umumnya hal tersebut terjadi cepat dan berupa inflamasi akut yang berlangsung beberapa jam sampai hari (Secombes, 1996).
Fungsi utama neutrofil adalah penghancur bahan asing melalui proses fagositik, yaitu kemotaksis dimana sel bermigrasi menuju partikel, perlekatan partikel pada sel, penelanan sel oleh sel dan penghancuran partikel oleh enzim lisosom dalam fagolisosom. Umumnya jumlah neutrofil meningkat pada saat terjadi kasus infeksi bakteri karena neutrofil keluar dari pembuluh darah menuju daerah infeksi. Neutrofil merupakan salah satu bagian dari leukosit yang terlibat langsung dengan proses pengrusakan bakteria. (Anderson, 1974; Schalm et al., 1975; Manning & Tatner, 1985; Brown, 1993; Klontz, 1994; Secombes, 1996).
Persentase monosit pada Gambar 2, untuk perlakuan hormon (B) sebesar 4%, dan pada perlakuan non-hormon (A) sebesar 3,5%. Laporan besarnya persentase monosit pada ikan sebesar 0,1-3% (Anderson, 1974; Chinabut et al., 1991; Klontz, 1994). Pada perlakuan hormon terlihat sedikit lebih tinggi, diduga hormon steroid seperti pada neutrofil merupakan stimulator untuk peningkatan persentase monosit (Secombes, 1988). Proporsi monosit sangat rendah dalam populasi leukosit, akan tetapi dapat meningkat sekitar 38% dalam waktu singkat bila terjadi infeksi. Monosit diduga berfungsi sebagai makrofag dan memfagosit benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Fagositosis oleh monosit merupakan proses yang sama seperti pada neutrofil, akan tetapi monosit ini mampu memiliki aktivitas fagositik yang tahan lama (Anderson, 1974; Manning & Tatner, 1985; Tizard, 1988; Chinabut et al., 1991; Anderson, 1996; Secombes, 1996; Rukyani et al., 1997) . Disamping peranannya sebagai makrofag, monosit penting dalam imunologi (Anderson, 1974; Manning & Tatner, 1985; Post, 1987; Brown, 1993; Stoskopf, 1993; Klontz, 1994; Anderson, 1996; Secombes, 1996; Dharmawan, 2002).
Persentase limfosit pada Gambar 1 terlihat pada perlakuan hormon (B) sebesar 72% dan pada perlakuan non hormon (A) sebesar 54,5%. Nilai diferensial limfosit masih berada dalam kisaran standar sebesar 60-80% (Anderson, 1974; Chinabut et al., 1991; Klontz, 1994). Limfosit berfungsi menyediakan zat kebal untuk pertahanan tubuh, ditemukan dalam jumlah besar meskipun pada saat infeksi terjadi penurunan (Moyle & Cech, 1988; Secombes, 1996). Limfosit termasuk leukosit yang mampu keluar dari pembuluh darah menuju terjadi infeksi (Nabib & Pasaribu, 1989).
Nilai persentase diferensial trombosit pada Gambar 1 memperlihatkan bahwa perlakuan non hormon (A) sebesar 32,83% dan perlakuan hormon (B) sebesar 13%. Persentase diferensial trombosit masih berkisar pada standar (20-30%). Umumnya trombosit akan meningkat apabila terjadi luka atau hemoragi. Fungsi utama dari trombosit adalah penutup luka, apabila pada ikan ditemukan persentase diferensial trombosit dalam jumlah yang tinggi, maka dapat diduga ikan tersebut tengah mengalami luka atau pendarahan (Manning & Tatner, 1985; Chinabut et al., 1991; Anderson, 1996).

KESIMPULAN
Perlakuan hormon steroid LHRHa dengan cara implantasi pada induk ikan kerapu bebek pada dosis 50 mg/kg bobot memperlihatkan keragaan karakteristik darah berupa; nilai hematokrit sebesar 45,67% pada perlakuan non-hormon dan 34,50% pada perlakuan hormon. Hb sebesar 7,83 g/ml pada perlakuan non-hormon dan sebesar 7,00 g/ml pada perlakuan hormon. Total eritrosit sebesar 2,98 x 106 sel/ml pada perlakuan non-hormon dan sebesar 1,83 x 106 sel/ml pada perlakuan hormon. Total leukosit sebesar 70,33 x 103 sel/ml pada perlakuan hormon dan sebesar 41,50 x 103 sel/ml pada perlakuan non-hormon. Hormon steroid LHRHa dapat meningkatkan total leukosit sebagai dasar tanggap kebal induk ikan kerapu bebek terhadap infeksi.

UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada saudara Sunarto, Ida Bagus Winaya teknisi induk ikan kerapu bebek, dan saudara Putu Suarjana, Slamet Haryanto, dan Sri Suratmi teknisi Laboratorium Patologi atas kelancaran penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, D.P. 1974. Fish Immunology. T.F.H. Publication Inc. Ltd. U.S.A. 239 pp.

Anderson, D.P. 1996. Environmental Factors in Fish Health : Immunological Aspects. P. 289-310. In

Andrew, C., A. Exell, and N. Carrington. 1988. The Manual of Fish Health. Salamander Books Ltd. United Kingdom. 208 pp. Iwama, G. and T. Nakanishi. (Eds). The Fish Immune System. Academic Press, Inc. USA.

Brown, L. 1993. Aquaculture for Veterinarians : Fish husbandary and Medicine. Pergamon Press Ltd. USA. 447 pp.

Chinabut, S., C. Limsuwan, and P. Kitsawat. 1991. Histology of the walking catfish, Clarias batrachus. AAHRI. Bangkok. Thailand. 96pp.

Crim, L.W. 1985. Methods for acute and chronic hormone administration in fish ,p : 1-9 In Proceeding for a workshop held at Tungkang Marine Laboratory Taiwan, April 22-24, 1985.

Crim, L. W., N.M. Serwood and C.E. Wilson. 1988. Sustamed hormone release II Eeffectiveness of LHRH analogue (LHRH) administration by either single time injection or Cholesterol pellet implantation on plasma. Gonadotropin levels in abrassay model fish, the juvenile rainbar trout. Aquaculture 74: 87-95

Dharmawan, N.S. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner : Hematologi Klinik. Univ. Udayana. Denpasar. 111 pp.

Johnny, F. Zafran, D. Roza dan I.N.A. Giri. 2002. Pengaruh vitamin C dalam pakan terhadap perubahan hemositologi ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis. Aquaculture Indonesia. 3(1):27-34.

Klontz, G.W. 1994. Fish Hematology. p.121-131. In Stolen et al. (Eds.). Techniques in Fish Immunology-3. Sos Publications, Fair Haven, NJ 07704-3303. USA.

Kuo, C.M., Y.Y. Ting and S.L. Yeh. 1988. Induce sex reversal and spawning of blue spotted grouper, Ephinephelus fario. Aquaculture 74:113-126.

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichtiology. John Willey and Sons. Inc. New York-London. 506 pp.

Lee, C.S., C.S. Tamaru, and C.D. Kelly. 1986. Technique for making chronic release LHRH-a and 17a MT pellet for intramuscular implantation in fishes. Aquaculture 59:161-168.

Manning, M.J. and M.F. Tatner, 1985. Fish Immunology. Academic Press Inc. London. 369pp.

Moyle, P.B., and J.J. Cech. 1988. Fishes and introduction to ichthyology. Second edition. Prentice-Hall, Inc. New Jersey. 559pp

Munoz-Cueto, J.A., J.P. Martinez-Barbera, C. Pendon, R.B. Rodriguez, and C. Sarasquete. 1996. Autoradiographic localization of growth hormone binding sites in Sparus aurata tissues using a recombinant gilthead seabream growth hormone. Comp.-Biochem.Physiol.-C. 114C(1):17-22.

Nabib, R., dan F.H. Pasaribu. 1989. Bahan pengajaran patologi dan penyakit ikan. Dept. P&K. Ditjen. Pendidikan Tinggi. PAU Bioteknologi-IPB. Bogor. 158pp.

Narnaware, Y.K., S.P. Kelly, and N.Y.S. Woo. 1997. Effect of injected growth hormone on phagocytosis in silver seabream, Sparus sarba adapted to hyper and hypo osmotic salinities. Fish-Shellfish-Immunol. 7(7):515-517.

Post, G. 1987. Texbook of Fish Health. T.F.H. Publications Inc. USA. 288 pp.

Rukyani, A. Sivia, Sunarto, A. dan Taukhid. 1997. Peningkatan respon kebal non spesifik pada ikan lele dumbo (Clarias sp) dengan pemberian immunostimulan (b-glucan). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, III(1):1-10.

Schalm, O.W., N.C. Jain, and E.J. Carroll. 1975. Veterinary Hematology. 3rd Edition. Lea & Fehiger. Philadelphia. 807pp.

Schubert, G. 1987. Fish Diseases a Complete Introduction. T.F.H. Publications Inc. USA. 125pp.

Secombes, C.J. 1988. Immune Control of Sexual Maturation in Fish In Ellis (Eds) Fish Vaccination. Academic Press. London. Pp. 237-247.

Secombes, C.J. 1996. The nonspecific immune system : Cellular defenses. In Iwama & Nakanishi (Eds) The fish immune system : Organism, Pathogen, and Environment. Academic Press. California, USA. Pp. 63-105.

Shedpure, M and A.K. Pati. 1996. Do thyroid and testis modulate the effect of pineal and melatonin on haemopoietic variables in Clarias batrachus. J. Biosci. 21(6):797-808.

Stoskopf, S.K. 1993. Imunology. P. 49-159. In Stoskops, M.K. (Eds). Fish Medicine. W.B. Saunders Company. Mexico. 664 pp.

Tizard, I. 1988. Pengantar Immunologi Veteriner. Terjemahan Partodiredjo et al. 1988. Airlangga University Press. 497 pp

Tridjoko, B. Slamet dan D.Makatutu. 1997. Pematangan induk kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dengan rangsangan suntikan hormon LHRHa 17-a metyltestosteron. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol III (4) : 30-34

Tridjoko, Setiadharma, T., Slamet, B., dan Setiadi, E. 2001. Penggunaan hormon untuk memacu perubahan seks pada ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol II (3) : 38-42

Vanstone, W.E., Tiro, Jr., L.B. Villaluz, A.C. Ramsingh, D.C. Kumagai, S. Dulduco, P.T. Barnes, M.M. L., and C.E. Duenas. 1977. Breeding and Larval rearing of the milkfish Chanos-chanos (Pisces Chanidae) SEAFDEC, Aquculture Deparment Tech. Report 3:3-17