Wed 6 Apr 2005
TINGKAT INFEKSI DAN KONTAMINASI BAKTERI Escherichia coli O157:H7 PADA DAGING DOMBA DI RUMAH POTONG HEWAN YOGYAKARTA
Posted by admin under Jvet Vol 5(3) 2004TINGKAT INFEKSI DAN KONTAMINASI BAKTERI Escherichia coli O157:H7 PADA DAGING DOMBA
DI RUMAH POTONG HEWAN YOGYAKARTA
THE RATE OF Escherichia coli O157:H7 INFECTION AND CONTAMINATION IN LAMB AT YOGYAKARTA SLAUGHTERHOUSE
Bambang Sumiarto
Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan, UGM
Yogyakarta
ABSTRAK
Bakteri Escherichia coli O157:H7 sering ditularkan melalui makanan, air, dan orang ke orang. Kebanyakan kasus disebabkan oleh konsumsi makanan produk hewan yang tercemar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat infeksi E.coli O157:H7 pada domba dan tingkat kontaminasi daging domba di Rumah Potong Hewan (RPH) Yogyakarta. Tujuh puluh enam sampel domba diperoleh melalui sampling sistematik dari penyembelihan domba di RPH Yogyakarta. Faktor-faktor risiko ternak diperoleh melalui wawancara dengan pemilik ternak. Status infeksi pada ternak dan kontaminasi pada daging ditentukan dengan uji aglutinasi lateks terhadap antigen E. coli O157 dan H7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat infeksi E.coli O157:H7 pada domba yang dipotong di RPH Yogyakarta adalah 13,2 %, sedangkan tingkat kontaminasi E coli O157:H7 pada daging domba adalah 2,6 %. Hasil analisis Chi-square menunjukkan bahwa infeksi E.coli O157:H7 pada ternak tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan kontaminasi pada daging. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi kontaminasi E.coli O157:H7 pada daging dari tinja ternak pada proses pemotongan.
Kata kunci: Escherichia coli O157:H7, daging domba, dan uji aglutinasi lateks
ABSTRACT
Escherichia coli O157:H7 can be transmitted by food, water, and person to person contact. In most cases, E. coli infetion is caused by ingestion of contaminated food, particularly foods of animal origin. The objective of this study is to find out the rate E. coli O157:H7 infection in sheep and its contamination rate in meat at Yogyakarta slaughterhouse. A total of 76 sheep in Yogyakarta slaughterhouse were sampled. The risk factors were determined by interviewing the sheep owners. E. coli O157:H7 infection status in sheep and its contamination in the sample meat were determined by latex agglutination tes. The result showed that rate E.coli O157: H7 at Yogyakarta slaughterhouse was 45,2 %. Meanwhile the rate of E.coli O157:H7 contamination in the meat was 12,9 %. Chi-square analyses showed that there was no significant difference between the rate of E.coli O157:H7 infection in sheep and its contamination in meat (p > 0,05). The result indicated that the contamination occur via feces in slaughtering process.
Key words: Escherichia coli O157:H7, lamb, and latex agglutination test
PENDAHULUAN
Escherichia coli merupakan bakteri nonpatogenik fakultatif anaerobik utama pada usus manusia. Beberapa strain E. coli mempunyai kemampuan menyebabkan penyakit pada saluran pencernaan, perkencingan, atau sistem syaraf pusat pada manusia. Konowalchuck et al. (1977) menemukan galur enterohemorrhagic E. coli (EHEC) atau verocytotoxigenic E. coli (VTEC) merupakan isolat yang menyebabkan diare berdarah pada manusia. Penemuan isolat galur ini tidak mendapat perhatian, sampai Riley et al. (1983) mengisolasi E. coli O157:H7 (VTEC) pada penyidikan wabah keracunan makanan di Amerika Serikat.
Infeksi E. coli O157:H7 pada manusia seringkali disebabkan oleh konsumsi makanan produk hewan yang tercemar, misalnya daging dan susu nir-pasteurisasi (Dorn, 1988). Montenegro et al. (1990) mengisolasi E. coli O157:H7 dari sapi pedaging dan perah yang nampak sehat di Amerika Serikat dan Jerman. Hal ini mendorong beberapa peneliti membuktikan bahwa saluran pencernaan ternak sehat dapat bertindak sebagai reservoir VTEC untuk menginfeksi manusia. Penyidikan epidemiologis menghasilkan bahwa sapi, kambing, domba, babi, ayam, anjing, dan kucing seringkali membawa VTEC dalam tinjanya dan dapat merupakan sumber infeksi (Beutin et al., 1993).
Domba mempunyai peranan penting dalam kehidupan rakyat Indonesia, hal ini terlihat dengan meningkatnya konsumsi daging domba setiap tahun. Sate dan tongseng domba (sering disebut sebagai sate dan tongseng kambing) merupakan masakan Indonesia yang banyak disukai orang. Walaupun demikian kasus diare sehabis makan sate dan tongseng kurang mendapat perhatian. Kenyataan bahwa penjual sate memotong ternaknya sendiri secara tidak hygienis, sate yang dibuat kurang matang, dan kebiasaan orang makan sate setengah matang kemungkinan merupakan penyebab infeksi E. coli O157:H7
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tingkat infeksi E. coli O157:H7 pada daging dan domba yang dipotong di RPH Yogyakarta, serta hubungan antara infeksi pada domba oleh kontaminasi E. coli O157:H7 pada daging.
MATERI DAN METODE
Materi
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tinja dan daging domba yang diambil dari RPH Yogyakarta. Bahan lain yang digunakan adalah kaldu Brilliant Green Lactose Bile (BGLB) 2 %, agar Eosin Methylenblue (EMB), dan perangkat komersial serotiping identifikasi E. coli O157 dan H7 buatan Difco laboratories, USA (Anonimus, 1981).
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kantung plastik pembawa sampel, sentrifuge (1400xg, selama 5 menit), inkubator (37,8 oC), mikropipet, mikrotube, dan tabung reaksi.
Metode
Penelitian ini dilakukan terhadap pemotongan domba pada akhir musim penghujan dan awal kemarau (Mei 2000) di RPH Yogyakarta. Berdasarkan estimasi prevalensi 5% dan error 5 %, besaran sampel yang diperlukan untuk tingkat konfidensi infeksi E. coli O157:H7 95% adalah 76 ekor domba (Martin et al., 1987). Setiap hari diambil 10 sampel dengan cara pengambilan secara sistematik. Sampel tinja diambil dari rektum setiap domba, sedangkan sampel daging domba diambil pada potongan karkas pada daerah inguinalis. Semua sampel yang terkumpul dibawa dengan termos isi es ke Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan UGM untuk pengujian laboratorik.
Kuesioner semua faktor resiko pada ternak, pengamatan kebersihan tempat pemotongan, dan cara pemotongan dicatat. Faktor resiko kemudian dianalisis untuk mencarai hubungan antara infeksi E. coli O157:H7 pada ternak dan kontaminasi pada daging.
Sampel tinja dan daging ditanam pada kaldu BGLB 2 % dan EMB digunakan untuk isolasi E. coli. Serotiping terhadap E.coli O157:H7 dilaksanakan menggunakan perangkat identifikasi komersial buatan Difco laboratories, USA.
Hasil serotiping sampel tinja dan daging, faktor resiko ternak, pengamatan kebersihan tempat pemotongan, dan cara pemotongan dianalisis secara deskriptif dan analisis hubungan antar faktor menggunakan c2 (Siegel, 1992).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif Tingkat Ternak
Data ternak domba yang disembelih di RPH Yogyakarta terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data ternak domba yang disembelih di RPH Yogyakarta
No Variabel ternak Hasil
1 Umur 9,50 ± 1,69 bulan
2 Berat badan 11,6 ± 1,3 kg
3 Kebersihan Bersih = 33,7 % (18/76)Kotor = 76,3 % (58/76)
4 Konsistensi tinja Normal = 86,8 % (66/76)Encer = 13,2 % (10/76)
5 Jenis kelamin Betina = 72,4 % (55/76)Jantan = 27,6 % (21/76)
Hasil penelitian (Tabel 1) menunjukkan bahwa domba yang disembelih sebagian besar adalah jenis kelamin betina (72,4%). Rata-rata umur domba yang disembelih di RPH Yogyakarta 9,50 ± 1,69 bulan, dengan rata-rata berat badan 11,6 ± 1,3 kg. Kebersihan domba yang dipotong perlu mendapat perhatian karena 76,3% (58/76) dalam kondisi kotor. Domba yang kotor ini kemungkinan merupakan sumber kontaminasi E.coli O157:H7 pada daging domba. Menurut Cliver (1990) kebersihan hewan yang disembelih memerlukan perhatian bagi para produsen daging karena penularan penyakit hewan dapat melalui makanan yang tercemar. Menurut Griffin (1995) E. coli O157:H7 dapat ditularkan lewat makanan yang terkontaminasi kotoran hewan.
Prevalensi VTEC pada Domba
Hasil isolasi E. coli pada sampel tinja dan daging, serta prevalensi E. coli O157:H7 berdasarkan serotiping identifikasi E. coli O157:H7 dari tinja dan daging domba yang disembelih di RPH Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil isolasi E. coli dan E. coli O157:H7 dari domba yang disembelih di RPH Yogyakarta
No Sampel Jumlah sampel diperiksa E.coli(positif) PrevalensiE. coli Prevalensi E. coli O157:H7
1 Tinja 76 76 100 % (76/76) 13,2 % (10/76)
2 Daging 76 71 93,4 % (71/76) 2,6 % (2/76)
Dari 76 sampel tinja, 100% (76/76) menunjukkan pertumbuhan E. coli, sedangkan 76 sampel daging menunjukkan 93,4% (71/76) tercemar E. coli. Pengujian menggunakan serotiping identifikasi E. coli O157:H7 pada 76 isolat E. coli dari sampel tinja dan daging domba menunjukkan bahwa tingkat infeksi E. coli O157:H7 pada domba adalah 13,2 % (10/76) dan tingkat kontaminasi E. coli O157:H7 pada daging domba adalah 2,6 % (2/76). Infeksi E. coli O157:H7 pada domba ini cukup tinggi apabila dibandingkan dengan infeksi E. coli O157:H7 pada domba di Spanyol (7,0 %) (Blanco et al., 1993), tetapi lebih rendah apabila dibandingkan dengan infeksi E. coli O157:H7 pada domba di Washington, USA (17,0 %) (Samadpour et al., 1994). Ternak domba merupakan reservoir utama E. coli O157:H7 setelah sapi perah (Hancock et al., 1994). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata E.coli O157:H7 pada tinja normal dan mencret (c2 = 1,74; p = 0,19). Seluruh domba (100 %, 10/10) yang terinfeksi E.coli O157:H7 tinjanya normal. Faith et al. (1996) melaporkan bahwa E.coli O157:H7 selalu diisolasi dari hewan sehat tetapi awalnya menderita diare saat muda, yang kemudian berlanjut menjadi asimptomatik.
Tingkat kontaminasi E. coli O157:H7 pada daging domba sedikit tinggi jika dibandingkan dengan tingkat kontaminasi E. coli O157:H7 pada daging domba di Calgary-Kanada (2,0 %, 4/205) (Doyle dan Schoeni, 1987), tetapi kontaminasi ini lebih rendah jika dibandingkan kejadian di Seattle, Washington (48,0 %, 10/21) (Samadpour et al., 1994).
Hubungan Infeksi E. coli O157:H7 pada Ternak dan Daging
Kebersihan ternak dapat digunakan sebagai indikator adanya infeksi E. coli O157:H7 pada domba sebelum disembelih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebersihan ternak berpengaruh nyata (c2 = 3,32; p = 0,06) terhadap infeksi E.coli O157:H7 (Tabel 3). Ternak yang kotor 100 % (10/10) terinfeksi E.coli O157:H7 dibanding dengan ternak yang bersih 0 % (0/10). Hal ini karena kotoran yang menempel pada ternak kemungkinan merupakan tempat bersarangnya E.coli O157:H7. Menurut Wang et al. (1996), E. coli O157:H7 dapat hidup selama 42 - 49 hari di dalam tinja suhu 37 oC dengan kelembaban relatif 10 % dan 49 - 56 hari di dalam tinja pada suhu 22 oC dengan kelembaban relatif 10 %.
Tabel 3. Uji Chi-square antara infeksi E.coli O157:H7 dan kebersihan domba
Variabel yang diuji Infeksi E.coli O157:H7 + - c2
KotorKebersihan Bersih 10 490 17 3,32*
* P
Kontaminasi E. coli O157:H7 pada daging sebagai indikator cara penyembelihan hewan yang tidak higienis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara infeksi E. coli O157:H7 pada ternak dan kontaminasi pada daging (c2 = 2,44, p = 0,11) (Tabel 4). Dua sampel daging yang terkontaminasi E. coli O157:H7 berasal dari 10 domba yang terinfeksi E. coli O157:H7 (20,0 %). Keadaan ini menunjukkan bahwa cara penyembelihan domba di RPH Yogyakarta masih kurang hygienis sehingga memungkinkan terjadi kontaminasi E. coli O157:H7 dari ternak ke daging pada proses penyembelihan hewan.
Tabel 4. Uji Chi-square antara kontaminasi E.coli O157:H7 daging dan infeksi E.coli
O157:H7 pada tinja domba
Variabel yang diuji Kontaminasi E. coli O157:H7 daging + - c2
Terinfeksi E.coli O157:H7 Tidak 1 9 1 65 2.44ns
ns nonsignifikan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat infeksi E.coli O157:H7 pada tinja domba dan kontaminasi E.coli O157:H7 pada daging domba di RPH Yogyakarta adalah 13,2 % dan 2,6 %. Terjadi kontaminasi E. coli O157:H7 pada daging domba dari tinja domba pada waktu proses penyembelihan.
Saran
Perlu penyegaran penyuluhan penyembelihan yang higienis untuk menghindari terjadinya kontaminasi daging pada saat proses penyembelihan. Daging domba sebelum dikonsumsi harus dimasak sampai matang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kepada Proyek anggaran DIK-S UGM dan anggaran DIK-UGM (Mak 5250) 2001 yang telah memberi biaya penelitian
.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 1981. Serological identification of Escherichia coli O antiserum O157 and H antiserum H7. Difco Laboratoris, Detroit, Michigan 48232-7058, USA.
Beutin, L., D. Geier, H. Steinruck, S. Zimmermann, and F. Scheutz, F., 1993. Prevalence and some properties of verotoxin (Shiga-like toxin)-producing Escherichia coli in seven different species of healthy domestic animals. J. Clin. Microbiol., 31(9): 2483 - 2488.
Blanco, M., J. Blanco, J.E. Blanco, and J. Ramos. 1993. Enterotoxigenic, verocytotoxigenic, and necrotoxigenic Escherichia coli isolated from cattle in Spain. Am. J. Vet. Res., 54: 1446 - 1451.
Cliver, D.O., 1990. Food Borne Diseases. Academic Press. Inc. University of Wisconsin Madison, Wisconsin.
Dorn, C.R., 1988. Hemorrhagic colitis and hemolytic uremic syndrome caused by Escherichia coli in people consuming undercooked and pasteurized milk. J. Am. Vet. Med. Assoc. Lett., 11: 360.
Doyle, M.P. and V.V. Schoeni. 1987. Survival and growth characteristics of Escherichia coli associated with hemorrhagic colitis. Appl. Environ. Microbiol., 48: 855 - 856.
Faith, N.G., J.A. Shere, R. Brosch, K.W. Arnold, S.E. Ansay, M.S. Lee, J.B. Luchansky, and C.W. Kaspar. 1996. Prevalence and clonal nature of Escherichia coli O157:H7 on dairy farm in Wisconsin. Appl. Environ. Microbiol., 62(5): 1519 - 1525.
Griffin, P.M., 1995. Escherichia coli O157:H7 and other enterohemorrhagic Escherichia coli. In: Blaser, M.J., Smith, P.D., Ravdin, J.I., Greenberg, Guerrant, R.L. (eds.), Infection of the gastrointestinal tract. Raven Press, New York.
Hancock, D.D., T.E. Besser, M.L. Kinsel, P.I. Tarr, D.H. Rice, and M.G. Paros., 1994. The prevalence of Escherichia coli O157:H7 in dairy and beef cattle in Washington State. Epidemiol. Infect., 113: 199 - 207.
Konowalchuck, J., J.L. Speirs, and S. Stavric. 1977. Vero respons to a cytotoxin of Escherichia coli. Infect. Immun., 18: 775 - 779.
Martin, S.W., Meek, A., and Willeberg, P., 1987. Veterinary epidemiology. Ames. Iowa: Iowa State University Press., 39.
Montenegro, M.A., M. Bulte, T.Trumpt, S. Aleksic, G. Reuter, G., E.Bulling, and R. Helmuth. 1990. Detection and characterization of fecal verotoxin-producing Escherichia coli from healthy cattle. J. Clin. Microbiol., 28(6): 1417 - 1421.
Riley L.W., R.S. Remis, S.D. Helgerson, H.G. McGee, J.G. Wells, B.R. Davis, R.T. Herbert, E.S. Olcott, L.M. Johnson, N.T. Hargrett, P.A. Blake, and M.L. Cohen. 1983. Hemorrhagic colitis associated with a rare Escherichia coli serotype. New Eng. J. Med. 308, 681 - 685.
Samadpour, M., J.E. Ongerth, J. Liston, N. Tran, D. Nguyen, T.S. Wittam, R.A. Wilson, and P.I. Tarr. 1994. Occurrence of shiga-like toxin-producing Escherichia coli in retail fresh sea food, beef, lamb, pork, and poultry from grocery store in Seattle, Washington. Appl. Environ. Microbiol. 60(3): 1038 - 1040.
Siegel, J. 1992. Statistix analytical software, version 4.0 user’s manual. St. Paul, Minnesota: Analytical software.
Wang, G., T. Zhao, and M.P. Doyle. 1996. Fate of enterohemorrhagic Escherichia coli O157:H7 in bovine faeces. App. Environ. Microbiol., 62(7): 2567 - 2570.