AKTIVITAS INVITRO SENYAWA ANTIMIKROBA
DARI Streptococcus lactis

Invitro Activity Antimicrobial Substance Produced
by Streptococcus lactis

I Nyoman Suarsana, Iwan Harjono Utama, dan Ni Gusti Agung Ayu Suartini
Lab. Biokimia-Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana

ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengunakan senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh Streptococcus lactis untuk uji aktivitas invitro seyawa antimikroba terhadap bakteri patogen. Produksi antimikroba ekstraseluler dari S. lactis menggunakan metode Bintang (1982) dan Pengujian aktivitas antimikroba dengan konsentrasi 0%, 2%, 5%, 10%, 15% dan 20% menggunakan metode turbidimetrik menurut (Yhosimura et al, 1980). Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa ekstraseluler dari Str. lactis dalam bentuk kasar mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif (Bacillus subtilis, Enterococcus faecalis) dan Gram negatif (Salmonella typhimurium, Escheria coli) masing masing pada konsentrasi 15 dan 20%.

JVet 2001 2(1): 25 - 31

Kata Kunci: Streptococcus lactis, Senyawa Antimikroba.

ABSTRACT
Antimicrobial substance produced by Streptococus lactis was tested its activity against numbers of pathogenic bacteria. Crude extraseluller antimicrobe extract (CEAE) from S. lactis was produced using the method described by Bintang (1982), whilst, antimicrobial activity of CEAE at concentration of 0%, 2%, 5%, 10%, 15% and 20% of concentration was tested using the turbidimetric method (Yhosimura et al., 1980). Result indicated that CEAE at 25% and 20% was able to inhibit the growth of Gram-positive bacteria ( B. subtilis and E. faecalis) and Gram-negatif bacteria(S. typhymurium and E. coli), respectively.

JVet 2001 2(1): 25 - 31
Key word: Streptococcus lactis, Antimicrobial substance.
PENDAHULUAN
Bakteri asam laktat (BAL) mampu memproduksi asam laktat yang merupakan produk utama metabolisme yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak dikehendaki dalam makanan. Selain asam laktat, BAL juga mampu memproduksi berbagai substansi antimikroba yang potensial yaitu hidrogen peroksida, diasetil dan asam organik (Daeschel, 1989), dan bakteriosin (Cintas et al., 1995; Oyarzabal. 1998).
Diasetil memiliki sifat antimikroba hanya dalam konsentrasi tinggi, sedangkan konsentrasi rendah tidak efektif dan bahkan dapat dihancurkan oleh beberapa mikroorganisme (Ray dan Daeschel, 1992). Menurut Hedgecock dan Jones (1950) diasetil akan mempunyai efek antibakteri apabila dipekatkan pada konsentrasi 500-2500 mg/ml. Sedangkan hidrogen peroksida produksinya pada media pepton hanya 8-9 mg/ml. setelah inkubasi 2 hari pada suhu suhu 30oC (Price dan Lee, 1970).
Bakteriosin merupakan substansi protein , umumnya mempunyai berat molekul kecil serta memiliki aktivitas sebagai bakterisidal dan sintesis protein ini dikode oleh plasmid (Eckner, 1992). Senyawa antimikroba atau bakteriosin telah banyak dimanfaatkan sifat antagonistiknya dalam bidang biopreservatif pangan, kemampuannya dalam menghambat bakteri Gram positif dan atau Gram negatif dan sebagai terapeutik (Jack et al., 1996; Williams et al., 1996 dan Oyarzabal, 1998)
Berbagai spesies BAL telah diketahui memproduksi bakteriosin yaitu Streptococcus lactis (Bintang, 1982), Lactobacillus pla0ntarum (Gonzalez, et al., 1994), Lactobacillus acidophilus (Barefoot, et al., 1994), Pediococcus acidilactici (Cintas, et al., 1995), Enterococcus faecum (Aymerich, et al., 1996), Lactococcus lactis (Ryan, et al., 1998).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas invitro ekstrak kasar senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri Streptococcus lactis terhadap beberapa bakteri Patogen

MATERI DAN METODE

Bahan Penelitian
Penelitian menggunakan Streptococcus lactis (bakteri penghasil antimikroba) diperoleh dari Balai Penelitian Ternak, Bogor. Bakteri penguji adalah Salmonella typimurium, Bacillus subtilis, Enterococcus faecalis dan E. coli. dari Laboratorium bakteriologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bahan untuk media penumbuh bakteri penghasil antimikroba seperti susu skim, pepton, ekstrak ragi dari produk Difco dan media cair Todd Hewitt Broth (THB, Difco).

Produksi Antimikroba ekstraseluler.
Produksi antimikroba ekstraseluler dilakukan menurut cara Bintang (1982) yaitu dengan membiakan 1% volume kultur murni S. lactis umur biakan 24 jam kedalam media susu skim 11% dan diinkubasi pada suhu 30oC selama 7 hari. Media susu skim 11% terdiri dari susu skim (Difco) 110 g, ekstrak ragi 6 g, pepton 15 g, Na-glutamat 5 g, pH 6,8). Untuk menghilangkan pengaruh asam yang dihasilkan selama fermentasi dinetralkan terlebih dahulu dengan NaOH 0,1 M steril, selanjutnya antimikroba ekstraseluler dipisahkan dengan sentrifugasi 10.000 rpm selama 30 menit pada suhu 40C. Fase cair disterilisasi dengan membran filter milifor ukuran pori (Whatman diameter ) 0,22 µm. Fase cair yang diperoleh diukur volumenya dan di bubuhi dengan etanol sebanyak dua kali volume fase cair lalu dihomogenkan dan disimpan selama 24 jam pada suhu 4oC. Selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan yang sama. Fase cair yang diperoleh dipekatkan dengan “rotary evaporator” pada suhu 30oC, sehingga etanol menguap dan fasa cair menjadi pekat. Fasa cair ini dimasukkan kedalam botol steril dan disimpan pada suhu -20oC sebagai ekstrak antimikroba kasar.

Pengujian aktivitas antimikroba
Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan menurut cara Yhosimura et al., (1980) dengan beberapa modifikasi. Antimikroba ekstraselulur dibuat larutan dengan dosis bertingkat 0%, 2%, 5%, 10%, 15% dan 20% masing-masing 10 ml dalam media cair THB. kemudian diinokulasi dengan kultur bakteri penguji 100 µl umur biakan 24 jam. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 18 jam. Serapan optik diukur pada panjang gelombang 650 nm. Aktivitas penghambatan maupun penekanan populasi ditunjukkan dengan mengecilnya nilai serapan optik. Hasil pengukuran yang diperoleh dibandingkan satu dengan yang lain.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengujian aktivitas antimikroba ekstraseluler Streptococcus lactis terhadap beberapa bakteri patogen disajikan pada Tabel 1
Senyawa antimikroba memperlihatkan aktivitas penghambatan maupun penekanan populasi yang ditunjukkan dengan mengecilnya nilai serapan optik 18 jam pasca inkubasi. Hal ini menunjukkan senyawa antimikroba atau bakteriosin mempunyai aktivitas hambatan pertumbuhan baik terhadap bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif

Tabel 1. Hasil pengukuran serapan optik aktivitas penghambatan oleh antimikroba
ekstraseluler Str. lactis terhadap pertumbuhan bakteri penguji.

Dosis antimikroba Mikroba penguji
S. typhimuriumT.0 T18 E. coliT.0 T18 B. subtilisT.0 T18 E. faecalisT.0 T.18
0%2%5%1015%20% 0,000,000,000,000,000,00 0,440,340,170,090,030,00 0,000,000,000,000,000,00 0,340,300,250,100,040,01 0,000,000,000,000,000,00 0,250,200,050,030,000,00 0,000,000,000,000,000,00 0,300,220,030,010,000,00
Keterangan: T0: Waktu 0 Jam, T18: waktu setelah 18 jam. Data dalam Tabel
diatas adalah hasil rata-rata dari dua kali ulangan

Asam laktat, hidrogen peroksida, diasetil maupun bakteriosin adalah senyawa organik yang dihasilkan BAL dan bersifat antagonistik. Pada penelitian ini, untuk menguji adanya aktivitas hambatan yang berasal dari bakteriosin dalam supernatan ekstrak kasar, maka efek hambatan pertumbuhan oleh senyawa-senyawa asam dalam supernatan telah dihilangkan terlebih dahulu dengan penambahan NaOH sampai pH supernatan menjadi netral. Sedangkan kemungkinan adanya hidrogen peroksida dan diasetil dalam kultur cair produksinya dapat ditekan sehingga konsentrasinya sangat kecil karena kultivasi isolat BAL dilakukan pada kondisi oksigen terbatas, selain itu produksi hidrogen peroksida sangat kecil 8-9 mg/ml pada media pepton setelah dua hari inkubasi (Price dan Lee, 1970) dan diasetil akan mempunyai efek antibakteri apabila dipekatkan pada konsentrasi tinngi yaitu 500-2500 mg/ml (Hedgecock dan Jones, 1950)
Oyarzabal (1998), menyatakan BAL dapat menghasilkan substansi bakteriosin yang bersifat antimikroba terhadap pertumbuhan bakteri Gram positif dan atau Gram negatif. Pendapat ini telah didukung dengan beberapa penelitian diantaranya bakteriosin Plantaricin C mampu menghambat bakteri Bacillus subtilis, (Gonzalez et al., 1994), bakteriosin Pediocin L50 bersifat “broad spectrum” diantaranya menghambat E. faecalis (Cintas et al., 1995). Kedua bakteri ini termasuk bakteri patogenik asal makanan.
Peneliti lain seperti dilaporkan oleh Steven et al., (1991) pada Salmonella typhimurium bentuk mutan, oligosakarida pada struktur LPS bakteri Gram negatif memegang peranan penting dalam sensitivitasnya terhadap nisin. Secara invitro Audisio et al. (1999), melaporkan aksi hambat terhadap bakteri patogenik pada manusia dan unggas yaitu Salmonella spp. (Galinarum, Pulorum, Enteridis dan Typhymurium) didapat dengan cara menggabungkan bakteri asam laktat dengan bakteriosin, sehingga berpeluang untuk dijadikan avian probiotics.
Hambatan pertumbuhan bakteri Salmonella typhymurium FNCC 0050, E. coli FNCC 0091 dan Bacillus cereus oleh bakteriosin juga dilaporkan oleh Djaafar et al., (1995). Hambatan pertumbuhan ditunjukan dengan adanya perpanjangan fase lag maupun penekanan populasi pasca 12 jam inkubasi setelah ditambah metabolit bakteriosin, masing-masing dari fase lag 1 jam menjadi 6 jam, 1 jam menjadi 3 jam, dan dari 3 jam menjadi 7 jam.

KESIMPULAN

Ektrak kasar antimikroba ekstraseluler yang dihasilkan oleh Steptococcus lactis memiliki aktivitas bakterisidal baik terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Dalam penelitian ini, dosis 15% mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. faecalis serta B. subtilis dan dosis 20% menghambat pertumbuhan bakteri S. typhimurium serta E. coli.

DAFTAR PUSTAKA

Audisio, M.C., G. Olicer and M.C. Apella. 1999. Antagonistic effect of Enterococcus faecum J96 against Human and Poultry pathogenic Salmonella ssp. J. Food Prot. 62:751-755
Aymerich, T., H. Holo, L.S. Havarstein, M. Hugas, M. Garriga, and I.F.Nes,. 1996. Biochemical and Genetic Characterization of Enterocin A from Enterococcus faecium, a New Anti listerial Bacteriocin in the Pediocin Family of Bacteriocins. App. Environ. Microbiol. 62(5): 1676-1682.
Barefoot, S.F., Y.R. Chen, T.A. Hughes, A.B Bodine, M.Y. Shearer, and M.D. Hughes. 1994. Identification of a Protein that Induces Production of the Lactobacillus acidipillus Bacteriocin Lactacin B. App. Environ. Microbiol. 60(10): 3522-3528.
Bhunia, A.K., M/C. Johson,, B. Ray, and N. Kalchayanand. 1991. Mode of Action of Pediocin AcH from Pediococcus acidilactici H on Sensitive Bacterial Strain. J. of Appl. Bacteriol. 70:25-33.
Bintang, M.L. 1982. Perbaikan mutu simpan ikan Pindang dengan pembubuhan bahan antimikroba dari Str. lactis. Tesis S2 Pasca sarjana IPB, Bogor
Cintas, L.M., J.M. Rodriguez, M.F. Fernandez, K. Sletten, I.F.Nes, P.E. Hernandez and H. Holo. 1995. Isolation and Characterization of Pediocin L50, a New Bacteriocin from Pediococcus acidilactici with a Broad Inhibitory Spectrum. App. Environ. Microbiol. 61(7): 2643-2648.
Daeschel, M.A. 1989. Antimicrobial substance from lactic acid bacteria for use as food preservatives. Food Technol. 43:164-167
Djaafar, T.F. E.S Rahayu, D. Wibowo, S. Sudarmadji. 1995. Substansi antimikrobia Bakteri asam laktat Lactobacillus casei subsp. rhamnosus TGR-2 yang diisolasi dari Growol. Seminar Nasional Perhimpunan Biokimia dan Biologi Molekuler Indonesia XII, Sanur Bali. 15 Halaman
Eckner, K.F. 1992. Bacteriocins and food application. Dairy Food and Environ. Sanitation. 12:204-209
Gonzalez, B., P.Arca, B.Mayo, and J.E.Suarez. 1994, Detection, Purification, and Partial Characterization of Plantaricin C, a Bacteriocin Produced by a Lactobacillus plantarum Strain of Dairy Origin. App. Environ. Microbiol. 60(6): 2158-2163.
Hedgecock, L.W and L.R. Jones. 1950. Antibacterial activity of diacetyl, in Ray, B. and M. Daeschel eds. Fod Biopreservatives of Microbial origens. CRC. Press Tokyo P:1-201
Jack, R.W., J. Wan, J. Gordon, H. Harmark, B.E. Davidson, A. Hillier, R.E.H. Wettenhall, M.W. Hickey, and M.J. Coventry. 1996. Characterization of the Chemical and Antimikrobial Properties of Piscicolin 126, a Bacteriocin Produced by Carnobacterium piscicola JG126. App. Environ. Microbiol. 62(8): 2897-2903.
Oyarzabal, O.A. (1998). Bacteriocins to reduce Spoilage and Pathogenic Bacteria in Meat. World Poultry-Elsevier. Vol 14. No. 12.
Price, R.J and J.S. Lee. 1970. Inhibition of Pseudomonas sppesies by hidrogen peroxide producng lactobacilli. J. Milk Food Technol, 33:13
Ray amd M. Daeschel. 1992. Food Biopreservatives ofMicrobial Origens. CRC. Press. Tokyo. p:1-201
Ryan, M.P., W.J. Meaney, R.P Ross, . and C. Hill. 1998. Evaluation of Lacticin 3147 and Teat Containing this Bacteriocin for Inhibiting of mastitis Pathogens. App. Environ. Microbiol. 64:2287-2290.
Steven, K.A., B.W. Sheldon, N.A. Klapes and T.R. Klaenhammer. 1991. Nisin treatment for inactivation of Salmonella and other Gram negatif bacteria spp. Environ. Microbiol 57:3613-3615
Tagg, J.R., A.S. Dajani, and L.W. Wannamaker. 1976. Bacteriocins of Gram Positif Bacteria. Bacteriol. Rev. 1976. 40(3): 722-756
Williams, R.A.D., P.A. Lambert and P. Singleton. 1996. Antimikrobial Drug Action. Bios Scientific Publisher Ltd. Oxford, U.K. pp.:1-146.
Yhosimura, H., M. Nakamua, T. Koeda, and S. Sato. 1980. Antibiotic sensitivity of Salmonella Isolated from Animal Feed Ingredienys. Jap. J. of Vet. Sci. 42(5):595-597.