Wed 6 Apr 2005
Permasalahan Penyakit Mulut dan Kuku Di Asia Tenggara
(PROBLEMATIC OF FOOT AND MOUTH DISEASE IN SOUTH EAST ASIA)
A.A.Ayu Mirah Adi
Laboratorium Patologi Veteriner, Bagian Penyakit Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan Unud
ABSTRAK
Penyakit Mulut dan Kuku ( PMK ) merupakan penyakit yang sangat kontagius dan menyerang semua hewan berkuku belah. Penyakit ini menyebabkan kelemahan,penurunan berat badan, infertilitas dan abortus. Dampak langsung penyakit ini adalah pada kesehatan dan produksi ternak serta dampak tidak langsungnya adalah pada perdagangan hewan dan produknya. Penularannya terjadi dengan sangat cepat pada populasi yang peka, dan penularan yang paling umum adalah melaui aerosol yang mengandung partikel infeksius yang dikeluarkan oleh hewan penderita. Masa inkubasinya adalah 2-8 hari. PMK merupakan penyakit yang bersifat endemis di Asia Tenggara. Hanya Indonesia dan beberapa pulau di Philipina yang sampai saat ini masih dapat mempertahankan statusnya sebagai daerah bebas.
Kata-kata kunci: PMK, Asia
ABSTRACT
Foot and Mouth Disease ( FMD ) is a highly contagius diseases infecting all cloven hoofed animals. It causes lameness, loss in milk production, loss in body weight , infertility and abortion. This causes adverse effect on animal health and their production which is indirectly effect the trade of the animal and its products. In susceptible animals, the disease spread rapidly. The most common form of transmission is by aerosol when infectious particles are exhaled by the affected animal in the acute phase of the disease. The incubation period from point of contact to observable disease is 2-8 days. Currently FMD is endemic in SoutheastAsia, only Indonesia and parts of Philippines have maintained their free-zone status.
Key words : FMD, Asia
PENDAHULUAN
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau Foot and Mouth Disease (FMD) atau Aphthae Epizooticae (AE) merupakan penyakit yang termasuk dalam daftar A dari OIE (Office Internationale des epizootica) yakni suatu badan kesehatan hewan dunia yang berkedudukan di Perancis. Penyakit-penyakit yang termasuk dalam daftar A merupakan penyakit yang penularannya terjadi secara sangat cepat tanpa memandang batas negara,penyakit yang menimbulkan masalah sosial ekonomi atau kesehatan masyarakat yang serius dan penyakit yang dapat menimbulkan dampak pada perdagangan hewan dan produk- produknya. Saat ini, ada 15 penyakit di dunia yang termasuk dalam daftar A dari OIE. Pelaporan terhadap penyakit yang tergolong dalam daftar A ini harus dilakukan sesering mungkin (OIE,2003 )
Penyakit ini menyerang semua hewan berkuku belah seperti Sapi, kerbau, kambing, domba, babi dan hewan liar seperti rusa. Walaupun penyakit ini bersifat sangat kontagius yang dapat menular melalui kontak dari satu hewan ke hewan lainnya dan melalui perantaraan angin, penyakit ini bukan penyakit yang mematikan, kecuali jika yang terserang hewan muda. Penyakit ini secara langsung maupun tak langsung menimbulkan kerugian secara ekonomis. Kerugian secara langsung adalah terjadinya kekurusan dan penurunan produksi susu bahkan produksi susu bisa terhenti dalam waktu yang lama, infertilitas dan aborsi. Disamping itu penyakit ini dapat pula menimbulkan kematian terutama bila hewan yang terserang adalah hewan muda. Kerugian tidak langsung (yang jauh lebih besar ) adalah terembargonya perdagangan.
PMK merupakan penyakit yang bersifat endemis di Asia Tenggara dan merupakan penyakit eksotis bagi Indonesia. Indonesia, Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat dan Kanada merupakan negara yang bebas PMK.
Etiologi
Penyakit Mulut dan Kuku merupakan penyakit yang sangat kontagius yang disebabkan oleh virus yang tergolong ke dalam genus Aphthovirus dari Famili Picornaviridae. Virus penyebab PMK ini berbentuk ikosahedral, tidak berenvelop, berdiameter 27 nm , genomnya RNA berserat tunggal ( single stranded RNA) (AVIS, 2002 ). Saat ini sudah dapat diidentifikasi 7 serotipe virus FMD yakni serotipe : O,A,C,SAT1.SAT2,SAT3 dan Asia 1 yang tersebar diberbagai belahan dunia. Serotipe O,A,C ditemukan di Amerika Utara dan Eropa sedangkan serotipe O,A,C,SAT1,SAT2 dan SAT3 ditemukan di Benua Afrika dan serotipe O,A,C dan Asia1 di Asia. Virus PMK sangat tahan dan dapat bertahan hidup dengan baik pada bahan organik seperti darah, feses dan lain-lain ( tabel 1) serta pada kondisi kelembaban tinggi dan rendahnya sinar matahari namun virus dapat diinaktifkan pada pH dibawah 6,00.
Ekskresi Virus
Virus dapat diekskresikan dari semua sekreta tubuh ( gambar 1) dan virus yang diekskresikan ini dapat menginfeksi semua hewan. Ekskresi virus mulai menurun dengan munculnya antibodi spesifik dalam peredaran darah kurang lebih 4-5 hari setelah infeksi
Gambar. 1. Virus dapat diekskresikan dari berbagai bagian hewan (Sumber AVIS-Foot and Mouth Disease-overview,2002)
Kemampuan virus PMK bertahan dalam berbagai ekskreta sapi sangat beragam (tabel 1.). Kadang-kadang virus juga dapat diisolasi dari cairan orofaring selama beberapa bulan setelah infeksi. Juga pernah dilaporkan bahwa virus dapat dilacak dalam waktu yang lebih lama pada darah, susu dan urin
Tabel 1. Kemampuan virus PMK bertahan dalam berbagai ekskreta sapi (sumber.
Avis,2002)
No Material Waktu (hari)
1 Darah 5
2 Semen 10
3 Urine 7
4 Susu 5
5 Saliva 11
6 Aerosol 5
7 Nasal discharge 7
8 Faeces 5
Gejala Klinis
Sapi.
Gejala klinis pada sapi dimulai dengan penurunan nafsu makan, kelemahan, deman dan pengeluaran air liur yang berlebihan bahkan sampai menetes. Hal ini terjadi karena kesulitan menelan akibat adanya lesi pada daerah mulut. Vesikula (gelembung) dan ulcerasi berkembang secara primer di daerah mukosa lidah, interdigital, moncong, ambing dan puting susu. Vesikula itu dimulai dengan adanya lepuhan kecil yang kemudian bergabung menjadi yang lebih besar yang mudah ruptur sehingga meninggalkan lesi ulseratif di permukaan epitel. Lesi pada lidah biasanya dapat sembuh dengan cepat melalui proses reepitelisasi tetapi lesi pada kaki cenderung menjadi rumit akibat adanya infeksi sekunder yang memperlambat proses persembuhan. Bahkan tidak jarang terjadi adanya kuku hewan sampai copot akibat PMK. Pada hewan yang sedang laktasi lesi pada puting sangat umum ditemukan dan virus dapat ditularkan kepada pedet yang sedang menyusu pada induknya.
Babi.
Pada babi, kepincangan merupakan gejala awal penyakit yang kemudian diikuti dengan pembentukan vesikula pada moncong yang secara cepat menjadi ruptur sehingga menimbulkan lesi ulseratif
Domba dan kambing.
Biasanya menampakan gejala subklinik.
Hewan liar.
Hewan liar yang terinfeksi dapat menunjukan gejala subklinis atau klinis yang hebat.. PMK bukan merupakan penyakit yang mematikan dan hewan yang terinfeksi penyakit ini biasanya dapat sembuh.
Pathogenesis
Hewan peka dapat tertular virus FMD melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi, kontak dengan produk hewan yang terkontaminasi, kontak dengan orang yang terkontaminasi, kontak dengan peralatan yang terkontaminasi dan bisa juga dengan perantaraan angin (winborne transmission)
Infeksi virus FMD dapat terjadi melalui berbagai cara, yakni perinhalasi, peringesti, via epitel yang rusak atau secara latrogenik (AVIS,2002). Pada keadaan normal, cara perpindahan virus yang paling umum adalah via aerosol yaitu partikel yang dikeluarkan oleh hewan sakit dalam fase akut, ikut aliran udara kemudian terhirup oleh hewan yang peka. Masa inkubasi sekitar 2-8 hari. Replikasi pertama virus terjadi pada jaringan faring ataupun paru. Duapuluh empat jam sampai 72 jam kemudian terjadi viremia dan terjadi penyebaran virus serta replikasi di dalam stratum spongiosum/spinosum pada daerah epitel.
Patologik Anatomik
Lesi yang teramati pada hewan yang terinfeksi adalah vesikula, erosi dan ulserasi. Ukuran vesikula bervariasi dari 0,5 Cm bahkan sampai dengan 10 Cm ketika vesikula tersebut bergabung. Vesikula ini dapat dianggap sebagi tempat utama masuknya virus kedalam tubuh selain itu infeksi juga dapat terjadi melalui darah. Lesi bisa ditemukan pada mulut, mukosa lidah, moncong, rumen, interdigital, koroner tumit, ambing dan puting susu. Vesikula muncul dengan cepat dan mudah mengalami ruptur membentuk erosi dan ulkus . Pembentukan vesikula dan ulkus pada teracak dapat mengakibatkan lepasnya kuku/teracak.
Virus PMK strain ganas yang menyerang hewan muda (anak sapi, kambing dan babi) dapat mengakibatkan kematian mendadak dengan perubahan yang khas dapat dijumpai pada jantung yakni pada dinding ventrikel kiri dan septum, yakni berupa degenerasi hialin sampai nekrosis sehingga terlihat perubahan warna dari suram sampai kelabu putih yang tidak merata. Jantung menjadi belang menyerupai kulit harimau sehingga sering juga disebut dengan tiger heart ( Ressang , 1984)
Gambaran histopatologi
Perubahan histopatologi yang dapat diamati adalah adanya edema inter dan intraseluler pada sratum spinosum. Namun, jika vesikula sudah pecah, maka semua penyakit vesikuler memiliki gambaran mikroskopi yang mirip sehingga tidak memungkinkan untuk mendiagnosa penyakit PMK hanya bedasarkan gambaran mikroskopi. Virus PMK tidak membentuk viral inclusion bodys. (Stein, et al. 2002).
SEAFMD( South East Asia Foot and Mouth Disease )
Salah satu tujuan dari ASEAN adalah menangani ketahanan pangan dan menanggulangi kemiskinan salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah memerangi penyakit menular pada hewan, termasuk PMK. Mengingat PMK merupakan penyakit yang tidak memandang batas negara, maka penanggulangannya tidak bisa berdiri sendiri sehingga 8 negara di Asia Tenggara sepakat membentuk SEAFMD. SEAFMD dibentuk sebagai akibat adanya keputusan bersama antara negara-negara di Asia Tenggara untuk mengendalikan penyakit mulut dan kuku dan OIE secara resmi mendeklarasikan bahwa SEAFMD khusus dibentuk untuk mengontrol penyakit itu dengan koordinasi inter dan antar negara. Adapun negara yang manjadi anggota SEAFMD adalah Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand,Kamboja dan Vietnam. Ke delapan negara tersebut telah bersepakat untuk melaksanakan kerjasama untuk mengendalikan penyakit mulut dan kuku secara terpadu. Kampanye OIE untuk mengontrol PMK di Asia Tenggara dimulai tahun 1990.(SEAFMD News,2002). Dalam menjalankan tujuannya mengendalikan PMK ada delapan langkah yang telah ditetapkan, yakni:
1.Koordinasi dan dukungan international
2.Manajemen program sumber daya dan dana
3.Komunikasi dan Public awareness
4.Surveillance penyakit, diagnosis,reporting dan kontrol
5. Legislasi dan kebijakan untuk mendukung kontrol penyakit dan penetapan
wilayah bebas.
6. Transfer teknologi dan regional research.
7. Pengembangan sektor peternakan
8. Monitoring dan evaluasi
KEJADIAN PMK DI ASIA TENGGARA
Dilaporkan terjadi outbreaks PMK di Asia Tenggara dari bulan Juli sampai September 2002 dan hewan yang terserang adalah sapi, kerbau dan babi. Dalam outbreak tersebut dilaporkan 14.546 ekor dari 241.781 ekor sapi terserang PMK dan 18 ekor diantaranya dilaporkan mati. Sementara itu pada kerbau, perbandingan antara total populasi,jumlah yang terserang PMK serta jumlah kerbau yang mati berturut-turut adalah: 2008 ekor, 483 dan 2 ekor . Pada babi kasus PMK yang paling hebat dilaporkan terjadi di Pulau Luzon , yakni satu-satunya pulau di Pilipina yang belum bebas PMK. Pada kejadian itu jumlah babi keseluruhan, jumlah kasus yang terserang dan jumlah yang mati berturut-turut adalah: 48.798 ekor , 2593 ekor dan 469 ekor (SEAFMDnews,2002)
Indonesia merupakan negara yang bebas PMK tetapi masalahnya adalah bagaimana mempertahankan status bebas tersebut. Indonesia mendapatkan status bebas PMK melalui perjuangan yang sangat panjang. Jika dilihat dari sejarah, kasus PMK pertamakali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1887 di Malang, ketika pemerintah Belanda memasukan sapi perah asal Belanda, dan kebetulan pada saat itu terjadi wabah PMK di Belanda dan negara-negara Eropa lainnnya. Kemudian dari Jawa Timur, wabah PMK ini meluas ke Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya seperti Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara Barat.
Khusus untuk pulau Bali kasus PMK pertamakali dilaporkan pada tahun 1962 akibat pemasukan sapi secara ilegal dari Jawa Timur. Outbreak berikutnya terjadi tahun 1963. Sejak kejadian itu tidak pernah lagi dilaporkan adanya outbreak di Bali, sampai kemudian pada tahun 1973 terjadi outbreak yang sangat serius. Upaya pembebasan Bali dari PMK terus dilakukan sehingga Bali dinyatakan bebas kembali dari PMK sejak tahun 1977.
Di pulau Jawa wabah PMK terakhir terjadi pada tahun 1983 di Jawa Tengah ( Blora dan Ungaran ) dan Jawa Timur ( Bojonogoro ) yang mana dalam kurun dua minggu sudah menyebar ke seluruh pulau Jawa termasuk daerah Jawa Barat. Hewan yang terserang adalah sapi, kerbau, kambing dan babi. Sejak saat itu kampanye pemberantasan PMK mulai dicanangkan oleh pemerintah. Hasil pemeriksaan di Pusvetma Surabaya menunjukan bahwa wabah PMK saat itu disebabkan oleh virus PMK tipe O. Upaya pembebasan mulai dilakukan dengan cara vaksinasi. Vaksinasi terus dilakukan dan tahun 1986 Indonesia sudah dapat dinyatakan bebas dari PMK. Namun ,secara resmi Indonesia baru ditetapkan sebagai negara bebas PMK oleh OIE tahun 1990. Setelah tim teknis dari OIE mengadakan pemeriksaan/investigasi secara klinis, epidemiologi dan serologi dalam kurun waktu tertentu ( Akoso and Sudana, 2003 )
Mengingat susahnya membebaskan suatu wilayah dari PMK, maka sejak saat itu pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan pengamanan yang ketat dengan tujuan mencegah reintroduksi PMK ke Indonesia. Upaya untuk mempertahankan status bebas ini tidaklah mudah mengingat sifat dari virus tersebut yang sangat tahan dan dapat bertahan hidup dengan baik serta dapat pula ditularkan lewat angin tanpa memandang batas wilayah dan negara. Indonesia merasa terancam status bebasnya akibat terjadinya wabah PMK di negara yang berbatasan dengan Indonesia yakni Malaysia. Di Malaysia wabah PMK terjadi di daerah Perlis, Penang. Kedah, Perak Utara, Kelantan dan Trengganu Utara. Dilaporkan bahwa serotype virus PMK yang dapat diisolasi pada kejadian tersebut adalah tipe O kecuali yang di Perlis disebabkan oleh serotype A. Kedua serotype ini ditenggarai berasal dari negara tetangga (Isa, 2003 ). Wabah ini dapat dikendalikan dengan cara vaksinasi, pengawasan terhadap perpindahan hewan dan pengawasan terhadap lalulintas produk hewani. Terjadinya wabah pada negara tetangga tersebut sangat mengancam status Indonesia sebagai daerah bebas. Namun yang menggembirakan bagi kita adalah adanya dua daerah bebas di Malaysia Timur yaitu Sabah dan Sarawak yang keduanya merupakan tetangga terdekat tanpa barier laut dengan Indonesia.
Negara tetangga Indonesia di bagian Utara, yaitu Filipina telah mencapai kemajuan yang cukup dalam mengeradikasi penyakit PMK, dan saat ini kepulauan Mindanao dan Palawan-Masbate- Visaya telah dinyatakan sebagai daerah bebas
( Cabantec, 2003 ).
Pada tahun 2000 terjadi wabah PMK di Thailand yang mana virus penyebabnya adalah tipe O dan tipe A. Hewan yang terserang adalah sapi, kerbau dan babi. Wabah terjadi karena adanya perpindahan hewan peka secara legal maupun ilegal antar wilayah di Thailand maupun dengan negara tetangganya ( Anonimus a, 2003 ).Wabah di Thailand dapat segera ditanggulangi mengingat petani di sana mempunyai prinsip bahwa kesehatan dan produktivitas ternak merupakan faktor yang sangat penting untuk mengurangi kesmiskinan. Kesadaran masyarakat untuk memsukseskan program pengendalian PMK sangat mendukung keberhasilan negara itu mengendalikan PMK.
Wabah PMK di Myanmar terjadi di Myanmar Tengah dan Tenggara. Hewan yang terinfeksi adalah sapi, kerbau dan babi. Wabah ditenggarai akibat perpindahan hewan dari daerah endemik maupun dari perdagangan sapi ilegal antar negara. Galur virus yang banyak ditemukan pada saat kejadian adalah tipe O, tipe A dan Asia 1 ( Anonimus b, 2003 ).
Tahun 2002 wabah PMK terjadi di Laos . Hewan yang terinfeksi adalah sapi dan kerbau. Strain virus yang banyak ditemukan pada saat kejadian adalah tipe O. Wabah diduga akibat transportasi hewan dari daerah endemis dan pengembalaan yang berpindah-pindah ( Anonimus c, 2003 ).
Sangat sedikit kasus PMK dilaporkan dari Vietnam sebelum tahun 1992 dan itupun terbatas hanya di wilayah utara Vietnam , namun semenjak dibukanya perbatasan dengan China pada tahun 1994 terjadi peningkatan kejadian dan perluasan wilayah yang terinfeksi. Juga akibat adanya wabah PMK di China pada tahun 1999 yang meluas sampai ke Vietnam dan mengakibatkan terjadinya wabah PMK di 6 propinsi di Vietnam. Hewan yang terserang adalah sapi, babi dan kerbau.
Mengingat harga ternak lebih tinggi di Vietnam maka terjadilah pergerakan lalulintas ternak terutama babi dari China ke daerah Vietnam bagian utara dan dari Kamboja ke Vietnam bagian Selatan. Hal ini berdampak kepada semakin seriusnya permasalahan PMK di Vietnam. Dilaporkan bahwa galur virus penyebabnya adalah tipe O. Mengingat tipe O selalu ditemukan pada setiap kejadian PMK di Asia maka virus PMK tipe O disebut juga Pan Asia Strain ( Anonimus d, 2003 ). Upaya pemerintah Vietnam untuk memberantas PMK telah mengalami kemajuan dengan telah dinyatakannya beberapa propinsi sebagai daerah bebas (Nam, 2003)
PENUTUP
Mengingat sifat dari agen dan sulitnya membebaskan suatu wilayah dari PMK maka upaya mencegah reintroduksi penyakit tersebut kedaerah bebas harus diupayakan secara terus menerus.
Koordinasi lintas negara sangat diperlukan sebagai salah satu upaya untuk memerangi penyakit PMK mengingat virusnya yang dapat menyebar melaui angin tanpa memandang batas negara.
Ucapan Terimakasih
Kepada Bapak Dirjen Bina Produksi Peternakan dan Direktur Kesehatan hewan yang memberi kesmpatan kepada penulis sebagi peninjau pada acara The 9th meeting of the OIE sub-commission for FMD in South East Asia . March 3-7 Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus a. 2003. Strategic Framemework for National Foot and Mouth Disease Control in Thailand 2001 – 2004. The 9th meeting of the OIE sub-commission for FMD in South East Asia . March 3-7 Yogyakarta.
Anonimus b. 2003. Strategic Framework for National Foot and Mouth Disease Control in Myanmar 2001 – 2004. The 9th meeting of the OIE sub-commission for FMD in South East Asia . March 3-7 Yogyakarta.
Anonimus c. 2003. Strategic Framemework for National Foot and Mouth Disease Control in Laos 2001 – 2004. The 9th meeting of the OIE sub-commission for FMD in South East Asia . March 3-7 Yogyakarta.
Anonimus d. 2003. Strategic Framework for National Foot and Mouth Disease Control in Vietnam 2001 – 2004. The 9th meeting of the OIE sub-commission for FMD in South East Asia . March 3-7 Yogyakarta
Akoso,Budi Tri and Elly Sawitri Sudana. 2003. Coutry report. Current Situation and Control Activities for FMD in Indonesia. The 9th meeting of the OIE sub-commission for FMD in South East Asia . March 3-7 Yogyakarta
AVIS. 2002. Foot and Mouth Disease-OVERVIEW.allefgroup.com/avisfmd/
AO10-fmd/mod0/0221.
Isa. Kamarudin bin Mohd. 2003. Coutry report of Malaysia The 9th meeting of the OIE sub-commission for FMD in South East Asia . March 3-7 Yogyakarta.
Khin, Aung. 2003. Coutry report of Myanmar The 9th meeting of the OIE sub-commission for FMD in South East Asia . March 3-7 Yogyakarta.
Nam,Hoang Van. 2003. Country Report of Vietnam The 9th meeting of the OIE sub-commission for FMD in South East Asia . March 3-7 Yogyakarta.
OIE. 2003. OIE classification of diseases .http: //www.oie.int/maladies /en_ classification.htm
Ressang, AA.1984. Patologi Khusus Veteriner.NV Percetakan Bali p.449-451
SEAFMDnews. 2003. FMD Status report. SEAFMD Vol 4. November 2002.ISSN 1685-3636.
Stein Elizabeth,M Medeiros, L Edison, C Brown, M C S Brum and G Kommers.2003. Foot and Mouth Disease. http:// www. vet.uga. edu/ vpp /NSEP /fmd/Eng